Malam nanti adalah malam perayaan tahun baru. Segala persiapan perayaan telah banyak dipersiapkan di pusat-pusat keramaian, baik oleh pemerintah setempat ataupun pihak-pihak swasta. Anak-anak muda petualang sudah siap dengan senjatanya untuk sesegera mungkin menjemput senja dan menikmati pergantian tahun dengan menggauli semesta. Meskipun tetap bakal kemruyuk di spot-spot terntentu.
Segerombol pemuda nampak kebingungan dengan kebiasaan-kebiasaan seperti itu. Foto-foto kenangan tentang malam pergantian tahun sepertinya sudah tidak ada yang terlewatkan. Mulai dari kerumunan di pusat kota, di jalanan, maupun di beberapa titik landscape alam raya. Mulai dari keramaian hingga acara privasi dengan para sahabatnya juga pernah dilalui.
Sementara, hari itu sudah menapaki tanggal 31, dan belum ada rencana sekali untuk menikmati malam nanti.
"Sebenarnya apa yang spesial dari malam nanti?" Bukankah sama saja? hanya momentum saja yang membedakan." Tanya Cuwil kepada teman-temannya.
"Ya, hanya ada kembang apinya saja. Dan konser, yang di situ adalah tempat untuk mencari kesenangan. Bukan sebuah pertunjukan yang membutuhkan apresiasi untuk menambah akses silaturrahmi." Timpal Solikin.
"Kalian merasa gak, sih? Jika kita seolah-olah terseret oleh arus yang mengharuskan kita untuk merayakan malam tahun baru." Sambung Ahmad.
"Kalau memang begitu, malam itu sebenarnya mengajak kita melampiaskan dan bersenang-senang atau berdiam diri dan lebih banyak untuk merefleksi diri?"
Kepenatan seolah dirasakan oleh sekelompok pemuda ini. Tidak ada inisiatif ataupun variasi acara dari pihak pengayom rakyat untuk menyelenggarakan sesuatu yang baru. Monoton! Lantas bagaimana rakyat dituntut untuk menjadi ujung tombak perubahan di tahun berikutnya? Jika penyambutan tahun yang baru pun diadakan dengan acara yang begitu-begitu saja.
Para kumpulan pemuda itu bisa dibilang santri jalanan ataupun santri kalong karena selalu melakukan hal yang tidak wajar dengan keistiqomahannya melakukan perburuan terhadap ilmu di malam hari. Para santri tanpa pesantren karena mereka menjadikan bumi Tuhan sebagai pengembaraan. Dan malam nanti, mereka dipertemukan dengan malam yang suntuk disaat semuanya telah menyiapkan kemeriahan pesta poranya. Malam dimana santri itu merasa tersesat disaat semua memiliki kejelasan arah.
Dalam kebingungan mereka, tiba-tiba saja Gus Welly dan temannya melintas di depan mereka. Dengan cekatan, mereka menghampiri dengan ketakdzimannya sembari bertanya, "Gus, nanti malam ada rencana mau kemana?" tanya salah seorang santri kepada Gus Welly.
"Kenapa? Kamu mau ajak saya nonton konser terus menikmati kembang api, atau mungkin ada hajatan bakar-bakar daging sama gerombolanmu? Kalau mau ajak saya naik gunung atau ke pantai tapi jam segini belum ada persiapan juga tidak mungkin."