Mohon tunggu...
Taufan Satyadharma
Taufan Satyadharma Mohon Tunggu... Akuntan - Pencari makna

ABNORMAL | gelandangan

Selanjutnya

Tutup

Kurma Artikel Utama

Kembali Meletakkan Islam di Atas Segala Kepentingan

16 Mei 2019   16:09 Diperbarui: 16 Mei 2019   17:09 1164
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: @caknundotcom

Setelah kemarin acara sinau bareng diadakan di Gedongkuning, kali ini sinau bertolak ke sisi utara dareah Yogyakarta. Lebih tepatnya di Dusun Bimomartani, Ngemplak, Sleman. 

Meski bergeser ke utara, tapi bagi saya perjalanan tetap menuju ke selatan. Sebelumnya saya kira perjalanan akan terasa lebih dekat, tapi ternyata lebih jauh. Walaupun, Tuhan seolah sedang berbaik hati memberikan saya tumpangan khusus pada kesempatan kali ini.

Kami tiba sedikit agak terlambat di lokasi acara, Cak Nun dan Kyai Kanjeng nampak sudah berada di panggung. Sudah menjadi resiko jika siapapun yang datang terlambat meski siap dengan hukumannya masing-masing, kecuali kamu dosen atau pejabat elit yang bebas karena mereka orang pintar dan berkuasa yang pasti banyak dihormati orang. 

Datang terlambat bukan masalah bagi mereka, tempat tetap sudah disediakan. Karena kedatangan mereka pun menjadi salah satu daya tarik untuk mendatangkan masa lebih banyak dalam suatu hajatan/acara. 

Beda mereka, beda juga saya. Terlambat ya terlambat, tinggal pintar cari tempat yang nyaman asal bisa mendengarkan. Saya tidak suka blusukan maju-maju mengganggu kenikmatan dan kenyamanan jamaah lain yang datang lebih awal.

Teman-temanku dengan pedenya juga menempati tempat khusus undangan yang terlihat masih lengang dan nyaman dengan karpet hijaunya. Tapi saya tidak bisa dan tidak tega memposisikan diri saya sendiri sebagai tamu undangan, "mung wong rak penting" pikirku. Akhirnya saya memisahkan diri dan mencari tempat yang nyaman. Sepertinya rerumputan di depan kendaraan KK ini cukup nyaman dan ikhlas untuk aku jadikan alas menikmati acara. Banyak para pedagang alas tempat duduk menawarkan produknya. Sebelum akhirnya Si Pedagang Kecil ini merayuku untuk membeli. Dia berani merayu karena sudah di banyak kesempatan Tuhan mempertemukan kita. Yah meskipun pada akhirnya alas yang aku beli dipakai buat alas tidur dulur lain yang sepertinya sedang capek.

"Islam itu datang menggembirakan, apa saja mesti bisa kita nikmati." ngendikanipun Simbah yang pertama saya dengar di Bimomartani ini.  Seperti semalam di Gedungkuning yang membahas tentang energi Alhamdulillah. 

Salah satunya membahas tentang tombo ati dimana melantunkan 'moco quran sakmanane' tapi tidak sholat. Hal itu ibarat ada badan tanpa kepala, ada badan tanpa kaki dan seterusnya. Kita harus melihatnnya sebagai suatu keseluruhan badan jika ingin menapaki kesatuan Republik Indonesia. Memang, islam yang lebih dikenal sekarang sudah tidak lagi menggembirakan, namun seolah menjadi ancaman terhadap ketertiban dan kerukunan antarumat di daerah kita sendiri.

Sinau bareng kali ini merupakan pagelaran ke-4067 bagi CNKK sekaligus salah satu bentuk syukuran ulang tahun Desa Bimomartani ke-63 dengan tema 'Nyawiji Mencari Ridho Allah'. 

Bu Lurah menyampaikan bahwa Mas Syaiful, seorang pemuda daerah yang sukses sebagai pengusaha Cacao menjadi salah satu pelopor acara sinau bareng malam ini. Acara ini bukan pertama kalinya diselenggarakan di tempat ini sebelum beberapa tahun lalu juga pernah mengadakan acara yang serupa. Selain Bu Lurah, Bu Camat dan para wakil dari pihak keamanan pun ikut membersamai Cak Nun di atas panggung.

Kembali Simbah memberikan tanggapan dari apa yang disampaikan oleh Bu Lurah. "Kekayaan itu ketika bisa bermanfaat buat kemakmuran orang banyak bukan untuk dinikmati sendiri." Dengan harapan apa yang dilakukan Mas Syaiful mampu berimbas kepada kesejahteraan masyarakat, khususnya di Desa ini. Dari sudut ini saya ingin menyampaaikan beberapa kesan tentang mengapa saya lebih suka mengikuti acara sinau bareng tidak sedekat mungkin dengan panggung meskipun datang paling awal. Karena dari kejauhan, kita bisa lebih banyak menangkap suasana. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun