Mohon tunggu...
Taufan Satyadharma
Taufan Satyadharma Mohon Tunggu... Akuntan - Pencari makna

ABNORMAL | gelandangan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Essai |Te(r)or!

16 Maret 2019   11:31 Diperbarui: 16 Maret 2019   11:42 8
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Aksi  teroris sedang booming di media sosial akibat ulah seorang manusia yang kurang perhatian sedang berusaha memikat perhatian dengan melakukan penembakan kepada para jamaah Masjid. Setidaknya 40 manusia lain menjadi korban atas ulah caper seorang yang kurang perhatian. Bisa jadi kurang perhatian atau malah candu oerhatian, hingga ia menyempatkan diri untuk mempersiapkan aksinya agar bisa tayang secara live di akun FB milik pribadinya.

Kenapa kita mesti mendoakan setelah terjadi kematian? Mengapa kita mesti mengetik hastag 'prayfor' setelah terjadi bencana atau musibah tertentu. Tidak adakah inisiatif dari kita untuk peka terhadap gejala-gejala akibat ulah manusia itu sendiri? Atau memang manusia sengaja diciptakan untuk mengutuk tindakan-tindakan pembunuhan? Lalu bagaimana dengan Nabi Khidir as. yang dengan sengaja membunuh anak kecil. Sekelas Nabi Musa  as pun dibikin geram. Apalagi kita yang sok pede dengan ilmu yang tersemat pada pribadi kita.

Kita baru berada pada lingkup ta'lim ketika mengetahui informasi tersebut. Dari sebelumnya belum tahu menjadi tahu. Ini baru sekedar sebuah gambaran visual mengenai tragedi yang terjadi. Tapi, sampai sini kita langsung menganalisis berbagai sangkaan berdasarkan labirin ilmu yang kita pribadi miliki. Disaat kita memakai cara pandang yang masih sangat jauh dari kebenaran, karena masih dalam tahap ta'lim tadi. Namun, begitulah adanya. Dari visualisasi tadi kita temukan beberapa fakta, 5w 1h setidaknya didapatkan.

Dari ta'lim tersebut apakah kita mampu untuk men-tafhim-i keadaan. Tentu tidak! Apapun spekulasi kita terhadap kejadian tersebut, tidak lebih hanya sebatas prasangka. Belum lagi ketika kita naik lagi ke ruang ta'rif, lalu ke ta'mil dan memuncak di takhlis. 

Apakah kita benar-benar mampu untuk melahap segala ruang proses ta'dhib tersebut untuk benar-benar bisa memaknai apa yang sebenarnya terjadi? Sengaja pengorek-orek ini menambahkan setidaknya 4 paragraf ini untuk menjadi pembuka atas apa sih, kenapa malah jadi te(r)or goreng?

Ketika kehendak mengajak menulis essay ini, Negara ini sedang berduka karena serangkaian aksi terorisme. Yang menurut andil saya hal ini sangat berkaitan dengan aksi jihad yang mereka lakukan. Diawali kerusuhan di mako brimob, memicu aksi selanjutnya di 3 gereja di Surabaya. Berlanjut di Polrestabes Surabaya keesokan harinya.

Aksi teror di mako brimob seperti bukan para manusia lagi yang melakukannya, karena korban harus kehilangan nyawa secara tidak manusiawi. Sementara serangan 3 gereja di Surabaya nyatanya dilakukan oleh sebuah keluarga, anak yang berusia balita pun ikut dalam aksi bom bunuh diri di gereja-gereja itu. Apa yang menjadi dasar mereka melakukan aksi-aksi teror seperti itu? Apa sebabnya? Adakah manfaatnya?

Kehendak untuk menulis ini seakan-akan tak lebih hanya untuk mengajak mari kita berfikir bersama. Menemukan apa yang tidak sesuai sehingga terjadi hal-hal seperti itu di negeri ini. Haruskah nyawa menjadi taruhannya untuk menyelesaikan sebuah masalah?

Terorisme?

Setidaknya kita faham terlebih dahulu mengenai terorisme karena tidak mudah untuk dapat mendefinisikan terorisme yang dapat dipahami bersama-sama. Kesubjektivisan kita dalam memandang aksi teror akan saling berbenturan dalam menyepakati arti tentang terorisme. Tapi, secara umum kita dapat memahami terorisme sebagai suatu tindakan yang bertujuan untuk memecah perdamaian, menimbulkan konflik atau gejolak atas dasar pemikiran/perspektif mengenai arti kebenaran.

Para pelaku teror ini sering disebut separatis untuk mereka yang anti pemerintah. Biasa disebut mujahid untuk mereka yang melakukan teror atas dasar agama. Terorisme tentu saja berbeda dengan peperangan yang segala aspeknya jelas. Terorisme lebih condong ke arah psywar, mereka tidak akan berani menunjukkan jati diri mereka seperti sebuah peperangan. Terorisme juga tidak mengenal waktu dan tempat, sehingga bisa terjadi kapan saja dan dimana saja.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun