Mohon tunggu...
Taufan Satyadharma
Taufan Satyadharma Mohon Tunggu... Akuntan - Pencari makna

ABNORMAL | gelandangan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Mendapatkan Penghiburan Nyata

29 Januari 2021   15:51 Diperbarui: 29 Januari 2021   16:04 142
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
foto oleh @pieu_kamprettu

Kalau di Magelang, saat musim penghujan seperti ini sudah menjadi hal yang biasa apabila keluar rumah. Sapaan mesra dari Sang Hujan hampir sudah dapat dipastikan, baik ketika berangkat ataupun akan kembali pulang. Cuaca seolah dibuat murung oleh keadaan kami, karena pada saat yang bersamaan tulisan dari Mbah Nun dari rubrik kebon ke70 dengan judul "Ilmu Waktu" tidak sedikit membuat kami gemetar dan gelisah.

Inti dari tulisan beliau sedikit memberikan bocoran informasi terkait hari akhir ataupun qada' qadar. Sedangkan informasi tersebut masuk dalam eskalasi rukun iman yang harus kita patuhi sebagai seorang muslim. Pernah diriwayatkan saat Malaikat Jibril menyamar sebagai seseorang dan bertanya kepada Nabi Muhammad Saw.

Orang itu berkata, "Beritahukan kepadaku tentang Iman." Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab, "Engkau beriman kepada Allah, kepada para Malaikat-Nya, Kitab-kitab-Nya, kepada para rasul-Nya, kepada hari Kiamat dan kepada takdir yang baik maupun yang buruk." Orang tadi berkata, "Engkau benar." (HR. Muslim)

Pertanyaannya lantas bukan apa yang harus kita lakukan, akan tetapi mengapa Mbah Nun menuliskan sesuatu yang bersifat seperti itu? Kalaupun kita mengaku sudah banyak menanam iman, benih iman seperti apa yang kita tanamkan? Seharusnya kita sadar paham bahwa hal-hal seperti itu sudah bukan suatu yang awam atau baru, karena kebiasaan manusia memang sedang memupuk kehancuran. Kalau iman, mengapa mesti ragu? Kalau sudah merasa banyak memiliki pengalaman, mengapa mesti takut?

Pernah seorang murid bertanya kepada gurunya, "bagaimana membedakan antara yang palsu dan yang sejati?" Guru itu lantas mendekatkan mukanya ke telinga muridnya sembari berkata, "Ini palsu!" Sebelum era teknologi, semua yang kita dengar hanyalah kepalsuan, sebelum mata melihat dengan sendiri kebenarannya. Namun keadaan sekarang berbeda, apa yang sanggup mata pandang pun memiliki banyak potensi kepalsuan.

Keberanian itu sama sekali tidak berlaku dalam ide-ide pemikiran. Para pengecut dalam sebuah pertempuran pun sama-sama memiliki keberanian ketika mereka sedang merancang sebuah strategi pertempuran. Tapi setelah mereka berada di medan tempur sesungguhnya, banyak yang gemetar oleh musuh-musuh yang nampak kuat dan percaya diri. Adakah keberanian itu datang tanpa keimanan?

Kita mudah terombang-ombing oleh informasi-informasi yang tampak oleh mata yang banyak men-suplai ide-ide tentang keberanian. Baik sengaja atau tidak, mata kita dipancing untuk selalu melihat hal-hal yang banyak ketidakbermanfaatannya untuk dilihat, bahkan dilatih untuk menjadi seorang pecundang nan munafik. Meskipun selalu ada pengecualian dari semua itu, karena kita juga mudah mendapatkan akses peringatan atau nasihat dari guru-guru yang tidak selalu berada dalam ruang dan waktu yang sama.

Demi waktu saat Selasan tiba, suatu pertemuan yang diperjalankan untuk berkumpul di kediaman Mas Mishar, Caruban Magelang, banyak-banyak mengingatkan tentang makna kebersamaan. Tentang makna kata "maiyah" itu sendiri. "Idz dakholna jannatal ma'iyyata qulna masyaAllah, la quwwata illa billah." Tentang bagaimana kita saling menasihati dalam kesabaran hingga saling berbagi canda penuh kebahagiaan. Sekalipun dalam keadaan basah dan dingin, namun pertemuan kecil ini mampu memberi kehangatannya tersendiri.

Keresahan yang mulanya dibawa, berangsur mulai pudar setelah wirid dan sholawat dilantunkan bersama-sama. Tidak hanya rintihan hujan yang menggelitik, namun desak rintihan mereka pun berbisik, menggambarkan kepasrahan bahkan ketiadaan diri bahwa "tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah."

Pembacaan Wirid Munajat ke-60 di Selasan kali ini pun berakhir melebihi waktu tengah malam. Setelah suasana sendu nan syahdu, kita seolah banyak mendapat penghiburan. Terlepas sudah kesedihan ataupun kegelisahan yang menjadi bekal keberangkatan. Sebuah hiburan nyata, bukan karena apapun melainkan hanya satu, kembali merasakan cinta-Nya!

Caruban, 26 Januari 2021

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun