Mohon tunggu...
Taufan Satyadharma
Taufan Satyadharma Mohon Tunggu... Akuntan - Pencari makna

ABNORMAL | gelandangan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Gejolak Peradaban "New Normal" yang Berulang di Setiap Zaman

29 Mei 2020   21:37 Diperbarui: 29 Mei 2020   21:46 137
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
unsplash/Chris-Barbalis

Kecondongan manusia untuk memiliki peran yang baik selama hidup adalah keinginan bagi setiap insan. Semudah-mudahnya dapat memberi manfaat bagi lingkungan sekitarnya, atau setidaknya sebagai persembahan sekaligus pembuktian pengorbanhan terhadap sesuatu yang dicintainya. 

Tak peduli pekerjaan seperti apa, karena mulanya adalah kegigihan keinginan. Halal haram pun akhirnya sekedar formalitas karena banyak yang mengetahui akan tetapi tetap melakukan dengan dalih-dalih pembelaan yang terdengan seperti tuntutan beban.

Kata-kata ini pun tak akan mampu menghidupi yang mewujud sebagai imbas dari pena yang tergerak oleh tangan. Padahal, pena tersebut adalah benda mati yang mempu mencipta kata karena tarian jari jemari tangan.

Tangan pun demikian memiliki kekuatan untuk bergerak karena mendapat perintah dari akal atau pikiran yang ingin menampakkan pandangannya melalui kata-kata. Dan akal pun tiada apa-apanya dan tak lebih dari sekedar benda mati, jika ia tak menerima kehendak Tuhan.

Segala indera yang dimiliki manusia menjadi alat bantu akal atau pikiran untuk dapat menuangkan segala kehendak-Nya. Peran baik dan buruk pun tak lebih dari sebatas sangkaan dari mereka yang memiliki hobi menilai. Sedang tiap peran pasti memiliki manfaatnya bagi kehidupan.

Jadi manusia yang bermanfaat itu bagus, tapi ternyata akan lebih baik jika sanggup meminimalisir kemudharatan. Setelah ditimbang-timbang, ternyata lebih akan lebih baik lagi jika mampu mengikis tingkat kemudharatan seminimal mungkin meski diam menjadi opsi terakhir.

Dan jangan heran, jika Sayyidina Ali ra. pernah menyampaikan bahwasanya banyaknya kemaksiatan yang terjadi karena banyak orang alim yang lebih memilih diam.

Hal ini terjadi bukan tanpa alasan, karena orang alim mengetahui jika hanya Tuhanlah yang mampu mengubah keadaan hati seseorang melalui hidayahnya. Dan ini hampir terjadi di setiap zaman.

Toh, pada akhirnya jika peradaban masyarakat di suatu wilayah telah mencapai puncak kerusakan di mata Ilahiah, sangat wajar jika Tuhan mengirimkan peringatan-peringatan agar kita, mereka, dan semua manusia sadar.

Namun, kebanyakan dari manusia lebih memilih ingkar. Mungkin ingkar lebih baik karena ia memiliki kesadaran, karena ternyata kita atau manusia telah menjadi manusia yang tidak peka. Karena apa?

Manusia telah banyak merasa mampu dan mengetahui. Hingga seorang alim ulama pernah berujar bahwa syirik yang terjadi disaat ini bukan lagi sikap menyekutukan Tuhan, melainkan merasa segala laku dirinya selalu dibela oleh Tuhan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun