Mohon tunggu...
Taufik Agung Widodo
Taufik Agung Widodo Mohon Tunggu... Administrasi - Staf analis untuk asuransi

Alumni kampus Airlangga Surabaya

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Pilihan Hidup untuk Merantau

14 April 2019   07:21 Diperbarui: 14 April 2019   10:42 96
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Merantau berasal dari kata rantau. Merantau menurut KBBI dapat diartikan sebagai pergi ke negeri lain (untuk mencari penghidupan, ilmu dan sebagainya).


Tidak ada ukuran yang pasti untuk mengukur bahwa orang tersebut disebut merantau. Apakah orang yang memilih hidup atau bekerja berbeda kecamatan dengan keluarga mereka dapat disebut merantau?

Saya pribadi mendefinisikan bahwa merantau adalah pilihan hidup untuk pergi jauh dari keluarga, teman, saudara, atau bahkan memilih untuk pergi dan keluar dari zona nyaman.

Saya sendiri sudah menganggap bahwa saya sudah merantau sejak sekolah SMA. Diterima di salah satu sekolah SMA favorit tentu menjadi kebanggaan tersendiri. 

Sebenarnya jarak tempuh hanya kurang dari satu jam namun keluarga menyarankan agar saya tinggal di rumah saudara karena be memiliki kendaraan bermotor serta surat mengemudi yang resmi. Alhasil menumpang di tempat kerabat adalah salah satu pilihan yang harus diambil.

walnya terasa sangat menyedihkan harus tinggal jauh dari orang tua dan keluarga. Sempat juga meneteskan air mata, merasakan rindu yang mendalam kepada orang tua. Lucu memang padahal satu minggu sekali saya selalu pulang ke rumah. Berawal dari sini, saya menyadari bahwa ternyata mental merantau harus diasah sedari dini.

Ketika kuliah saya mulai merasakan merantau lebih jauh. Rumah di Banyumas, dan berkuliah di Surabaya membuat saya hanya sesekali pulang ke rumah. Jarak tempuh lebih dari 10 jam menggunakan kereta membuat saya semakin jarang pulang ke rumah. 

Sejak saat itu saya juga merasakan rasanya bertahan hidup sendiri di tanah rantau. Disaat itulah saya juga merasakan hidup di rumah (orang tua) paling lama adalah satu atau dua bulan. Itupun hanya bisa saya lakukan ketika libur kuliah yang bertepatan dengan bulan Ramadhan.

Alhamdulillah setelah lulus kuliah saya kembali merasakan rasanya hidup merantau yang cukup jauh. Sempat merasakan bekerja di Pulau Sumatera membuka mata saya, bahwa Indonesia ini begitu luas. Saya bersyukur dapat menginjakkan kaki di tanah Pekanbaru, Bengkulu dan Lampung. 

Bahkan moment yang cukup membuat saya bangga adalah pada saat saya sempat melewati daerah Lahat, tanah kelahiran almarhum ayah saya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun