Setelah mampir sejenak di Istaravshan, perjalanan kami di bumi Tajikistan berlanjut ke kota terbesar kedua di negeri Emomali Rahmon, yaitu Khujand.
Ketika kendaraan berhenti di Panjshanbe Square, suasana langsung terasa begitu hidup. Alun-alun ini terletak tidak jauh dari Panjshanbe Bazaar, pasar tradisional terbesar dan tertua di kota ini.
Nama "Panjshanbe" sendiri berarti "hari Kamis", menandakan bahwa pasar ini dulunya ramai pada hari Kamis, sebuah peninggalan dari tradisi perdagangan kuno di Asia Tengah. Tentunya kita masih ingat kata dushanbe sendiri berarti hari Senin dalam bahasa Tajik dan Farsi.
Sebelum menjelajahi lebih jauh, kami sempat mampir ke toilet di pasar. Untuk menuju ke sana lumayan melewati jalan ramai dengan orang dan berbagai jenis kendaraan. Untuk ke toilet saya harus membayar 2 Somoni. Selain toko dan gerai yang menjual bermacam barang dan produk, juga warung-warung kecil yang menjual berbagai makanan dan minuman. Juga ada pedagang kaki lima yang menjual buah segar, roti non Tajikistan yang besar dan bulat, serta berbagai jajanan khas.
Setelah puas berkeliling pasar, kami berjalan kaki ke arah Sheikh Muslihiddin Mausoleum, salah satu kompleks bersejarah paling penting di Khujand.
Kompleks ini terdiri dari beberapa bangunan utama, termasuk mausoleum Sheikh Muslihiddin, masjid Jami (masjid besar), madrasah, dan menara.
Saat tiba di halaman, kami langsung disambut oleh burung-burung merpati yang beterbangan bebas di sekitar kompleks. Pemandangan ini mengingatkan pada suasana masjid-masjid kuno di Asia Tengah.
Kubah besar yang berdiri megah menjadi ciri khas bangunan ini, dengan warna biru dan ornamen khas Islam yang menghiasi bagian atasnya. Uniknya sore itu burung-burung merpati juga banyak hinggap di kubah masjid dan mausoleum.