Mohon tunggu...
Taufan Satyadharma
Taufan Satyadharma Mohon Tunggu... Akuntan - Pencari makna

ABNORMAL | gelandangan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Bangunkan, Muntazhirrun!

28 Maret 2019   12:10 Diperbarui: 28 Maret 2019   12:31 6
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
thekittycat.fandom.com

Langit pun nampak cerah pada malam hari ini. Membuka asa setelah beberapa hari ini hujan mengguyur seolah ingin bercumbu pada semesta. Ketika riuh manusia negeri ini sedang berpesta pora menikmati hagemoni 'pesta rakyat' yang meriah. Dengan hoax-nya, saling menggunjingnya, saling unjuk rasa kebenarannya. Sangat asik.Salah satu kepastian ketika kita hidup adalah mati. Semenjak kita merasa hidup hanya ada satu alasan, yaitu menunggu kematian. Namun, menunggu itu adalah suatu proses pembelajaran.

Kebanyakan manusia sekarang setuju kalau salah satu hal yang membosankan adalah menunggu. Tapi,untung saja pada zaman ini, manusia telah ditemani bahkan disibukkan dengan gadget pintar. Sehingga banyak waktu menunggu dihabiskan hanya untuk memegang gadget tersebut. Bahkan, fenomena ketika nongkrong bersama, gadget tersebut telah mengambil peran utama menyingkirkan teman nongkrong kita untuk diajak ngobrol secara langsung.

Lantas, bagaimana mengubah mindset menunggu itu sendiri menjadi suatu proses yang tidak menjenuhkan? Bukan hanya sebatas kita menunggu seseorang, namun melewati batas pemikiran yang sejatinya kita hanya menunggu kematian? Bagaimana menumbuhkan kesadaran bahwa segala tingkah laku yang sering kita anggap suatu perencanaan menuju kesuksesan pada dasarnya hanyalah menunggu mati? Apakah nantinya hidup juga akan menjadi kebosanan? Jika seluruh nikmat akan kesenangan dan kesusahan, bukankah tak lebih hanya seperti siklus yang terus berputar?

Jangan sampai kita hanya seperti hewan ternak yang tidak tahu apapun. Dibiarkan menunggu dan tumbuh begitu saja. Menunggu waktu untuk suatu saat dipenggal demi memuaskan kelaparan-kelaparan makhluk lain. Dalam penjelajahan siang dan malam, di dalam laku benar maupun salah, di rumah tinggal yang diberikan dengan penuh hingar bingar ini. Lantas, akankah kita biarkan menunggu ini hanya berlalu dengan penuh kebosanan?

Kalau memang hanya kematian yang kita tunggu dalam kehidupan ini, kita mesti memiliki sangu atau bekal yang pas untuk melaluinya. Kalau memang kita memandang meteri sebagai sesuatu yang dapat menghibur, bisakah --ketika pertemuan dengan kematian itu terjadi-- segala materi tersebut bisa menjadi bekal pada kelahiran berikutnya? Tidak! Berarti bukan materi yang bisa menjadi bekal.

Untuk menghadapi siklus rasa yang terus berputar ini, kita hanya bisa mengarunginya dengan rasa kangen. Yang menumbuhkan cinta ketika mengalami proses kehidupan ini. Cinta kepada apa? Yang menciptakan kehidupan dan kematian itu sendiri.

Apa yang kita anggap kehidupan sebenarnya adalah menunggu. Tinggal bagaimana kita mengejawantahkan cipratan cintaNya ke segala laku kita dalam penantian tersebut. Akankah kita sia-siakan waktu menunggu yang hanya sebentar ini?  Kita mesti memiliki akal yang bisa kita pakai untuk berinisiatif meneruskan cinta menjadi Rahmat bagi setiap apa yang kita jumpai dalam kehidupan. Dia meliputi segalanya. Tak ada satupun yang luput dari pengawasannya.

"Maka berpalinglah engkau dari mereka dan tunggulah, seseungguhnya mereka (juga) menunggu." (32:30)

Tapi sudahlah, biarlah mereka menjalani kehidupannya masing-masing. Selebihnya kita hanya bisa mengendalikan prasangka kita akan kehebatan-kehebatan mereka yang mereka klaim sebagai hasil tindakannya, padahal segala rencana ide dan gerak mereka, tak lepas dari campur tangan Tuhan juga.

Kalau sudah begitu, masih bisakah kamu membenci,memaki, bahkan mencerca keburukan? Kita hanya disuruh menunggu,tapi rewalnya minta ampun. Tuhan, ampunilah kami-kami ini yang mereka anggap dungu bahkan kafir!

Kita sering dipaksa menunggu jawaban-jawaban akan cinta kita kepada sesuatu karena hasrat kita untuk memiliki sesuatu yang kita cintai. Tapi, Tuhan pun terkadang Maha Pencemburu. Dia akan mengambil segala sesuatu yang kita cintai melebihi cinta kita kepadaNya. Tidakkah kalian merasakan hal tersebut? Kita mengabdi pun kebanyakan bukan karena ketulusan, melainkan ada transaksi kepada Tuhan dengan memohon balasan kebaikan kepada kita. Baik itu kesuksesan atau bahkan meminta surga.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun