Mohon tunggu...
Taufan Satyadharma
Taufan Satyadharma Mohon Tunggu... Akuntan - Pencari makna

ABNORMAL | gelandangan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Terlamun Menanti Pagi

3 Agustus 2020   16:36 Diperbarui: 3 Agustus 2020   16:49 115
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tak terasa ketika aku hanya duduk termangu mengingat sesuatu, waktu tetap enggan berhenti melangkah. Atau setidaknya mengurangi kecepatan laju detakannya. Kita tak akan pernah bisa mengendalikan laju waktu tersebut.

Yang perlu digarisbawahi adalah kegiatan apa yang kita lakukan dalam mengarungi waktu. Jika aku hanya duduk termangu mengingatmu, apakah itu akan menjadi hal yang sia-sia? Sedangkan dalam konteks "mengingat" sendiri terdapat 3 wilayah yang mesti masing-masing diri pahami.

Pertama, mengingat sebagai sebuah sarana atau alat pelarian dan pemuas diri.Kedua sebagai sebuah kebutuhan, misalnya rindu yang tertahan yang akhirnya tersalur ketika mengingat karena pasti banyak sapaan terlontar kepada yang diingat meski mulut terdiam. Dan ketiga, ingatan yang tetiba datang menyapa tanpa ada keinginan atau kebutuhan.

Ketiga hal tersebut akan sangat penting dimaknai lebih ke dalam lagi. Dalam konteks pendidikan, kita dibiasakan belajar mengingat sesuatu atas dasar keinginan untuk mendapatkan sebuah nilai, indeks angka atau hasil yang bagus. Tapi, apakah hasil akan selalu sesuai terhadap apa yang diharapkan meskipun kita telah berusaha mengingat?

Kita dituntut mengingat agar diri mendapatkan kepuasan. Kita tidak terbiasa diajarkan untuk terus berusaha mengingat meskipun hasil tak selalu setimpal dengan usaha yang telah dilakukan. Karena hal ini akan mengajarkan bahwa kelak kegiatan mengingat merupakan sebuah kebutuhan. Kita butuh mengingat sesuatu agar diri tidak mudah goyah ketika diterpa badai masalah.

Ketika kita telah sadar bahwa mengingat merupakan sebuah kebutuhan, secara tidak langsung kita telah melepas sedikit demi sedikit tendensi yang mungkin menjadi beban yang tak terlihat selama ini. Ketika kita dapat memaksimalkan daya di dalam ruang pikiran, nantinya kita akan lebih semakin mudah menikmati segala keadaan. Kita lebih mudah dalam mengatasi sakit-sakit yang tak mungkin bisa dihindari.

Mengingat sudah menjadi hal yang biasa dilakukan sehari-hari. Mengingat bukanlah sebuah hal yang sanggup dibatasi. Orang-orang sering tercerahkan oleh sebuah ingatan yang tiba-tiba terpantik di alam pikirannya. Manusia seolah-olah merasa itu adalah hasil atas usaha mengingatnya. Entah itu terkait ilmu, pengetahuan, motivasi, bahkan cinta.

Kita akhirnya merasa mampu mencipta sesuatu. Kita sering menganggap cahaya itu adalah sinar yang memancar dari sebuah objek tertentu. Cahaya itu mengakibatkan panas atau kehangatan. Namun, bukankah dalam remang pun kita bisa melihat. Meski sinar matahari tertutup oleh kabut dan hawa dingin yang mencekam, bukankah kita masih diberikan kesempatan untuk melihat? Adakah mata ini sanggup memandang tanpa masuknya cahaya?

Akal dalam mengingat sesuatu tak lebih dari sepasang mata dalam memandang sesuatu. Mengingat merupakan cara dari akal pikiran untuk melihat. "ketika engkau duduk mengingat-Ku, ingatlah bahwa Aku sedang berada disamping-Mu." Perkataan Tuhan tersebut tak bisa dilihat oleh cara kerja mata, akan tetapi hal tersebut hanya sanggup dilihat oleh akal dan keselarasan hati.

Seringkali kita sebagai manusia disindir di dalam ayat-ayat, bahwa sesungguhnya manusia itu diciptakan lemah, sesungguhnya manuia itu dholim atau bodoh, sesungguhnya manusia itu termasuk golongan yang rugi. Kata-kata itu seolah menjadi hal yang mesti dihindari, padahal sesungguhnya memang seperti itulah kita.

Namun, nyatanya kita mendayagunakan akal pikiran hanya untuk lepas dari sesuatu yang tak bisa dihindari. Kita mendayagunakan pikiran hanya untuk meraih puncak tangga eksistensi dan pengakuan. Kita selalu berusaha mengingat Tuhan agar selalu dibela. Padahal, usaha tersebut pada akhirnya hanya akan menjerumuskan diri dalam sifat "merasa" baik atau menjadikannya tinggi hati.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun