Mohon tunggu...
Taufan Satyadharma
Taufan Satyadharma Mohon Tunggu... Akuntan - Pencari makna

ABNORMAL | gelandangan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Jadi, Mau Kurban Apa?

11 Agustus 2019   18:19 Diperbarui: 11 Agustus 2019   18:36 164
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Takbiran kembali menggema memayungi semesta. Mengusir kesenyapan yang hampir tiap malam dirasakan oleh para perindu entah. Menghapus dahaga akan rahmat yang terhampar luas di malam hari pengorbanan. Pengorbanan demi mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Ya, sebuah pengorbanan. Dimana kisah Nabi Ibrahim ketika hendak menyembelih anaknya sendiri, Nabi Ismail, atas perintah Tuhan menjadi sebuah rujukan akan lahirnya sebuah momentum peristiwa Idul Adha.

Tapi, adakah pengorbanan itu dilakukan tanpa cinta? Kita sebagai manusia biasa tentu tidak mempunyai keistimewaan untuk menangkap wahyu bahwa itu adalah perintah Tuhan seperti yang Nabi Ibrahim alami. 

"Wahai Bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu!"  Ketidakjelasan atau kurangnya iman sering menjadi kendala diri untuk benar-benar meyakini bahwa sesuatu yang datang adalah perintahNya.

Dari segi keadaan zaman pun sudah sangat jauh berbeda. Namun adakah bentuk pengorbanan atas dasar cinta yang bisa kita lakukan? Adakah nilai yang sanggup kita jadikan sebuah pembelajaran untuk setiap tahunnya dapat menapaki jenjang kebenaran untuk mencari yang Haqq?

Tindakan menyembelih itu dilakukan atas dasar menaati perintah Tuhan. Disisi Nabi Ismail pun rela mengorbankan dirinya atas dasar cinta dan dalam rangka patuh terhadap orang tuanya. Lantas, sekiranya apakah ada sesuatu yang sedang sangat kita cintai ini rela untuk menjadi sesembahan atas nama pengorbanan?

Misalkan ada, apakah ada yang hendak kita jadikan korban? Yang sekiranya menimbulkan gesekan terhadap diri kita sendiri karena kita begitu mencintai hal tersebut. 

Di era digital seperti ini sangat tidak mungkin kita mengorbankan keluarga sendiri, bukan? Jangankan memenggal, untuk menyakiti hatinya pun kadang sangat tidak tega diluar segala ketidaksengajaan ataupun kekhilafan karena terjadi begitu saja diluar kehendak kita.

Kita sekarang tinggal menyiapkan dana untuk dibelikan hewan qurban. Sungguh sesederhana itu. Tapi dibalik hal tersebut. Pernahkah terpikirkan jika Tuhan mengerti apa yang mayoritas manusia mencintainya?

Tidakkah kehilangan itu merupakan salah satu cara qurban atau mendekatkan diri kepadaNya? Lalu mereka mengira daging itu yang akan menjadi suatu pengorbanan, Padahal, "Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhoan) Allah, tetapi ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya." Adakah ketakwaan itu bertambah pada diri kita, disaat kita hanya memaknai sebatas pengorbanan? Wallahu 'alam.

Pengertian qurban selama ini hanya termaknai sebagai pembelian hewan, baik itu sapi ataupun kambing. Atau bisa saja qurban hanya terbatasi sampai ke rasa saling berbagi. Dan ada pula yang menyatakan hal tersebut sebagai salah satu bentuk zakat. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun