[caption caption="dokpri"]
[/caption]
Pada prasasti itu juga tertulis bahwa di batu nisan tertulis dalam huruf jawi Hijrah Nabi Salallahu Alaihi wa Salam Lapan Ratus Lima Puluh Sembilan Ibnu Ismail bin Yusuf bin Al Aziz AlKhawalani, Mungkin ini menunjukan tahun dimakamkannya Raja Ayang pada 859 Hijriah atau sekitar tahun 1545 Masehi serta nama lengkapnya yang menunjukan garisketurunan Sang Raja Ayang.
Sambil meneruskan perjalanan ke arah Jalan Pemancha dan terus ke Tamu Kianggeh yang merupakan pasar tradisional di Bandara Seri Begawan, apa yang ditemukan di Makam Raja Ayang membuat saya sadar bahwa sebuah bangunan kecil di pojok Jalan Elizabeth II, bisa menguak kisah kelam yang terjadi di dalam keluarga kesultanan Brunei lebih dari 500 tahun lalu.
[caption caption="dokpri"]
[/caption]
“Keluarga Sultan juga manusia, bisa berbuat baik mapun dosa!” Demikian komentar sobat saya yang orang Brunei sambil menambahkan bahwa makam ini sempat juga dikeramatkan sehingga banyak orang yang datang berziarah di malam hari sambil membawa kembang, dupa, dan kemenyan. Mereka kemudian berdoa sambil mengharapkan keinginannya dipenuhi oleh Raja Ayang. Sang putri malang dari Brunei.
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!