Mohon tunggu...
Taufan Satyadharma
Taufan Satyadharma Mohon Tunggu... Akuntan - Pencari makna

ABNORMAL | gelandangan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Sajaroh dan Cinta Saudara Tua

22 November 2019   22:13 Diperbarui: 22 November 2019   22:19 13
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sekitar pukul 09.00 WITA, Bapak Camat pun datang menyambangi kami. Beliau adalah Pak Hamza, salah satu tokoh yang dulu juga setia menemani perjalanan Mbah Nun di Mandar. Bahkan, Pak Hamza ini menjadi Camat seperti telah mendapatkan do'a karena dahulu Simbah pernah menuturkan pesan bahwa beliau akan menjadi seorang Camat.

Cerita lebih dalam tentang Pak Hamza mungkin bisa didapat temen-temen dari kami dalam tulisan yang lain, karena hampir semua yang ada disini merupakan penulis-penulis handal yang mewakili simpulnya masing-masing. Terus pantau update tentang cerita perjalanan ini dalam hastag #RihlahMandar.

Pak Aslam kemudian memberi aba-aba kepada kami untuk segera bersiap mengikuti acara maulidan di salah satu daerah Ali Sjahbhana, seseorang kawan yang mendatangkan Mbah Nun pertama kali ke tanah Mandar. Dimana pertemuan beliau pertama kali dengan Mbah Nun ketika Pak Ali sedang menjadi seorang pelajar di Yogyakarta.

Kami pun agak kaget ketika mendapat sambutan yang amat teramat hangat oleh warga sekitar. Acara sedang berlangsung ketika kami sampai di Masjid. Kesederhanaan acara menjadi kesan pertama, terutama bagi saya. Namun, ketika selesai, acara seketika berubah menjadi meriah. Ibu-ibu langsung melakukan tugasnya untuk menyediakan kami berbagai hidangan yang sangat istimewa. Kami pun diberi salah satu bentuk berkah yang terwujud dalam tongkat kayu yang dihias sedemikian rupa dengan telur matang digantungkan di ujungnya.

Mbah Nun yang nandur, kami beruntung, sangat beruntung mendapatkan pengalaman mendapatkan bagian dari keberkahannya. Kata-kata yang tertulis pun tentu hanya sedikit mewakilkan keberkahan tersebut. Terlebih, saya yakin jika semua yang disini memiliki kenangannya sendiri hingga mampu selalu menumbuhkan cinta.

Setelah rehat sebentar, kami di ajak lagi oleh Pak Aslam untuk mengunjungi kediaman Pak Abu Bakar. Yang tempatnya hanya di samping kediaman Bu Hijrah, tempat kami singgah di Mandar. Sampai di tempat Pak Abu pun, kami langsung disuruh makan siang. Gilaaa...! Setiap tempat kerabat yang kami singgahi selalu terhidang makanan berat. Sama seperti ketika mengunjungi kerabat di Jawa, kalau belum makan, belum boleh pulang. Jadi, sinergi kekerabatan pun otomatis tertanam dalam embrio kami dalam sebuah ikatan cinta.

Salah satu cerita yang saya dapat dari Pak Abu ini adalah ketika Pak Abu berada di Makassar dan dikejar oleh anggota keamanan, dan ketika hampir dipukuli oleh anggota tersebut. Pak Abu sontak hanya berteriak "Toloong Cak Nun!!!" Dan ajaibnya, Pak Abu entah bagaimana sanggup terbebas dari kepungan anggota dan mampu berlari yang tak masuk akal jika dihitung dengan jarak dan waktu.

Banyak cerita yang kami dapat, tapi waktu menuntun kami kembali ke tempat Bu Hijrah sebelum melanjutkan perjalanan ke makam Syaikh Abdul Mannan. Tapi, kami dipaksa untuk makan lagi karena hidangan telah disediakan di tempat Bu Hijrah. Jadi agenda hari itu serasa hanya makan terus. Tapi, tak mengapa. Mungkin sekarang kami membuktikan apa yang telah diweling oleh Mas Fahmi agar menyiapkan lambung yang cukup.

Sore itu pun kami berziarah ke makam, setelah itu berkesempatan menikmati sunset di tepi pantai. Ah, perjalanan cinta ini serasa lengkap sudah dengan senja di pantai Mandar. Setelah mandi sore, kami diajak makan ke Sop Saudara. Mantab bener, sampai berasa mabuk lambungnya.

Agenda terakhir hari pertama adalah yasinan di tempat Pak Abu, berkesempatan bertemu dengan sesepuh-sesepuh Teater Flamboyan. Salah satunya Pak Amru, mungkin dalam kesempatan selanjutnya ada cerita lain lagi khusus dari apa yang didapat dari sesepuh-sesepuh yang telah disebut namanya. Dan nilai yang saya ambil malam hari ini adalah tentang salah satu sesepuh (Pak Munuk) tentang salah seorang wali yang bermimpi bertemu Rasulullah dan ditanya, tahukah tentang kewaliannya? Wali itu menjawab "tidak". Lalu Kanjeng Nabi menyampaikan ada 3 hal yang menjadikanmu seorang wali, kecintaan dan pengabdian kepada orang soleh, rasa cinta kepada saudara dan pengabdian kepada sahabat-sahabat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun