Mohon tunggu...
Taufan Satyadharma
Taufan Satyadharma Mohon Tunggu... Akuntan - Pencari makna

ABNORMAL | gelandangan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Beda Ustadz Beda Ulama: yang Sering Salah Memahami Nilai Agama

21 Agustus 2019   16:29 Diperbarui: 21 Agustus 2019   16:41 391
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Memaknai salib seperti apa yang telah dikatakan oleh ustadz meskipun diungkapkan dan ditujukan kepada jamaahnya yang sudah pasti Islam yang apabila didengar oleh yang bukan jamaahnya apakah tetap enak didengar atau justru menyulut api dan menyakiti hatinya. Sekarang apabila posisi itu di balik, kira-kira berita apa yang bakal mencuat? Sudah pasti penistaan agama. Karena "mereka" mayoritas dan sesuka hati mempermainkan kebenaran demi sebuah kepentingan.

Daripada memaknai seperti apa yang ustadz itu ungkapkan, bukankah lebih baik mencari ilmu yang tersirat dari salib itu sendiri. Saya pernah mendapatkan pemaknaan salib dari seseorang yang saya anggap ulama. Dia tak lantas men-setan-kan lambang tersebut. Justru beliau memaknai salib sebagai suatu perlambang keseimbangan moral. Sisi yang vertikal dimaknai sebagai spiritualitas, sedang sisi horisontal dimaknai sebagai intelektualitas dan mentalitas.

Untuk dapat berdiri dengan tegak, salib itu harus memiliki keseimbangan yang pas hingga beliau maknai sebagai keseimbangan moral. Spiritualitas apabila tidak diimbangi dengan intelektualitas dan spiritualitas. Maka output moralnya pasti kurang tepat juga. Begitupan kalau hanya intelektualitasnya saja ataupun hanya mentalitasnya, tanpa diimbangi dengan sisi yang lain. Maka, moral yang terbentuk pun akan sedemikian rupa.

Dari dua contoh diatas, kita bisa belajar tentang cara memaknai sesuatu. Mana yang lebih tepat untuk diajarkan kepada khalayak ramai apalagi mengatasnamakan umat. Justru yang dihina malah lebih memilih memaafkan karena hanya kaum minoritas. Tapi, justru ternyata mereka lebih dapat mengambil nilai akhlak sebagai penjaga perdamaian. Sudahkah kita berfikir?

Jika mereka mencintai Tuhan, sudah pasti mereka akan menikmati perbedaan yang sengaja diciptakanNya untuk proses pembelajaran. Tapi, sekali lagi, semua ada dalam porsi kebenarannya masing-masing jika menyangkut agama dan keyakinan. Hanya saja, kebiasaan kita adalah kemalasan berfikir dan mencari kedaulatan untuk berfikir. 

Lalu, apakah penistaan agama hanya berlaku bagi yang menistakan agama mayoritas? Atau hanya berlaku jika ada kepentingan-kepentingan tertentu? Atau karena mayoritas yang memegang peranan hukum adalah orang-orang yang tidak tahu hukum? 

Lantas di mana keadilan di negara yang katanya negara hukum? Tapi, kan . . . . Tak mungkin ada pembelajaran kalau tidak ada sebuah permasalahan atau konflik. Semoga keselamatan tetap memayungi kita semua dari murkaNya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun