Mohon tunggu...
Taufan Satyadharma
Taufan Satyadharma Mohon Tunggu... Akuntan - Pencari makna

ABNORMAL | gelandangan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Dengan Agama, Belajar Mengatasi Limitasi Nalar

25 Agustus 2020   16:36 Diperbarui: 25 Agustus 2020   16:33 131
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Para penari Komunitas Lima Gunung di Halaman Rumah Maiyah, Kadipiro/dokpri

Waktu sudah menunjukkan pukul 19.07 ketika saya sampai di Kadipiro untuk mengikuti acara rutinan Mocopat Syafaat edisi Agustus 2020. Ya, saya tidak bisa menepati waktu untuk bisa datang tepat sebelum pukul 19.00 dan hal tersebut membuat ngganjel di pikiran sampai sekarang. Saya menerapkan kedisiplinan dan tak sungkan menghukum diri sekalipun tidak ada punishment secara langsung dari pihak lain yang terikat kesepakatan.

Ketepatan dan kedisiplinan terhadap waktu tersebut sudah menjadi kebiasaan bagi Mbah Nun. Bahkan, Mbah Tanto pun juga memegang prinsip yang sama terhadap kedaulatan terhadap waktu. Ini bukan berarti saya memiliki kedisiplinan terhadap waktu yang sama dengan beliau-beliau. 

Hanya saja, kita mesti belajar mulai dari kebiasaan kecil, utamanya terkait waktu, yang sering disepelekan. Tidak usah terlalu jauh memikirkan kemashlahatan dan kemajuan peradaban bangsa sendiri, apabila kedisiplinan terhadap waktu terhadap lingkungan sekitar masih belum tercermin dari laku kesehariannya.

Dulur-dulur dari Komuntitas Lima Gunung telah nampak mempersiapkan diri selang beberapa saat saya sampai di Kadipiro. Para seniman-seniman yang diasuh oleh Mbah Tanto ini pun memiliki kedisiplinan yang sama terkait dengan waktu. Rasa bersalah semakin berlipat karena jam kedatangan saya terpaut jauh, padahal saya memiliki domisili yang sama dengan Seniman Lima Gunung sebagai tetangga dekat Mocopat Syafaat.

Sesaat sebelum pertunjukan dari Komunitas Lima Gunung dimulai, Mbah Nun sedikit memberikan lembaran tentang apa yang akan dilakukan oleh para seniman tersebut.  Banyak manusia semakin tidak menyadari bahwasanya perilakunya mencerminkan perilaku seperti binatang, karena minimnya kesadaran akan leluhur. 

Kalau manusia memusuhi alam, maka dari sikapnya akan tercermin laku bahwa ia juga akan terlihat memusuhi Lima Gunung. Secara singkat Mbah Nun memberikan stimulus akan wujud tarian evolusioner yang akan ditampilkan. Momentum kreatif ini, puncaknya ada pada masa sekarang ini. Dan harus diselaraskan dengan menyadari bahwa kita harus merevolusi kembali cara pandang, cara fikir dan cara spiritual.

Pertemuan Wingit, Pertemuan yang Tidak Merubah Apa-apa

Komunitas Lima Gunung pun memulai pertunjukannya. Seluruh hadirin dan jamaah yang hadir di Kadipiro dibuat terpikat oleh pertunjukan tarian yang begitu memikat. Lekukan gemulai tubuh yang selaras dari banyaknya peran dengan paduan ragam alat musik berharmoni memberikan keindahan kepada hadirin yang nampak haus akan panggung hiburan. Mata begitu dimanja oleh nilai budaya yang mulai terkikis zaman sebelum kembali bermain dengan pemikiran.

Pada kesempatan ini, Mocopat Syafaat sengaja dimajukan beberapa waktu diluar jadwal sebagaimana mestinya karena beberapa pertimbangan terutama sebagai hasil keputusan bersama untuk menyikapi cuaca pandemi yang masih mengepung. Baru tepat pada tanggal 17-nya, siaran ulangnya akan disiarkan di kanal youtube.

Pertama-tama, Mbah Nun mengajak jamaah untuk memahami bahwa akal itu tidak ada kandungan kata bendanya dan lebih banyak cenderung menuju ke kata sifat. Akal itu merupakan hardware. Virus yang tersebar di muka bumi ini sebenarnya adalah manusia itu sendiri. Salah satu wujud dari itu semua sudah pasti sering kita jumpai dalam dunia medsos. Hanya ada kedengkian, kemunafikan, dan tak sedikit kepalsuan. Medsos itu ibarat ngising, tempat orang membuang kotorannya, terutama kotoran cara pikirnya.

Mbah Nun mengatakan, "kalau anda memahami Covid, maka anda memahami manusia." Mutasi yang terjadi sampai saat ini adalah kemunafikan. "Raiso dicekel."  Dan akan bermutasi sebagaimana kita, manusia. Kita tidak akan pernah bisa memperbaiki keadaan. Dan mereka berpikir Indonesia bisa diubah? Indonesia sudah tidak memiliki pusaka. Sehingga, tak sedikit orang meninggal bukan karena Covid-pun akan di-Covid-kan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun