Mohon tunggu...
Taufan Satyadharma
Taufan Satyadharma Mohon Tunggu... Akuntan - Pencari makna

ABNORMAL | gelandangan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kesadaran untuk Kembali Pulang!

1 April 2019   11:54 Diperbarui: 1 April 2019   11:57 66
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ketika menulis essai ini, musibah kembali menimpa negeri ini. Sebuah Gelombang pasang yang terjadi di Selat Sunda, daerah pesisir jawa ujung Barat dan Sumetera ujung selatan menjadi lokasi yang paling parah imbasnya. 

Tak kurang sampai hari Senin pagi, 24 Desember 2018 ini sudah tercatat 223 meninggal dunia, dan masih banyak yang hilang dan belum diketemukan. 

Sebuah cerita duka sekali lagi menghiasi lembar kelam di negeri ini. Doa kami selalu mengiringi saudara-saudara yang terkena dampak. Semoga keluarga korban diberi keikhlasan dan kesabaran, sementara yang hilang segera diketemukan dalam kondisi sebaik-baiknya. Amiin. Al-Fatihah.

Kondisi ini tidak seharusnya dikait-kaitkan dengan azab. Terutama bagi mereka yang paling merasa mengerti dan memahami rahasia alam semesta. Tidak seharusnya kalian mengatakan hal tersebut disaat mereka semua sedang mengalami kesedihan. 

Allah Yang Maha Penyanyang malah mereka artikan sebagai kemurkaan Allah disaat mereka membutuhkan sebuah kegembiraan. Tidak bisakah sedikit saja kalian menahan diri untuk tidak mengungkapkan kenyataan tertentu? Sebenar apapun itu.

Ilmu itu berdiri sendiri, mandeg disaat kamu menemukan kebenaran versimu. Tafsir-tafsir kitabmu itu pun sudah versinya banyak orang. Bahkan dengan angkuhnya kalian bilang bahwa versimu belum diurai semua, kalau diungkap semua nanti tambah ngelu. 

Di depan grup/kelompok yang mengemban kegembiraan sebagai output utama kebersamaannya, bukankah hal seperti itu seperti salah jalan kalau justru yang dibagi adalah kecemasan? 

Bukan menenangkan, atau mencerahkan kembali cahaya yang mulai redup, justru malah semakin meredupkan dengan kata kebenarannya yang seolah penuh dengan kebijaksanaan. Apa maksudnya? Karena warna cat di rambutnya tidak pula mengiyakan perkataannya. Seakan enggan tuk senada.

Owh, katanya kan dia sering berkomunikasi dengan bangsa jin atau bahkan mungkin manusia langit. Celaka nih! Katanya akan ada 3950 titik bencana lagi dengan frekuensi dan jarak tertentu. 

Bagiku, hal tersebut menggembirakan. Gembira karena mungkin hanya 3950 titik tersebut bukan jutaan atau milyaran, dimana titik Tuhan akan bermesraan denganku? 

Jika memang rindu kepada Tuhan kenapa mesti takut akan kasih sayangNya. Bukankah musibah atau kematian itu pun karena Allah ingin kita kembali. Entah itu kembali hanya sekedar mengingat atau kembali ke alam yang lain.

Rasulullah pun berpesan jika nasihat terbaik adalah mengingat mati. Walaupun kata mati kalau hanya di implikasikan dalan standar literasi, efeknya semua akan mengalami ketakutan akan apa yang disebut mati. 

Tapi, Allah sendiri pun menyatakan bahwa jangan pernah mengira orang yang gugur di jalan Allah itu benar-benar mati, bahkan dia hidup tapi kamu tidak menyadarinya. Lalu dengan keluasan sastranya, kekasih-Nya menegaskan kembali,"matilah sebelum engkau mati."

Jika dilihat dari beberapa pernyataan diatas kita bisa melihat banyak sekali makna tentang kematian. Mengapa Rasulullah mengatakan mengingat mati itu adalah nasihat terbaik pun ketika masih hidup tentu ada maksud dan tujuannya. Karena pasti apa yang diperintah Rasulullah lebih berat daripada perintah Allah. 

Apa yang sunnah lebih berat dilakukan daripada kewajiban. Manusia masih terjebak dalam ketakutan akan hukum yang sengaja diciptakan agar berbuat baik. 

Padahal kalau kita jeli sedikit, apa yang terkandung dalam sunnah selalu bernilai lebih besar daripada kewajiban. Jadi mengingat mati pun akan sulit untuk diterapkan dalam nafsu kebenaran untuk mengutarakan kematian atau bencana itu sendiri. Itu azab?

Pendidikan kita memang mengatur suasana yang mewajibkan atas dasar sebuah aturan. Bukan insiatif untuk lebih memahami jika selalu terselip kasih sayang di setiap gerak dan laku yang menumbuhkan. 

Mati sebelum mati hanya bisa di implikasikan ketika manusia telah candu dalam kerinduan. Sudah tidak memperdulikan benar-salah, sendiri-kolektif, persetujuan-pertentangan, iman-kafir. 

Dia hanya melihat setiap gerak adalah cahaya kasih sayang Tuhan. Baginya, raga telah mati. Ia tumbuh dan bergerak mengikuti cahaya, layaknya tumbuhan.

Tidak ada kepentingan apapun kepada diri yang sudah mati atau selesai. Jika ada yang melihat sebagai suatu azab yang dikaitkan dengan Ar-Ruum 41. Dan jelas sangat beda antara yarji'uun dan roji'uun. 

Konteks subjek yang mengatakan sudah berbeda. Antara sebuah panggilan dan sebuah pernyataan. Yarji'uun terejawantahkan salah satunya melalui bencana alam. 

Seakan Tuhan mengutus semesta dan malaikat Israfil untuk memanggil yang dikehendaki dengan sangkakalanya. Semoga semua disegerakan sadar untuk membalas kasih sayang-Nya yang teramat besar sedari sekarang. Tuhan Maha Penyanyang bukan Maha Penghukum. Jika terasa ada hukuman, itu semata-mata demi kebaikan kita juga.

24 Desember 2018

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun