Mohon tunggu...
Taufik Uieks
Taufik Uieks Mohon Tunggu... Dosen - Dosen , penulis buku travelling dan suka jalan-jalan kemana saja,

Hidup adalah sebuah perjalanan..Nikmati saja..

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Landhuis Tjililitan: Rumah Perompak yang Kini Berhantu

4 Desember 2016   08:36 Diperbarui: 4 Desember 2016   10:04 1645
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Selepas bertandang ke rumah pengatin maut yang menjelma menjadi vihara di kawasan Jalan Lautze, Gunung Sahari, plesiran tempo doeloe yang dikomandani sobat lama saya, Adep dilanjutkan. Tujuan berikutnya adalah Rumah Sakit TNI Angkatan Darat Gatot Subroto.

Foto-foto: dokumentasi pribadi
Foto-foto: dokumentasi pribadi
Ternyata di lapangan parkir RS Gatot Subroto ini dulunya terdapat sebuah istana yang disebut Rumah Weltevreden. Sayangnya sekarang sudah tidak ada lagi sisa-sisanya dan hanya dapat dinikmati melalui gambarnya saja.

Foto-foto: dokumentasi pribadi
Foto-foto: dokumentasi pribadi
Dari rumah Weltevreden, bus langsung meluncur ke kawasan Cililitan. Kali ini di lokasi di dekat RS Polri Kramatjati. Sebelum berkunjung ke rumah Van der Crap, kami makan siang dulu di rumah salah seorang crew Sahabat Museum yang kebetulan dekat dengan RS Polri.

Dari jauh Rumah Van der Crap ini hanya kelihatan atapnya saja. Besar, megah, namun kelihatan ringkih dan kumuh. Di bagian bawahnya tertutup dengan bangunan-bangunan kecil yang berdiri di antara pilar-pilar yang besar. Ketika rombongon masuk ke dalam. Nampak tiang-tiang besar rumah tua ini masih kokoh namun nampak sangat kumuh dan tidak teratur. Sementara rumah-rumah kecil berbentuk kamar-kamar terselip  di antara tiang-tiang tersebut.

134-58437177959373ba0e8e0ad8.jpg
134-58437177959373ba0e8e0ad8.jpg
Sebuah tangga berbentuk model rumah panggung ada di beranda. Di bawah tangga ada beberapa pintu kecil yang juga ternyata sudah dijadikan kamar atau rumah. Pegangan tangga dari kayu terlihat masih bagus dan antik. Warnanya coklat tua berhiaskan kayu bersilang-silang. 

114-584371a2329773fe0fc8bd9d.jpg
114-584371a2329773fe0fc8bd9d.jpg
Saya mendongak melihat ke langit-langit. Nampak genting yang sebagian terlihat sudah bolong-bolong dan juga jendela-jendela ukuran raksasa dari bangunan utama rumah. Sementara pada sisi lain terlihat sebuah antena TV di antara dua tiang besar rumah yang sebagian dicat dengan warna pink. Rumah ini bagaikan sebuah rumah yang dikelilingi oleh rumah-rumah kecil di bawahnya yang tumbuh liar bagaikan benalu.

127-584371c8959373c30e8e0ad8.jpg
127-584371c8959373c30e8e0ad8.jpg
Kami naik kelantai utama dan di ruang tengah disambut oleh rombongan ketua RT dan perwakilan penghuni rumah tua ini. Berbagai jenis kudapan tradisional Betawai juga muncul. Ada kelepon, kueh mangkok, dan juga es buah yang sedap rasanya. Asyik sekali menikmati makanan ini ambil mendengatkan kisah tentang rumah tua ini.

120-584371dced96733b048b456c.jpg
120-584371dced96733b048b456c.jpg
Ruang tengah rumah tua ini cukup luas. Lantainya ditutupi tikar warna-warna dimana kita semua duduk bersimpuh sambil menimati hidangan. Di sekilingnya kamar-kamar dengan dinding berwarna putih. Beberapa kabel listrik juga membentang tidak teratur. Sebuah tangga bersandar di dinding untk naik ke wuwungan. Sebagaimana rumah-rumah tua dari lantai ke langit-langit juga sangat tinggi lebih dari empat atau lima meter.

129-58437215727e61f62478e2b2.jpg
129-58437215727e61f62478e2b2.jpg
Pak Sunarto, salah seorang yang dituakan juga bercerita bahwa di rumah besar ini tinggal 18 keluarga yang masing-masing menempati satu kamar baik di lantai atas atau lantai bawah. Semuanya anggota Polri karena memang kebetulan rumah ini sekarang menjadi aset POLRI. Pak Sunarto juga menunjukan adanya satu kamar yang dibiarkan kosong. “Tidak ada yang berani tinggal di kamar ini” katanya. Ditambahkan juga bahwa rumah ini pernah menjadi gudang senjata atau arsenal pada jaman Jepang dan kemudian setelah itu menjadi asrama polisi. Tidak mengherankan kalau di ruang bawah pernah diketemukan amunisi yang masih aktif . 

118-58437240d39273b8038b456d.jpg
118-58437240d39273b8038b456d.jpg
Pak Lilik juga sekilas menceritakan sejarah Rumah Besar Cililitan  yang dibangun dengan model arsitektur Transitional Dutch Indies yang merupakan peralihan dari model Belanda ke Model Hindia. Rumah berlantai dua ini di bangun di akhir abad ke 18.

142-58437265329773020fc8bdb5.jpg
142-58437265329773020fc8bdb5.jpg
Di bagian atas rumah ini tidak ada fasilitas kamar mandi sehingga dibangun kamar mandi berderet deret di belakang rumah. Di sini kami juga bertemu dengan beberapa warga yang mengetahui sejarah rumah tua yang dulunya bernama Vila Nova. Menurut cerita, rumah tua ini memang ada penghuni dari alam lain, jelas salah seorang penduduk sekitar yang berusia sekitar 70 tahunan.

140-5843727cd392732a048b4577.jpg
140-5843727cd392732a048b4577.jpg
Di dekat kamar mandi ini, juga ditunjukan foto-foto lama rumah tuan besar yang terlihat sangat cantik di zaman dulu. Sekarang, rumah ini dalam keadaan yang berbahaya. Kalau didiamkan begini saja pasti akan hancur dan runtuh dimakan waktu.

131-584372a5ed967315048b456b.jpg
131-584372a5ed967315048b456b.jpg
Rumah ini dibangun pada tahun 1775 oleh Mr. Henrick Laurrens Van der Crap”  The House built at 175 that was belonging Mr Hendrick Laurens Van der Crap”. Demikian sebuah plakat putih tertempel pada dinding berwarna kuning muda yang ada di dekat tangga masuk. Bahasa Inggrisnya terasa ada yang janggal, tapi lumayanlah masih ada sedikit cerita tertulis untuk menyatakan keantikan rumah besar ini.  

141-584372ba3197730f0533cf36.jpg
141-584372ba3197730f0533cf36.jpg
Kami mengakhiri kunjungan di rumah yang telah berusiah hampir dua setengah abad ini dengan berfoto  bersama di bagian belakang, di mana pandangan ke rumah tua secara keseluruhan masih lebih baik di bandingkan dengan bagian depan .

Foto-foto: dokumentasi pribadi
Foto-foto: dokumentasi pribadi
Namun ada satu penjelasan Pak Lilik yang membuat saya sedikit bergidik. ”Van der Crap ini memang kaya, tapi dia sebenarnya adalah seorang prajurit yang kemudian mengumpulkan harta kekayaan dengan menjadi perompak”. Pantas saja setelah hampir dua setengah abad, rumah peninggalan Van der Crap yang pada zaman Belanda bernama Landhuis Tjililitan Besar ini ternyata banyak hantunya. Percaya atau tidak? Terserah Anda!

Jakarta, September 2106

Foto-foto: dokumentasi pribadi
Foto-foto: dokumentasi pribadi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun