Mohon tunggu...
Taufan Satyadharma
Taufan Satyadharma Mohon Tunggu... Akuntan - Pencari makna

ABNORMAL | gelandangan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Sistem yang Buta Pengayoman

13 April 2022   16:07 Diperbarui: 13 April 2022   16:08 159
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
unsplash/dominik-lalic

Ternyata begitu rumit sistem yang terbangun untuk dapat kompatibel dengan suatu keadaan di dalam suatu wilayah. Terlebih jika sistem tersebut mampu mengontrol tingkat keamanan harta, harga diri dan martabat wilayahnya, sehingga dengan keadaan seperti itu sitem tersebut diharapkan mampu menjaga tingkat kesejahteraan manusia yang ada di dalamnya.

Sepertinya hampir di suatu wilayah memiliki sistem dan cara yang berbeda-beda disebabkan oleh karakteristik geografis ataupun sosiologis yang berbeda pula. Akan tetapi, semestinya ada dasar keasamaan prinsip yang bisa diambil dari banyak perbedaan tersebut.

Sedangkan zaman sudah sangat maju dan modern. Suatu sistem yang membutuhkan bangunan kesadaran cara pikir ataupun cara pandang sedari awal, seolah sulit untuk mengembalikan kesadaran tersebut ke dalam settingan default. Kalau diibaratkan sebagai komputer, mungkin sangat sulit untuk benar-benar membersihkan virus di dalam komputer yang membuat kinerja sistem tidak maksimal.

Apalagi jika keadaan tersebut membuat peran fungsi menjadi terbolak-balik. Misalnya saja, siapa yang memiliki peran sebagai raja justru berfungsi sebagaimana seorang pelayan. Dan siapa yang berperan sebagai pelayan justru berpolah seolah dirinya seorang raja. Itu hanya satu dari sekian banyak peran dan fungsi yang tidak berjalan sebagaimana mestinya.

Lantas apa yang harus dilakukan, baik sebagai seorang individu atau sebagai sebuah kelompok?

Dengan keadaan yang seperti itu, sebenarnya kita tidak memiliki kewajiban untuk memperbaiki keadaan seperti semula. Bahkan segala sesuatu yang telah terjadi merupakan suatu hal yang telah mendapatkan legalitas ijin dari Sang Maha Pencipta untuk terjadi sedemikian rupa. Hanya saja kita juga jangan sampai tidak tahu alasan mengapa kita hidup dan tinggal dalam lingkungan tertentu.

Yang utama kita mesti lakukan adalah ridla terlebih dahulu dengan sistem yang sedang berlangsung di wilayah tempat kita tinggal. Setelahnya, baru meskipun tidak berkewajiban memperbaiki keadaan, akan tetapi kita memiliki satu dasar kesamaan prinsip yang sama hampir di seluruh wilayah, yakni urusan cinta.

Karena perasaan inilah hal yang seharusnya tidak wajib bagi diri, berubah menjadi sesuatu yang dipikirkan. Untung saja, Tuhan memberikan idiom sedekah.. Dan sedekah dalam wilayah ini yang dimaksud adalah kita tetap akan melakukan sesuatu bagi sesuatu yang tidak wajin bagi kita untuk diurusi, apalagi dipikirkan.

Harapan disini sangat diperlukan agar kita dapat semakin jernih melihat tujuan. Tujuan merupakan sebuah garis akhir dari segala sesuatu yang nantinya telah direncanakan dan diperjuangkan. Tujuan merupakan suatu hasil, yang mana hal tersebut bukanlah poin utama, melainkan tentang bagaimana sikap ikhtiar dan ihtijad kita untuk mendapati hasil tersebut. Sebab, bukanlah kegagalan sudah menjadi hal yang biasa? Tidakkah lebih banyak mimpi yang tidak menjadi nyata jika dibandingkan dengan yang menjadi nyata?

Sedangkan sebagai sebuah kelompok, hal yang seharusnya menjadi landasan menurut saya adalah fiman Tuhan "wa tawashshau bil-Haqqi, wa tawashshau bish-shabr", bahwasanya kebersamaan kita dalam hal mengerjakan kebajikan berada dalam lingkup untuk saling menasihati dalam kebenaran dan saling menasihati untuk kesabaran.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun