Mohon tunggu...
Taufan Satyadharma
Taufan Satyadharma Mohon Tunggu... Akuntan - Pencari makna

ABNORMAL | gelandangan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Duka dalam Memperjuangkan Kebaikan

25 Juni 2022   06:04 Diperbarui: 25 Juni 2022   06:38 149
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
unsplash/brian-wertheim

Kecenderungan seorang manusia untuk menciptakan sesuatu yang baru bukanlah suatu hal yang perlu diresahkan. Karena pada dasarnya setiap manusia memiliki naluri untuk menjadi sesorang yang bermanfaat. Setidaknya bagi kebahagiaan dirinya sendiri.

Terkadang kita hanya tidak siap atas kebaruan yang datang, apapun itu. Karena hal tersebut akan menjadi suatu ancaman bagi yang merasa keberadaannya terancam. Meskipun ada sebagian yang siap dengan kebaruan, bahkan mempersiapkan tempat terhadap hal baru yang akan datang. Sehingga kebaruan selalu menjadi suatu hal yang patut dinantikan.

Banyaknya perselisihan yang terjadi adalah contoh, bahwa ternyata kebaruan masih dianggap sesuatu yang merusak --dan tak sedikit dianggap layaknya suatu bid'ah secara tidak langsung---daripada menganggapnya sebagai suatu potensi untuk memperkuat kuda-kuda secara pribadi ataupun kolekif untuk menyambut masa yang masih penuh dengan misteri.

Tidak mungkin pula dari setiap manusia memiliki konsep pemikiran yang sama dalam memberikan suatu manfaat. Ada yang masih berkeyakinan bahwa untuk memberikan manfaat itu diukur dengan kuantitatif, misalnya dalam hal materi, luas area yang dimiliki, bahkan like dan komentar dalam ruang publik yang baru menjadi suatu tolak ukur kebenaran baru.

Sehingga kita tidak sadar telah masuk ke dalam pola suatu kompetisi daripada kolaborasi. Jika pola yang digunakan pada umumnya adalah kolaborasi, bisa jadi perselisihan itu dapat terminimalisir. Mungkin kita banyak melihat pola kolaborasi itu banyak digunakan dalam kancah dunia seni, sosial, ataupun perpolitikan. Bukankah pola tersebut pada akhirnya mampu memberikan impact yang lebih baik? Walaupun masih dalam frame demi mendapatkan keuntungan yang lebih baik. Dan itu sah-sah saja.

Selanjutnya kita dapat niteni, bagaimana seseorang itu pada akhirnya didengarkan dan diperhatikan. Biasanya masih dalam bingkai seberapa kaya, seberapa kuasa, dan seberapa viralnya orang tersebut. Terlepas dari segala bentuk manipulatif dan pencitraan, tapi hal tersebut memang menjadi suatu hal yang bisa diupayakan dalam kemajuan zaman seperti sekarang ini. Munculnya fenomena buzzer menjadi salah satu hal yang sangat kentara untuk menggiring suatu opini secara masif hingga diyakini sebagai suatu kebenaran.

Artinya, setiap orang memiliki versi kebermanfaatan yang berbeda-beda melalui kebaruan yang dibawakan olehnya. Setiap orang memiliki konteks dan bentuk perjuangannya sendiri, sebab setiap orang juga memiliki basic dan layer kehidupan yang berbeda antara satu dengan yang lainnya. Terkadang menjadi suatu hal yang konyol jika kita selalu mempermasalahkan tentang perbedaan konsepsi pemikiran satu dan yang lainnya.

Bukannya masing-masing memiliki kiblatnya sendiri dalam melakukan kebaikan? Bukankah setiap orang memang sewajarnya berlomba-lomba dalam kebaikan? Bukan berlomba untuk terus menambah jumlah kekayaan, melebarkan wilayah kekuasaan, ataupun menapaki chart trending topic paling viral? Seperti yang sudah dikatakan oleh seorang scientist, bahwa kita tidak mungkin bisa merubah struktur moral tiap-tiap manusia, saat agama pun sudah mengupayakannya selama ribuan tahun.

Dalam sebuah ujian, ada konsekuensi lulus dan gagal. Dalam suatu perjuangan, ada kemenangan dan kekalahan. Dalam sebuah cinta, ada kebahagiaan dan kesedihan. Sedang dalam berikhtiar dalam kebaikan, ada kebermanfaatan dan juga kemudharatan. Semua itu adalah hal yang wajar dalam kehidupan. Dan jangan sampai hal tersebut menjadikan diri kita berputus asa terhadap kehidupan yang telah diberikan oleh Yang Maha.

Dan kita mesti ingat, sesuatu yang berlebihan itu tidaklah bagus, sekalipun dalam ranah melakukan kebaikan. Seperti yang telah difirmankan, "Dan bila dikatakan kepada mereka: 'Janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi'. Mereka menjawab: 'Sesungguhnya kami orang-orang yang mengadakan perbaikan'. Ingatlah, sesungguhnya mereka itulah orang-orang yang membuat kerusakan, tetapi mereka tidak sadar". (2:12)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun