Mohon tunggu...
Taufan Satyadharma
Taufan Satyadharma Mohon Tunggu... Akuntan - Pencari makna

ABNORMAL | gelandangan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Esai | Motivasi Kepasrahan

21 Maret 2019   14:24 Diperbarui: 21 Maret 2019   15:02 16
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hidup itu kalau bisa senang, jangan sampai hidup itu susah. Senang itu, ya harus punya sesuatu yang membuatnya senang, entah itu karna sesuatu barang atau bisa juga senangnya karena bisa mengunjungi suatu tempat. Hidup itu kenyang, jangan sampai kelaparan, nanti badanmu bisa kurus, kelihatan kurang gizi, atau terlihat tidak sehat.

            Hidup juga kalau bisa yang enak, seperti Si Anu yang bisa apa aja, punya apa saja. Tak seperti 'anu' yang lain, gak bisa apa-apa, gak punya apa-apa, mau makan enak aja mikir. Hidup itu juga cari perhatian walaupun sudah punya pasangan, biar kayak Si Anu lagi yang fotonya bagus-bagus di sosial medianya, pun banyak yang ngasih 'like'.

            Biar seperti Si Anu yang enak, saya harus memiliki motivasi, semangat untuk mencapai apa yang Si Anu capai. Jangan klentrak-klentruk seperti Si Anu yang gak punya semangat apa-apa dalam menjalani hidupnya. Ya pokoknya gitu lah, biasanya tiap orang mempunyai tokoh yang menjadi panutannya, yang menjadikan karakteristik atau pemikiran orang itu hampir sama seperti tokoh idolanya. Akan tetapi kebanyakan gagal.

            Kenapa gagal? Si Anu yang pingin menjadi Si Anu, atau Si Anu mempunyai tokoh idola, terus merubah penampilan dan pemikirannya seperti idolanya. Akan tetapi gagal pula. Padahal sudah banyak Si Anu rangkum berbagai macam motivasi untuk mewujudkan impiannya tersebut. Karena kita hakikatnya dari alam ruh sudah mempunyai takdir dan peran sendiri ketika menjalani sebuah kehidupan yang sejenak di dunia ini.

            Anu ingin menjadi seperti Brad Pitt, yang bisa memikat banyak wanita dengan aktingnya. Atau seperti Cristiano Ronaldo, yang jago menggocek bola melewati lawan, apalagi kalo cuma hati seorang perempuan. Atau ingin seperti Alm. Bapak Soekarno yang revolusioner, yang dapat mengubah bangsa ini, atau seperti Alm. Bapak Gus Dur, yang bukan hanya seorang pemimpin negara tapi juga seorang yang ahli agama.

            Boleh-boleh saja kita mengidolakan seseorang untuk dapat dijadikan sebuah panutan, atau meminjam cakrawala pemikiran tokoh idola kita dalam mengarungi hamparan padang pasir kehidupan ini. Tapi jangan terlalu taqlid, kita juga mesti sadar diri siapa sebenarnya kita. Kita itu mau apa? Buat apa? Untuk Siapa? Mau ngapain kita disini? Kenapa sih rambutku selalu memutih lagi? Mengapa sekarang aku tak kuat lagi mengangkat beban itu?

            Kita selalu memotivasi diri kita untuk mencapai sesuatu ujung tertentu, yang celakanya ujung tersebut hanyalah sebuah kefanaan, sebuah tipu daya, yang memang dibuat sedemikian rupa agar kita lupa, karena ujung kefanaan itu hanya sebuah main-main belaka. Disaat kita banyak sekali beribadah, berdoa untuk mencapai ujung fana tersebut. Dan Tuhan selalu kasih itu semua, bahkan yang lebih baik dan diluar ekspektasi.

            Sekali lagi itu hak saudara-saudara sekalian, akan tetapi sangkaan saya hanya akan 'mengkhawatirkan' tentang sesuatu. Sesuatu yang secara tidak sadar akan kalian bangun sendiri kalau ujung yang dituju hanya sebatas itu. Kalian tidak akan bebas memeluk orang lain, kalian akan membatasi pelukan kalian atas cinta yang ada di dunia ini. Apalagi kalau ujung itu kalian percaya karena ketekunan kalian dalam beribadah.

            Itu lebih mengerikan!

            Hemat saya hanya akan membahas itu pada lain kesempatan. Jangan jadikan ibadahmu hanya untuk mencapai ujung kefanaan. Jangan terlalu sering memotivasi diri sendiri dengan bualan  yang justru akan mencelakakanmu.

            Kenapa memotivasi itu bikin celaka? Apa salahnya memotivasi diri sendiri agar lebih semangat dalam menjalani hidup? Karena kebanyakan motivasi hanya ingin menunjukkan diri kita, suatu pembelaan akan keterpurukan yang sedang terjadi pada diri kita. Kenapa kamu ingin diakui sehingga ingin terlihat di antara yang lain? Siapa bilang kamu sedang terpuruk atau gagal? Kenapa kamu butuh pembelaan atas keadaanmu? Walaupun Tuhan setiap saat selalu membelamu, entah itu baik apa buruk. Yang buruk pun terkadang menjadi benar kalau sudah terjadi lantaran mendamatkan hikmah. Karena tidak ada suatu kejadian kecil apapun yang terjadi tanpa ijin Tuhan.

            Lalu apa gunanya motivasi kalau kita hanya sedang disadarkan untuk tahu diri, agar kita lebih mengenal siapa diri kita. Terkadang motivasi itu sendiri bisa menjadi hijab bagi kita dari pandangan kita untuk melihat diri sendiri. Karena disaat kita memerlukan motivasi, biasanya terjadi karena kita sedang galau atau sedang mengalami suatu keadaan yang tidak sesuai dengan harapan kita.

            Disaat itu, motivasi biasanya berfungsi sebagai penyemangat untuk lebih memacu diri kita ke arah yang lebih baik. Terdapat banyak lajur motivasi, entah itu cinta, pekerjaan, lomba, belajar, bahkan  saat makan pun kita biasanya butuh motivasi karena mungkin terlalu galau. Kita hanya perlu mencari penyebab atas apa yang sedang menimpa kita, bukan malah terus mencari jalan setelah itu. Capek sendiri nanti karena kita tidak pernah tau apa yang akan terjadi di masa depan (bahkan beberapa detik).

            Capek karena tidak adanya kesesuaian harapan atas motivasi yang selalu diterapkan, kita kadang tidak hanya menyuplai satu kata motivasi, tapi banyak. Kalau perlu kita juga nge-share di media sosial biar kelihatan "sok tegar". Oke, kita butuh pemacu atau dopping, tapi bukankah kalau kebanyakan kita bisa nggliyer?

            Kenapa motivasi bisa saja disebut pembelaan kepada diri sendiri? Karena kita terlalu angkuh untuk mengakui kesalahan kita, dan kita lebih banyak menyalahkan apa yang terjadi di luar diri kita, bisa itu keadaan atau mungkin orang lain. Kita jarang bisa menerima kenyataan pada diri sendiri, apalagi mengakui kalau kita salah. Seolah-olah ilmu yang didapat hanya membutakanmu pada hakikat siapa kamu sebenarnya. Karena motivasi hanya sebuah cara pelarianmu dari kenyataan.

            Kita hanya perlu melihat pada diri kita sendiri ketika kita melihat ketidaksesuaian keadaan dengan harapan kita. Kenapa bisa seperti ini? Kenapa jadinya malah seperti ini? Kenapa harus putus? Kenapa harus bisa bangun pagi? Kenapa saya masih saja selalu tidak bisa jauh dari handphone? Kenapa saya tidak diterima, sedangkan dia diterima? Kenapa dia bisa punya segalanya, sedangkan aku tidak? Kenapa dia beli merk yang bagus, sedang aku merk pasaran? Kenapa dia bisa melancong kemana-mana, sedang aku waktu untuk pergi tidak punya, bahkan uang pun mepet terus?Ya Allah bagaimana ini!

            Sadar tidak sadar kita selalu menomorduakan Allah. Kita selalu lebih mementingkan diri kita daripada Allah. Bahkan, masih bisa-bisanya memotivasi diri di depan Allah dengan tujuan duniamu yang lebih baik. Bagaimana perasaan Tuhanmu? Padahal Dia selalu kasih yang terbaik buat kamu. Kapanpun, dimanapun, sedang apapun, berapa kasih sayang yang selalu Dia berikan. Dia jaga kamu, Dia sadarkan kamu, Dia beri kamu pasangan. Tuhan pasti terlibat dalam semua itu!

            Untung saja Tuhanmu itu terbaik, selalu mengerti keadaanmu, tanpa pamrih apapun. Gak pernah itungan. Karena ketika dikasih peringatan sedikit, udah deh langsung auto mewek-mewek, ngringik. Media sosial jadi pelampiasan. Padahal itu semua pasti demi kebaikanmu, karena jika kamu bisa mengatakan kesusahan, kegagalan, keburukan, kemunduran itu semua karena keadaan yang sudah terjadi. Kalau belum terjadi apakah kamu bisa memastikan jika itu suatu kegagalan, keburukan, kemunafikan, dan segala keburukan yang lain? Bukan kah dari itu pula akhirnya kita belajar keberhasilan, kebaikan, kejujuran?

Bukankah boleh jadi kamu tidak menyenangi sesuatu, padahal itu baik bagimu, dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu , padahal itu buruk bagimu. Tuhan mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.

            Jadi jangan sok tahu tentang apapun, apalagi nge-judge sesuatu buruk. Lebih baik kita bisa memperbanyak muhasabah diri. Kita tidak pernah sampai ke tingkat makrifat, jika kita masih menyimpan keinginan ataupun syahwat. Dan masih panjang lagi. Muhabbah, fana', mukasyafah, dan mungkin masih wahdatul wujud. Toh, semua itu tak lebih dari sekedar ahwal yang butuh level istiqomah yang berbeda pula di setiap tempatnya.

            Intinya kita hanya perlu menjadi "sepasrah-pasrahnya" manusia aja, dalam artian tidak terlalu mengeluh. Tanpa pernah ada merasa kekhawatiran kalau segala sesuatu yang terjadi sudap pasti merupakan bagian rencana Tuhan, dan itu pasti baik. PASTI. Dan motivasi yang diperlukan hanya satu dan bisa di terapkan ke segala keadaan adalah. Jangan kau jadikan segala sesuatu sebagai sandaran kecuali Allah Subhana waa Ta'alaa.

            Hanya perlu banyak-banyak membaca dan jangan pernah berhenti berusaha. Faidza faraghta fanshab. Wa illa rabbika farghab. Dan jangan sampai kita kehilangan nikmat atas segala sesuatu yang kita kerjakan. Semoga.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun