Mohon tunggu...
Taufan Satyadharma
Taufan Satyadharma Mohon Tunggu... Akuntan - Pencari makna

ABNORMAL | gelandangan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Terpedaya oleh Rasa Bangga

9 Juli 2020   16:12 Diperbarui: 9 Juli 2020   16:12 131
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi gambar: Windri Astriani

Bahkan potensi lahirnya pengecut dan kemunafikan telah menjadi budaya dan kian bertambah besar karena keciutan mental dengan hanya berani membicarakan sesuatu di belakang arena pertunjukan. 

Peraturan-peraturan resmi yang dibuat pun belum mampu mengendalikan keliaran situasi tersebut, kecuali hanya memberikan perlindungan kepada golongan-golongan tertentu saja.

"Tunjukkan kepadaku suatu hal sebagaimana adanya. Engkau membuat suatu hal menjadi tampak indah, padahal kenyataannya buruk. Engkau membuat suatu hal tampak buruk, padahal di dalam kenyataannya indah. Maka, tunjukkan kepada kami suatu hal sebagaimana adanya, kalau tidak kami akan jatuh ke dalam perangkap dan akan selamanya salah." Sabda Rasulullah Saw. Beliau menyampaikan dengan lembut kepada ummatnya agar tidak mudah memberikan penilaian terhadap sesuatu.

Tidak ada sesuatu yang telah termaknai, lepas dari peran dan kehendak-Nya. Jika segala sesuatu tersebut merupakan bagian dari kehendak-Nya, maka sebenarnya tidak ada sesuatu pun yang buruk. 

Hanya saja, waktu menguji kesabaran kita sebelum akhirnya dapat menemui hikmah akan sesuatu yang awalnya dianggap buruk. Ataupun sebaliknya, yang dinilai baik padahal sesungguhnya buruk, hanya masih disembunyikan saja aib-aibnya.

Tapi, manusia mudah terpedaya oleh rasa bangga yang didapatkan atas kemenangan yang didapatkan. Sekecil apapun itu. Kebanggaan yang nampak tersebut biasanya didapat karena telah menganggap dirinya mendapatkan suatu gagasan yang baik ataupun karena telah melakukan sebuah amalan yang baik dengan banyak mendapatkan reward apresiasi dari lingkungan sekitarnya. 

Nyatanya, sejernih apapun penilaian kita, jangan sekali-kali  menyandarkannya pada pikiran atau pendapat diri sendiri jika tidak ingin terlena. Semestinya lekas berendah-hati dan takutlah kepada Yang Maha Mengetahui.

Skenario kehidupan tak akan menarik tanpa adanya perselisihan ataupun perdebatan. Tak akan memikat tanpa kecurangan dan kejujuran. Tak akan menggairahkan tanpa penindasan ataupun kemunafikan. 

Meski saling olok sudah menjadi kebudayaan, bukankah dengan adanya perbedaan kontras pemikiran, akhirnya kita telah melalui proses belajar untuk menjadi prbadi yang lebih menghargai? Semoga.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun