Mohon tunggu...
Taufik Firmanto
Taufik Firmanto Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Kader Muda Muhammadiyah. \r\n\r\nAlumnus Magister Ilmu Hukum \r\nUniversitas Gadjah Mada Yogyakarta.\r\n\r\nSeorang Lelaki kampung (insya Allah tidak kampungan), berasal dari Bima, sebuah kabupaten terpencil namun strategis di Pulau Sumbawa NTB, yang terletak di belahan selatan bumi Nusantara, hampir tidak masuk peta karena tidak populer dan kurang komersil. \r\nAyah dari seorang Putera yang berharap si kecil kelak menjadi orang besar.

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Wacana Pembubaran Ormas, Suatu Telaah Yuridis Konstitusional

16 Maret 2011   04:08 Diperbarui: 26 Juni 2015   07:45 362
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Latar Belakang

Wacana pembubaran ormas mengemuka setelah terjadi beberapa tragedi kekerasan yang semakin marak belakangan ini sehingga memunculkan konflik yang semakin tajam. Konflik ini muncul dengan melibatkan organisasi kemasyarakatan (ormas) yang membawa identitas agama atau etnis tertentu. Kasus kekerasan terakhir yang menyita banyak perhatian adalah di Cikeusik, Banten dan Temanggung, Jawa Tengah. Bahkan tak kurang Presiden Susilo Bambang Yudhoyono Yudhoyono pada peringatan puncak Hari Pers Nasional tahun 2011 di Aula El Tari, Kupang, NTT, Rabu (9/2/2011) berkomentar dan memberikan signal guna “mencari cara yang sah dan legal” untuk melakukan hal tersebut. Presiden SBY menegaskan bahwa tidak boleh ada ruang dan peluang bagi aksi kekerasan sehingga setiap potensi timbulnya kekerasan dan ketegangan sosial harus diredam dengan cara-cara sesuai norma hukum dan demokrasi secara tegas.

Hal ini kembali mengemuka ke ranah publik tentunya bukan tanpa alasan kuat. Ketika tindakan kekerasan berbasis agama dan penghakiman massa begitu merisaukan, cenderung semakin vulgar dipertontonkan dengan mengabaikan keberadaan hukum serta peran aparat dan pemerintah, tentunya hal ini mengindikasikan bahwa ada hal yang tidak berjalan sebagaimana mestinya. Mantan Kapolri Jenderal Polisi Bambang Hendarso Danuri mencatat, sejak tahun 2007 hingga 2010 ada 107 tindakan kekerasan dilakukan oleh organisasi kemasyarakatan (ormas).

Senada dengan instruksi Presiden yang masih berupa guliran wacana di atas, Wakil Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Gusti Kanjeng Ratu Hemas mendesak aparat dan institusi penegak hukum atau Pemerintah segera membubarkan organisasi massa (ormas) atau kelompok masyarakat yang anarkis, sesuai dengan intruksi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Ratu Keraton Yogyakarta itu juga mendesak Polri untuk menangkap dalang kekerasan atau kerusuhan, dan mengungkap skenario di balik konflik antarumat beragama.

Dilemma

Namun pada kenyataannya, “pembubaran ormas” tidaklah semudah membalik telapak tangan. Membubarkan ormasini juga adalah sebuah dilemma karena Konstitusi kita sebagai dasar hukum tertinggi dalam penyelenggaraan kehidupan bernegara menjamin kebebasan berkumpul dan berserikat, sebagaimana termaktub dalam Pasal 28 UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945; Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang. Hal ini juga terdapat pada pasal 28E yang berbunyi: Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat.”

Jaminan konstitusi ini adalah bagian dari hak setiap warga negara untuk ikut dalam organisasi, ormas atau perkumpulan apapun. Karena dalam Negara konstitusi, salah satuprinsipnya adalah mengakui hak-hak asasi setiap warganya untuk berserikat, berkumpul atau bergabung dalam wadah organisasi. Atau dalam bahasa lain Miriam Budiardjo menegaskan, bahwa dalam setiap undang-undang dasar Negara yang menganut asas konstitusionalisme selalu memuat kekentuan-ketentuan tentang HAM.

Secara teoritis, kebebasan berormas merupakan bagian dari hak asasi manusia, juga hak asasi warga Negara dalam berserikat dan berkumpul. John Locke menyatakan bahwa suatu pemufakatan yang dibuat berdasarkan suara terbanyak dapat dianggap sebagai tindakan seluruh masyarakat, karena persetujuan individu-individu untuk membentuk negara, mewajibkan individu lain untuk menaati Negara yang dibentuk dengan suara terbanyak itu. Negara yang dibentuk dengan suara terbanyak tersebut tidak dapat mengambil hak-hak milik manusia dan hak-hak lainnya yang tidak dilepaskan. John Locke juga menyebutkan bahwa dasar kontraktual dari Negara dikemukakan sebagai peringatan bahwa kekuasaaan penguasa tidak pernah mutlak tetapi selalu terbatas, sebab dalam mengadakan perjanjian dengan seorang atau sekelompok orang, individu-individu tidak menyerahkan seluruh hak-hak alamiahnya. Keadaan alamiah diumpakan sebagai keadaan sebelum manusia melakukan dosa—suatu keadaan yang aman dan bahagia. Dalam keadaan alamiah hidup individu bebas sederajat, semuanya dihasilkan sendiri oleh individu, dan individu tersebut puas.

Kewenangan Negara

Dalam kehidupan bernegara, konstitusi menempati posisi yang sangat penting. Dengan meneliti dan mengkaji konstitusi sebuah negara, kita dapat mengetahui prinsip-prinsip dasar kehidupan bersama dan penyelenggaraan negara serta struktur organisasi suatu negara tertentu. Keberadaan konstitusi adalah mutlak untuk menjamin adanya kepastian hukum, hal ini bertujuan untuk menghindari kemungkinan terjadinya kesewenang-wenangan kekuasaan. Dengan kata lain adanya konstitusi harapannya sebagai rule of law dalam suatu negara yang bertujuan untuk melindungi hak-hak dan kebebasan warga negara.

Di kalangan para ahli hukum, pada umumnya dipahami bahwa hukum mempunyai tiga tujuan pokok, yaitu (i) keadilan (justice), (ii) kepastian (certainty atau zekerheid), dan (iii) kebergunaan (utility). Oleh karena konstitusiitu sendiri adalah hukum yang dianggap paling tinggi tingkatannya, maka tujuan konstitusi sebagai hukum tertinggi itu juga untuk men­capai dan mewujudkan tujuan yang tertinggi. Tujuan yang dianggap tertinggi itu adalah: (i) keadilan, (ii) ketertiban, dan (iii) per­wujudan nilai-nilai ideal seperti kemerdekaan atau kebebasan dan kesejahteraan atau kemak­muran bersama, sebagaimana dirumuskan sebagai tujuan bernegara oleh para pendiri Negara.

Kita sependapat bahwa kebebasan berserikat, berkumpul, dalam hal ini ber-ormas dijamin kebebasannya oleh konstitusi kita, namunpada sisi lain kebebasan tersebut tidak boleh melanggar hak-hak orang atau kelompok lain.Hanya, dalam pengoperasiannya di lapangan, ternyata tidak selamanya ormas menjadi garda terdepan dalam memberikan yang terbaik bagi masyarakat. Catatan buram yang ditorehkan sejumlah ormas tertentu mengakibatkan pemerintah harus berpikir ulang untuk melakukan pembatasan terhadap ruang gerak ormas. Bagaimana pun, kekecewaan yang teramat mendalam sebagai buah dari perilaku anarkis sejumlah ormas tertentu tidak lagi bisa dibalut dengan label kebebasan berserikat.

Harus kita sadari, keberadaan kita dalam rangka berekspresi secara bebas bukanlah suatu hal yang tanpa batas. Kebebasan tersebut juga harus menghormati suatau tatanan ketertiban masyarakat yang menjadi kewenangan Negara unuk mengaturnya. Keberadaan ormas tidaklah boleh melanggar hak-hak pihak lain, meresahkan masyarakat dan mengancam persatuan dan kesatuan kehidupan berbangsa dan bernegara.

Berangkat dari paparan di atas, suatu organisasi yang terbukti mengorganisasi suatu tindak kriminal haruslah bisa dibubarkan. Namun untuk melaksanakan pembubaran tersebut perlu dilakukan beberapa pembenahan terlebih dulu terhadap kerangka hukum yang ada. Karena sebagaimana diungkapkan oleh Moh. Mahfud MD, hukum diposisiskan sebagai alat untuk mencapai tujuan Negara.

Dari sini kami menarik asumsi awal, bahwa pembubaran ormas yang gemar melakukan kegiatan yang mengandung nuansa kekerasan dan cenderung anarkis sepenuhnya merupakan wewenang pemerintah. Pemerintah dengan segala kewenangan yang dimilikinya dan didukung perangkat perundangan yang memadai, bisa menilai suatu ormas dinyatakan anarkis atau tidak, serta mengambil tindakan untuk membubarkan ormas tertentu.

Kendala yang Dihadapi

Sementara ini, perangkat hukum yang mengatur ormas adalah Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1985 tentang Organisasi Kemasyarakatan. Dalam Undang-undang ini , setidaknya terdapat lima hal pokok yang bisa membuat suatu ormas dibekukan atau dibubarkan secara sepihak oleh pemerintah. Pertama, bila ormas tidak mencantumkan Pancasila sebagai satu-satunya asas dalam anggaran dasarnya. Kedua, bila dianggap mengganggu ketertiban umum. Ketiga, bila menerima bantuan asing tanpa persetujuan pemerintah. Keempat, bila memberikan bantuan kepada pihak asing yang merugikan bangsa. Kelima, ormas juga dapat dibubarkan dan dinyatakan sebagai sebagai organisasi terlarang bila dianggap mengembangkan dan menyebarkan paham komunisme, Marxisme-Leninisme, serta ideologi lain yang bertentangan dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

Sayangnya banyak pihak menilai bahwa undang-undang ini sudah tidak relevan dengan perkembangan dan kebutuhan masyarakat. Undang-undang ini lahir dengan spirit pemerintahan otoriter Orde Baru untuk mengawasi, mengontrol dan bertindak represif terhadap ormas. Dalam bahasa praktisnya, UU tersebut sudah “out of context” Menurut Moh. Mahfud MD, hukum tidak boleh berada pada kevakuman, maka hukum harus senantiasa disesuaikan dengan perkembangan masyarakat yang dilayaninya.

Berangkat dari sinilah kita menyadari, dibutuhkan suatu perangkat hukum termasuk undang-undang yang secara tegas mengatur pembubaran ormas dengan spirit untuk menjamin hak-hak warga negara untuk hidup tenteram, terbebas dari anarkisme dan konflik yang bermotif SARA.Dalam hal ini, “wacana pembubaran ormas menjadi sah jika terbukti oleh proses peradilan. Artinya pembubaran ormas tanpa proses peradilan bisa disebut bertentangan dengan konstitusi.

Sayangnya, sebagaimana kami sampaikan pada bagian terdahulu, peraturan perundang-undangan yang ada sampai saat ini masihlah peraturan lama (UU No. 8/1985) dengan spirit orde baru yang sangat kental dan terindikasi cenderung inskunstitusional, sehingga perlu diadakannya satu bentuk UU baru yang sesuai dengan dinamika kehidupan bernegara saat ini.[]

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun