Mohon tunggu...
Taufik Bilfaqih
Taufik Bilfaqih Mohon Tunggu... Dosen - Ketua Yayasan Alhikam Cinta Indonesia | Politisi PSI

| Pembelajar |

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Gus Dur, Guru Politik Kemanusiaan

25 November 2019   23:35 Diperbarui: 26 November 2019   07:22 254
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dok. Gusdurian Manado

Refleksi Hari Guru dan Menjelang Pilkada

Adabeberapa peristiwa tersohor terkait sikap KH. Abdurahman Wahid (Gus Dur) dalam menghadapi problem politik. Diantaranya, pembelaan terhadap calon Gubernur Bangka Belitung dari kaum minoritas seperti Basuki Tjahya Purnama (Ahok), Tionghoa.

Sikap lainnya, ketika ia "dilengserkan" dari jabatannya sebagai presiden. Ribuan orang siap berjihad untuk mendukung Gus Dur, namun bapak bangsa ini justru meminta para pendemo untuk pulang dan tidak melanjutkan aksi turun lapangan. Demikian pula pembelaannya terhadap kelompok-kelompok aliran kepercayaan yang berbeda dengan maenstream baik Syiah dan Ahmadiyah.

Sikap kenegarawanan ini bisa disebut sebagai bentuk dari implementasi politik kemanusiaan. Makanya, salah satu quote terkenal Gus Dur adalah "Yang lebih penting dari politik adalah Kemanusiaan".

Ide dan tindakan ini pun sesungguhnya bagian dari cara mantan Ketua Umum PBNU tersebut menyiarkan ajaran Islam menjadi rahmat bagi semesta alam serta ajaran Nabi yang terlahir dari manusia, hidup di tengah-tengah peradaban manusia dan berperilaku baik terhadap sesama manusia.

Singkatnya, praktek Gus Dur adalah pengejewentahan ajaran agama tentang pentingnya mengangkat derajat manusia dibanding irisan-irisan identitas apalagi dalam praktek berpolitik.

Dalam catatan sejarah, Gus Dur pernah menjadi bagian dari didirikannya organisasi non pemerintah yang melanjutkan kerja-kerja kemanusiaan. Termasuk di dalamnya tentang bagaimana memformulasikan ajaran agama untuk bersinerji dengan kebutuhan peradaban.

Salah satu organisasi itu didirikan pada tahun 1983 adalah Lembaga Perhimpunan Pengembangan Pesantren dan Masyarakat (P3M), sebuah LSM yang bergerak di bidang pengembangan dan penguatan pesantren. P3M bertujuan membentuk pesantren yang mandiri secara politik dan ekonomi, agar dapat berperan aktif dalam proses pembangunan demokrasi di Indonesia.

P3M pun sangat intens dalam mengkampanyekan dakwah-dakwah kemanusiaan sebagai landasan gerakannya. Sejak dinahkodai KH. Masdar F. Mas'udi, P3M merumuskan konsep gerakan dengan 4 langkah strategis, Humanis (Kemanusiaan), Kritis, Transformatif dan Praksis. Dari sini, terlihat, misi P3M dalam menafsirkan dan mengimplementasikan ajaran agama melalui relevansinya terhadap kebutuhan manusia.

Langkah gerak ini, selain diilhami oleh ajaran Islam itu sendiri, rumusan tersebut bagian tak terpisahkan dari Sang inspirator, yakni Gus Dur. Politik gerakan Gus Dur yang konsisten membela hak asasi manusia, mendukung kaum yang dimarginalkan serta membuka kemerdekaan berpikir bagi kalangan muda dalam wacana dan khazanah pengetahuan adalah caranya demi mewujud-nyatakan apa yang disebut politik kemanusiaan.

Kebijakan politik Gus Dur ketika menjadi presiden dengan semangat kemanusiaan adalah ketika ia memberikan kebebasan kepada penganut Konghucu dalam mengekspresikan keyakinan dan praktek ajaran mereka.

Sang Presiden menerbitkan Keputusan Presiden Nomor 6 Tahun 2000 untuk mencabut Instruksi Presiden Nomor 14 Tahun 1967 Tentang Agama, Kepercayaan, dan Adat Istiadat Cina yang dikeluarkan oleh rezim Orde Baru. Pastinya, ini adalah prinsip Gus Dur dalam membela sisi kemanusiaan. Kekuasaan tidak boleh mengkebiri hak-hak utama warganya.

Sikap dan konsistensi Gus Dur sebagaimana yang digambarkan di atas, menjadi modalitas bagi pengagumnya untuk melanjutkan visi perjuangan tersebut. Apalagi, saat ini, Indonesia akan menghadapi pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak.

Dibutuhkan figur-figur yang akan berkontestasi untuk berguru terhadap gaya kepemimpinan Gus Dur. Bahkan, keksatriaan seperti ini pun sepantasnya terpatri dalam pikir dan jiwa masyarakat. Artinya selain pemimpin, Kita butuh rakyat yang sejalan dalam memahami hakikat kemanusiaan.

Para elit agama harus berani mendakwahkan ajaran Tuhan untuk terbuka terhadap perbedaan. Daerah yang di dominasi muslim, harus menerima calon non-muslim jika dianggap layak.

Sebaliknya, pun demikian. Agama harus hadir dari sisi kemanusiaan. Ia tidak lagi menjadi "barang" kaku yang seolah tak berakses untuk didialogkan dengan perkembangan zaman dan tuntutan peradaban.

Barat, begitu menghargai warganya meski bukan keturunan pribumi atau dari kalangan mayoritas. Pernah ada presiden dan kepala daerah yang muncul dari kalangan minoritas.

Bukan berarti konsep politik kemanusiaan Gus Dur adalah Baratisasi. Namun, Barat telah mempraktekkan apa yang sesungguhnya menjadi cita-cita ajaran Islam. Barat begitu menghargai ilmu pengetahuan, maka mereka pun memanfaatkannya meski ia datang dari pribadi dan kelompok yang bukan dari kalangan pribumi.

Dari sini, Gus Dur menjadi guru Kita semua. Ia telah meneladani, Kita melanjutkan.

Selamat Hari Guru, mari belajar kepada Gus Dur.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun