Mohon tunggu...
Taufan Satyadharma
Taufan Satyadharma Mohon Tunggu... Akuntan - Pencari makna

ABNORMAL | gelandangan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kelaparan!

5 Juli 2019   16:13 Diperbarui: 5 Juli 2019   16:20 108
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Apakah mereka pikir orang yang sedang menahan lapar akan menimbulkan halusinasi?" ungkapnya setelah membaca sepenggal sebuah kitab.

"Sebentar, tergantung siapa dulu yang menyatakannya? Apabila dia sendiri menahan lapar hanya untuk dirinya (mendapatkan pahala) bukan oleh karena sebuah pengabdian, mungkin akan berbeda cara pandangnya."

"Apakah pula mereka mempertimbangkan kelaparannya itu memang karena keadaan atau memang disengaja? Andai kata ingin melahap dunia yang tersaji didepannya pun bisa, namun lebih memilih menahannya."

"Nah, justru itu kita mesti berhati-hati. Terkadang yang suka memperlihatkan kebenarannya, baik ibadah atau lakunya, biasanya cenderung amatir. Namun, apabila orang itu suka menjebak dengan kesalahan hingga menimbulkan banyak prasangka kita karena takut ketahuan segala laku ibadahnya, justru dialah yang lebih mengetahui."

Kelaparan yang menyebabkan efek halusinasi itu cenderung karena memang kelaparan dan tidak ada sesuatu untuk dimakan. Kesimpulan pernyataan tentang halusinasi pun perlu ditanyakan siapa yang dia jadikan sampel? Lalu apakah halusinasi itu sendiri selalu cenderung ke sesuatu yang negatif? Namun, apakah orang yang sengaja ingin menahan rasa lapar pernah mengaku kelaparan?

Jangan-jangan subjek yang menyatakan sebuah persepsi tentang kelaparan yang ia nyatakan, sama sekali belum pernah ia rasakan sendiri, terutama tentang seperti apa kelaparan itu. Sekalipun ia seorang psikiater, tapi ilmunya hanya memahami gejala-gejala yang ditimbulkan. 

Sedangkan analisisinya tentang kejiwaan atau batin itu sendiri, tidak dapat dikatakan pasti mengandung 100% kebenaran. Kita juga mesti berhati-hati agar bisa membedakan antara halusinasi dan delusi.

Apa yang ditekankan bukan pada sebuah pernyataan yang diungkapkan, tapi perlunya sifat kehati-hatian sebelum mengungkapkannya. Apalagi yang dinyatakan terangkum dalam sebuah kitab. Bahkan karena kata 'kitab' itu sendiri yang tak sedikit masih dianggap sakral di kalangan masyarakat. 

Dan setiap manusia memiliki hak yang sama untuk menciptakannya masing-masing. Tapi, dari banyak kitab yang diciptakan, setidaknya kita jadi bisa menemukan jika hanya ada SATU kitab yang 'suci'.

"Ngomong-ngomong tentang suci nih, bagaimana pendapatmu tentang anjing yang dibawa ke masjid itu?"

"Yaelah gitu aja dibahas, kamu tidak sedang halusinasi kan? Atau kamu jangan-jangan kelaparan? Lapar akan kebenaran atau pengakuan?"

"Nanya serius, nih!"

"Anjing ciptaan siapa? Masjid ciptaan siapa? Adakah masjid ciptaan-Nya? Manusia sama anjing tua siapa? Segala kehebohan di jagad media merupakan salah satu akibatnya jika kita mematerikan sebuah masjid, disaat masjid itu sesungguhnya bersemayam di dalam dirimu, dan ketika merasakan itu maka segala ruang di semesta ini dapat kau sulap menjadi tempat peribadatanmu."

"Tapi yang jadi masalah anjing itu kan najis!"

"Kamu itu menghormati ciptaanNya yang lebih tua saja belum bisa, bagaimana mungkin kamu merasakan kasih sayangNya. Jika pun anjung itu tidak diperkenankan masuk ke dalam masjid tersebut oleh Allah, itu akan sangat mudah bagiNya. Bukankah segala sesuatu itu terjadi atas ijin-Nya? Kalau sudah masuk berarti sudah mendapatkan ijin, kan?"

"Betul.. betul, lucu juga yaa.."

"Menggoda manusia yang merasa dirinya sangat agamis itu sangat mudah daripada menggoda orang gila! Jika kelaparan mereka sama ratakan dan dianggap bisa menimbulkan sebuah halusinasi, maka secara tidak langsung dia tidak sadar akan dirinya yang penuh delusi pemikiran atas apa yang dianggapnya benar."

"Lagian daripada menganggapnya berhalunisasi, kan lebih baik kalau langsung diajak ke burjonan."

"Nah, menurutmu hanya masalah perut aja yang bikin kelaparan, liat saja mereka yang mengambil yang bukan haknya, mereka juga tengah kelaparan karena tidak cukup dengan apa yang dimakan. Berita-berita yang katanya hoax itu pun ada juga karena ada yang sedang lapar akan pertikaian dan memenuhi dahaganya atas kekuasaan."

"Lha nek ngelih e ngono kui ya ra mampu nek dewean, klenger aku..Burjonan kui opo paling ya ra ngerti, cuk!"

"Kenapa? kamu takut sendiri? Makanya aku mending berjalan sendiri daripada mesti memberitahumu. Bagaimana kalau aku suka klenger?"

 Katanya sembari menikmati obrolan ketidakjelasan yang menggembirakan.

Lagian, apabila telah mengalami kenyang pun, pada akhirnya rasa lapar itu akan datang kembali. Lapar jualah yang biasanya menjadikan kita takut akan masa depan karena takut tidak bisa makan apa-apa. Padahal kalau mengatasi hal tersebut mudah sekali asal tinggalkan segala rasa gengsi atau tendensi-tendensi yang selalu mengalangi silaturrahmi.

Terlebih jika kamu sadar akan siapa pemilik rumah ini. Yang tidak hanya memberi makanan kepada kita untuk menghilangkan lapar, namun juga mengamankan kita dari ketakutan. Alladzi ath 'ammahum minju'in wa amannahum min khouf. 

Tapi sepertinya kamu perlu melucuti segala pakaian keduniawianmu untuk menyadari hal tersebut. Sebagai tolak ukurnya yaitu ketika ujian datang menyapamu, kau sering mengira itu bencana. Padahal, itu sebongkah permata yang kelak memuliakanmu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun