Mohon tunggu...
Taufan Satyadharma
Taufan Satyadharma Mohon Tunggu... Akuntan - Pencari makna

ABNORMAL | gelandangan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Rakyat yang Prihatin, namun Tetap Bahagia!

16 Juli 2019   16:09 Diperbarui: 16 Juli 2019   16:13 101
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Akankah keceriaan itu terjaga seiring bertumbuhnya usia mereka? Lalu bagaimana jika bashirah seperti bejana sebagai muara ilmu yang dipantulkan ke diri kita setelah kita tidak kita rumat? Ilmu itu sendiri merupakan alat dan seperti alat pada umumnya akan bermanfaat jika digunakan sebagaimana mestinya. Selain itu, bagaimana jika alat itu hanya dibiarkan saja, tentu akan rusak dan usang seiring berjalannya waktu. Untuk ilmu itu sendiri jika tidak diamalkan ia akan hilang.

Apa gunanya ilmu jika tidak untuk diamalkan? Oiya, kalau zaman sekarang ilmu adalah alat yang sangat laris sebagai produk untuk berjualan. Kalau tidak mampu membeli, ya jangan harap untuk mencari ilmu sampai level pendidikan yang diinginkan. Kalaupun ada beasiswa, itu pun tidak mampu menanggung semua peserta didiknya.

Tapi hal ini sesungguhnya bukan masalah mampu atau tidak mampu. Permasalahannya adalah banyak orang yang merasa telah memiliki ijazah ilmu lalu ingin mendapat pengakuan atau penghormatan. Meskipun bentuknya gaji. "Itu karena apa-apa sekarang membutuhkan uang!" Perkataan yang sangat lazim kita dengar ini memang sebuah kenyataan. Namun, apa memang benar sebuah kenyataan atau kesepakatan mayoritas orang? Apakah uang itu lebih penting dari ilmu?

Saya hanya sedikit yakin bahwa orang yang mengatakan bahwa semua membutuhkan uang adalah sebagian mereka yang kurang memahami rukun iman atau islam. Kalau memang ia (uang) begitu penting, kenapa Tuhan tidak memasukkan konsep 'uang' ke salah satu rukun agama kita tersebut. Atau setidaknya ke lagu 'tombo ati' yang pasti sudah banyak yang mendengarnya. Mengapa yang keenam tidak di sya'irkan 'golek duit sakokehe'.  

Terkadang, demi memenuhi nafsu serakah beberapa orang, kehidupan kita menjadi sangat ruwet. Andaikan saja tidak ada kepentingan ini atau itu. Atau lulusan ini dan lulusan itu. Asalkan semua saling menghormati dan ngremboko satu sama yang lain. Apakah kita berfikir kalau orang berilmu yang sejati selalu menampakkan dirinya pada ketinggian?

Saya heran, di saat semua dipersempit tapi mereka malah bangga. Untungnya, negeri ini pemalas dan lebih banyak yang pasrah. Segala tekanan dan isu tak mampu memecah belah persatuan ini. Ilmu apa yang sebenarnya dimiliki oleh negeri ini. Siapa bilang negara ini berkembang? Disaat mayoritas masyarakatnya sendiri tidak peduli dengan keadaan itu hingga membuat yang berkepentingan bingung sendiri.

Salah seorang pujangga pernah bilang, bahwa suatu saat negeri ini akan menjadi pusat perhatian dunia. Menjadi ruang bagi negara-negara lain. Apa potensi sebenarnya ilmu yang menjadikan Indonesia menjadi kiblat dunia? Keanekaragaman? Persatuan? Kurasa itu juga menjadi hal yang wajar di beberapa negara lain. Dan secara tidak sadar kiita sendiri pun saat ini terseret arus mengikuti tuntutan hidup seperti orang barat.

Tapi sedikit perbincangan dengan seorang kawan yang hobi main crypto sedikit memberikan jawaban atas potensi besar yang dimiliki oleh negeri ini. Dia berkata jika, esok tahun 2024 akan terjadi krisis moneter yang lebih besar daripada apa yang terjadi di akhir 90an. Mereka yang menuntut ilmu untuk mencari 'ilmu' agar tidak terlalu bersusah payah memelihara tuyul, tapi kenapa mereka resah? Bukankah mereka berilmu? Harusnya tidak usah terlalu khawatir, kan? Tapi lihat kekhawatiran mereka dengan membodoh-bodohkan mereka yang terlihat baik-baik saja.

Puluhan tahun negeri ini merdeka, tapi justru dijajah oleh bangsa sendiri. Mereka yang ada di atas tidak pernah benar-benar memikirkan kesejahteraan, kecuali hanya kemajuan hingar bingar pembangunan. Dengan menjanjikan kehidupan yang lebih baik kepada rakyatnya. Namun justru kesenjangan sosial semakin melebar. Tapi, coba perhatikan. Rakyatnya tetap baik-baik saja dengan segala ketidakjelasan hukum atau berubah-ubahnya aturan yang selalu bergantung kepada siapa yang memegang kuasa.

Meskipun begitu, rakyatnya selalu bisa saja mencari jalan untuk menikmati keadaan. Mengeluh atau sambat itu wajar. Tapi setelah berkumpul main gaple, misalnya, mereka bisa tertawa dan bergembira bersama meskipun keadaan ekonominya sedang kritis.

Mungkin benar, jika suatu saat negeri ini akan mampu menopang dunia dengan ilmu yang tersembunyi yang bahkan rakyatnya sendiri mungkin tidak menyadarinya. Ilmu tentang kasunyatan, mereka setia kepada rukun Islam dan Iman hingga membentu pondasi ketahanan mental yang sangat kokoh. Ujian laksana permata bagi mereka karena semakin memuliakan dirinya. Meskipun itu pun belum disadari juga. Keprihatinan terhadap dirinya sendiri selalu rakyat alami disaat mereka yang berkuasa hanya mementingkan golongannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun