Mohon tunggu...
Taufan Satyadharma
Taufan Satyadharma Mohon Tunggu... Akuntan - Pencari makna

ABNORMAL | gelandangan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Mantra Dusun Wayuhrejo

20 Maret 2019   11:42 Diperbarui: 20 Maret 2019   11:56 44
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Jodhokemil dan Warga (Dokpri)

Malam ini langit terlihat murung dengan rona keabu-abuannya, gelapnya enggan untuk memperlihatkan keelokan pesona malamnya. Menyembunyikan para bintang dan bulan pertanda mungkin segera akan turun rintihan air. Tapi, semangat para penduduk Wahyurejo dan Jodhokemil untuk silaturrahmi sembari sinau bareng setidaknya menahan rintihan itu, seolah enggan merusak kemesraan acara malam ini.

Sebuah acara sinau bareng yang diprakarsai oleh OSKAR -begitu para pemuda Dusun Wayuhrejo memberi nama kepada kelompoknya- menjadi puncak yang berarti penutup rangkaian kegiatan Maulid di Dusun tersebut. Para warga sedikit demi sedikit mulai mendatangi tempat kegiatan akan berlangsung. 

Dari yang udah sepuh sampai anak-anak. Dari yang berjalan kaki atau menunggang kuda besi dengan gagahnya, yang kebetulan salah satunya ikut mbarengi saya karena sama sekali saya belum pernah mendatangi Dusun tersebut. Kursi yang disediakan panitia pun nampak sudah terisi semua. 

Di saat itu, dengan penuh kesadaran yang muda mulai memberikan kursi kepada yang tua lenggah, yang putra pun mempersilahkan yang putri untuk memberinya tempat duduk. Walaupun beberapa diantaranya saya melihat ada selipan modus di antara para muda-mudi yang saling berbagi tempat duduk itu. Fenomena Jodhokemil itu sendiri pun menarik pengunjung dari luar Dusun Wayuhrejo untuk ikut sinau bareng.

Tema sinau bareng sendiri pada malam hari itu adalah Wayuhrejo satu menuju kemandirian. Setidaknya salah satu suasana di gate masuk acara sudah mencerminkan bentuk dari kemandiarian para warga Dusun Wahyurejo. Dengan hidangan cemilan beserta teman minumnya yang disajikan di tempat masuk acara. Dari pintu keberangkatan itulah saya menyadari kalau warga Dusun Wahyurejo siap berangkat untuk menelusuri cakrawala kemandian seperti apa dan bagaimana yang akan dicari dan diulas bersama pada malam itu.

Jodhokemil mulai mengisi panggung sekitar pukul 8 malam langsung dengan satu nomor lagu yang dibawakan yang menjadi pertanda acara sudah dimulai. "Kalau Panjenengan tidak menghibur kami, mohon ijinkan kami disini menghibur. Dan kalau pada akhirnya kami disini menghibur, kami sangat terhibur." 

Tutur Mas Sigit, Vokalis Jodhokemil sekaligus pemimpin dari grup musik tersebut. "Pokoknya disini kita harus saling menghibur." Lanjutnya. Sebuah rumusan cara pandang sederhana yang membutuhkan sikap legowo dari yang mengundang dan diundang, serta sikap kemandirian untuk berinisiatif saling membahagiakan pihak lain. Walaupun akhirnya semua itu tercermin pada bentuk apresiasi yang diberikan.

Sebelum melanjutkan ke nomor lagu berikutnya, Jodhokemil kembali menyampaikan bahwa pertemuan ini bisa terjadi tentunya dikarenakan dipertemukan oleh Gusti Allah. Jadi sebagaimana kita merencanakan sebuah pertemuan seperti apapun, jika Gusti Allah tidak mengijinkan pertemuan tersebut, maka akan sangat mustahil kita semua dapat mengalami sebuah pertemuan. 

Dengan siapapun dan dimanapun.  Pertemuan itu pun terjadi tidak harus mempunyai syarat mengenal. Karena perkenalan itu bisa terjadi karena ketidaktahuan aku atau karena sedang berada di tempat yang baru. Jadi, acara di Wahyurejo ini juga bisa bermaka pertemuan sekaligus perkenalan antara Jodhokemil dan warga dusun Wahyurejo.

Jodhokemil sendiri memiliki pandangan bahwa tujuan dari bermusik itu sendiri sebagai alat srawung kepada masyarakat. Harapan utama dari Jodhokemil pada malam itu adalah warga bisa mengenal Durgo Kolo atau penyakit-penyakit yang ada di dalam hati kita. Durgo Kolo disini sangat relevan dengan makna ketidakadilan atau ketidakharmonisan. Sehingga, salah satu lagu berjudul "Durgo Kolo Sumingkir" mengandung arti semoga segala penyakit hati yang ada di setiap penduduk di setiap Dusun Wayuhrejo ini bisa sumingkir atau pergi meninggalkan daerah ini.

Tak terasa malam pun berlalu semakin larut dalam hangatnya kebersamaan untuk saling menghibur. Sesekali para perwakilan warga juga diajak untuk berkontribusi langsung naik ke panggung untuk berkolaborasi menghibur dan mempelajari bersama tema pada malam hari itu. Seperti menelisik arti nama Wayuhrejo, dimana salah seorang warga membeberkan nama tersebut berasal dari kata 'wayuh' yang berarti dobel dan kata 'rejo' yang berarti makmur. Sehingga, Wayuhrejo memiliki makna kemakmuran yang berlipat bagi warga Dusun tersebut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun