Mohon tunggu...
Taufan Satyadharma
Taufan Satyadharma Mohon Tunggu... Akuntan - Pencari makna

ABNORMAL | gelandangan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Panggung Sandiwara yang Tidak Mengundang Tawa

23 November 2021   16:42 Diperbarui: 23 November 2021   17:19 236
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
unsplash/richard-ciraulo

Orang bekerja dengan banyak menggunakan pikirannya, menginginkan nikmat para pekerja yang menggunakan dengan kekuatan fisiknya. Begitu pun sebaliknya. Orang yang sehari-hari banyak menghabiskan waktu dengan kendaraan pribadi, sesekali menginginkan nikmat orang-orang yang menggunakan transportasi umum. Begitu pun sebaliknya.

Lalu bagaimana dengan kebahagiaan? Saya pikir orang yang banyak membicarakan nikmat kebahagiaan adalah orang-orang yang sedikit banyak telah mengalami banyak penderitaan atau kesedihan. Itu bukan kepastian, melainkan hanya sebuah kecenderungan. Yang sudah pasti tidak mungkin seseorang tidak mengalami perjalanan di kedua sisinya.

Lantas kalau kita memiliki ruang bagi keduanya, mengapa kita tidak memberi tempat bagi kesedihan? Kebanyakan perjuangan itu dilakukan karena diri belum merasa puas, aman, ataupun nyaman. Buat apa kita berjuang jika hidup kita sudah bahagia? Apa ada kata lain yang melatarbelakangi suatu perjuangan kecuali penderitaan?

Bisa dikatakan bahagia adalah tujuan. Itu pun sifatnya seperti barang-barang konsumtif lainnya, kita tidak akan pernah merasa puas dengan kebahagiaan yang sudah banyak didapat. 

Bahagia itu juga berlapis-lapis, ada yang bagi sebagian pihak cukup, tapi bagi yang lainnya belum cukup. Tidak bisa kita standarisasikan level bahagia satu dengan yang lainnya.

Kalau dipikir-pikir lebih dalam lagi, adakah kebahagiaan itu bisa didapat jika menimbang keadaan dunia yang seperti ini? Tidakkah kita merasa sedikit saja peduli dengan keadaan yang seperti ini? Engkau mungkin saja bisa melepaskan ikatan kepeduliaan itu dan mendapat kebahagiaan itu, tapi apakah diri kita tega?

Dunia memang memenjarakan dengan ikatan-ikatan kepedulian yang banyak berlandaskan sikap ketidaktegaan kita terhadap hal-hal yang seharusnya tidak menjadi tanggung jawab atau kewajiban kita. 

Akhirnya, keadaan itu menuntun kita untuk shadaqah terhadap sesuatu yang dilemahkan dan dibuat tak berdaya. Jadi, shadaqah yang berlandaskan kepedulian, empati, keprihatinan, dan rasa tidak tega, mana mungkin itu membuat diri bahagia?

Kecuali, ada opsi untuk bersandiwara di balik itu semua. Ada kata-kata yang mampu dimanipulasi sehingga bersifat retoris ataupun intrik untuk menutupi keadaan sebenarnya. 

Bagi yang suka dengan hal-hal yang sederhana, mungkin akan membuat dirinya keluar dari zona ini. Tapi dengan yang suka dengan zona ini, kalau tidak dibarengi dengan sikap kewaspadaan, nanti akan terjerumus pada hal-hal yang akan menghentikan pertumbuhan dirinya sendiri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun