Mohon tunggu...
Taufan Satyadharma
Taufan Satyadharma Mohon Tunggu... Akuntan - Pencari makna

ABNORMAL | gelandangan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Upaya dalam Mencari Mutiara

16 Maret 2021   17:09 Diperbarui: 16 Maret 2021   17:25 131
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tidak ada yang datang tanpa upaya ataupun tenaga untuk mendapatkan kata-kata manis yang seringkali terangkai dalam untaian tadabbur yang acapkali tertuliskan. Untuk menjadi bagian yang dapat terbaca, dibutuhkan serangkaian kegiatan dari awal hingga akhir, dari kesadaran akan penyertaan upaya, memikirkannya, lantas menjadikannya kata. Akan tetapi, rangkaian itu selalu mudah terbantahkan oleh pemikiran praktis, bahwa semua memiliki bagian kenikmatan atas upayanya masing-masing.

Bagaimana jika kenikmatan itu bagaikan mutiara yang tersembunyi jauh di kedalaman lautan? Apakah dengan hanya dengan memandangi lautan kita mutiara itu akan keluar sendiri di hadapan kita? Kalau ada ilmu seperti itu, lantas untuk apa kita diajarkan berenang, membuat tabung oksigen beserta kelengkapan alat selam lainnya, bagaimana dengan mereka yang berusaha mendapatkan mutiara dengan banyak menyelami lautan? Apakah kenikmatannya akan sama?

Lantas jika dalam rutinitas Selasan, sudahkah kita berupaya untuk menyelami kedalaman lautan wirid dan sholawat "Munajat Maiyah" untuk mendapatkan mutiaranya? Apakah tepat jika seseorang yang hanya melihat pantai, ombak, pun beberapa ikan, lantas menanyakan keberadaan mutiara? Pun memberitahu para penyelam tentang keberadaan mutiara seolah lebih mengetahui keberadaannya.

Bahkan para penyelam pun belum tentu mendapatkan mutiara itu meski dilengkapi dengan alat pendukung, kecuali sebagian dari mereka yang benar-benar beruntung dan benar-benar terlatih.

Anggap saja, beberapa pelaku selam itu berusaha untuk menyelami Lautan Selasan yang diselanggarakan di Banyu Elo Rafting, Dusun Brogo (tempat Mas Dhani). Sekalipun dihadang dengan guyuran yang sangat lebat untuk menuju acara Selasan, beberapa di antara dulur-dulur tetap teguh pendirian untuk menyelami kedalaman itu.

Mereka siap dengan agenda kegiatan atau dengan kata lain rutinitas dan tantangan yang sama, sajian yang sama, kata-kata yang sama, alunan suara bahkan canda yang juga sama. Hanya berbeda rute dan cuaca menuju ke tempat dimana lautan itu berada.

Sekalipun sebenarnya semua hal itu memudahkan, tapi jangan terjebak dengan kemudahan. Jangan terjebak kepada perasaan memudahkan kalau tak ingin masuk ke dalam perangkap ketinggian hati. Hingga lupa untuk berendah-hati kepada mereka yang selalu memperjuangkan dirinya.

"Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat dholim dan amat bodoh." (33:72)

Dan tidakkah Tuhan meninggalkan kita begitu saja dalam kedholiman dan kebodohan? Bukankah selalu ada ketakjuban dalam segala penyelaman yang telah dilalui, beberapa contoh di antaranya mungkin yang dialami sehari-hari, misalnya persahabatan, rasa simpati, dan banyak sekali perkenalan akan keajaiban yang lain. Yang membuat diri tumbuh dan berkembang dari, laksana akar pohon yang kuat. Sekalipun akar dan dedaunan itu menunjukkan kedholiman atau kebodohannya hingga akhirnya patah dan gugur. Setidaknya, kuatkanlah akar tersebut.

Sekalipun tidak terlihat melalui mata pandang dan tersembunyi dari sudut pandang keilmuan. Batang akan terus tumbuh jika akarnya tidak mengalami kerusakan hingga mendapati keindahannya. Akar-akar itu terus menembus menyelami kedalaman tanah untuk mendapatkan kebutuhannya.

Dan sekali lagi, seberapa hebat upaya yang telah dikeluarkan. Kita tidak akan mampu menciptakan kenikmatan mutiara tersebut. Bahkan, berapapun jumlah orang yang berusaha menyelam di rutinitas Selasan. Tidak akan ada yang mampu memastikan keberadaannya, kecuali Sang Maha Pencipta dari segala cipta-Nya. Di Selasan ini kami hanya memiliki bekal, "Kullama nadaita ya Hu, Qala ya 'abdi anAllah. Qala ya 'abdi anAllah."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun