Mohon tunggu...
Taufan Satyadharma
Taufan Satyadharma Mohon Tunggu... Akuntan - Pencari makna

ABNORMAL | gelandangan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Pak, Nanti Malam Bolos Saja, Yuk!

17 Januari 2019   10:07 Diperbarui: 17 Januari 2019   12:41 71
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Apakah semua masih memikirkan tentang segala kebenaran tentang pendapatnya, baik secara individu ataupun sebagai kelompok? Masing-masing agama yang kita cintai pun selama ini mengajarkan tentang kasih sayang dan kedamaian. Tapi entah kenapa, agama mendadak seperti sesuatu yang ditakuti atau bahkan 'njelei' karena hanya menggambarkan kekerasan. Bahkan telah menjadi dogma antagonis di bagian bumi sebelah barat.

Entah dari mana datangnya ketimpangan gejala struktural yang mengatasnamakan agama tertentu dengan tindakan agresif dan keanarkisannya. Entah yang menjadi penyebab apakah ketidakseimbangan atas segala yang terjadi pada dirinya, baik dari segi ekonomi maupun sosial. Kemiskinan atau keterasingan dirinya dari lingkungan sosial. Atau segala keadaan yang menjadikan dia terpuruk, lalu tiba-tiba datang sebuah ayat yang merubah pandangan hidupnya.

Tentu hal itu menjadi suatu keadaan yang luar biasa, hal itu baik dan saya yakin sangat baik. Karena hal tersebut merupakan salah satu bentuk pertolongan Tuhan kepada kita. Pijakan setelah melalui fase tersebut adalah tahap yang sangat penting. Bagaimana kita memandang ilmu? Akankah kita amalkan? Atau kita akan mabuk oleh ilmu itu sendiri. Karena ilmu bisa menjadi bumerang apabila ia diamalkan dengan gairah, seolah apa yang ia kabarkan adalah benar. Tanpa memperdulikan kanan kiri, atas bawah. Terjang, tabrak, bahkan kalau perlu tumpahkan darah bagi yang tidak sependapat.

Jika balasan yang kita lakukan atas suatu pertolongan adalah dengan membela aksi agama, itu agak rancu. Agama tidak akan berkurang atau bertambah, kita yang membutuhkan pembelaan agama dan akan selalu seperti itu. Tuhan tidak perlu pembelaan atas ciptaan(agama) yang telah disempurnakan. Tuhan itu Maha Besar, Maha Perkasa, Maha Segala-galanya. Kita tidak usah membela dengan emosi, apalagi sampai menyakiti ciptaan Tuhan(manusia) yang lain.

Memang kamu sudah benar? Bukankah kalau kita menyakiti manusia yang dikasihi Tuhan itu akan lebih celaka bagi diri kita sendiri? Tidak perlu kita menumpang nama agama agar dapat berkuasa dengan cara menaklukan. Biarlah semua berjalan karena kebenaran hanya berasal dari Tuhan. Kita hanya bisa meraba tanpa pernah tau maksud dari segala kejadian. Bukankah yang buruk bagi kita bisa jadi adalah sesuatu yang baik bagi Tuhan?

Bahkan sampai kiamat pun mereka akan selalu memperdebatkan kebenaran, saling menunjukkan kepintaran di hadapan Tuhan. Tuhan menyampaikan salam kepada kekasihNya, berusaha menghibur ia yang sedang menangisi perdebatan itu. Tsumma innakum yawmal qiyamati inda rabbikum takhtashimun. Kemudian sesungguhnya kamu pada hari kiamat akan berbantah-bantahan di hadapan Tuhanmu. (QS. 39:31)

Silahkan semua berdebat dengan segala atribut kebenaran yang disandangnya. Saya sudah jenuh disuruh berdebat sewaktu kuliah, kemudian saya lebih memilih absen. Perdebatan sudah terbentuk sedemikian rupa sehingga itu menjadi sebuah tolak ukur untuk mendapatkan kepuasan bukan estestika sebuah nilai. Yang sayangnya perdebatan itu tidak bertujuan untuk mencintai, tapi sebuah ajang pembuktian. Perdebatan itu tidak dilandasi dengan kerinduan untuk bertatap muka, akan tetapi untuk saling menjatuhkan.

Pada pertemuan berikutnya saya membolos. Karena saya hanya orang kalah dan salah. Saya mengalah untuk sebuah nilai, walaupun itu merugikan saya,sedangkan bagi dosen tentunya tidak akan merugi karena hanya menjalankan jobdesk-nya sebagai pengajar. Saya selalu memandang mereka sebagai orang tua yang tak kenal lelah bekerja demi menafkahi orang yang disayangi.

Setidaknya dengan mundurnya saya dari perdebatan akan membantu memperbesar peluang bagi mereka yang mendambakan kepuasan dan kemenangan. Apalagi dalam nuansa pemilihan calon pemimpin dengan tagline 'DEBAT' serasa hanya semakin menjelaskan tujuannya. Bukan mencerdaskan, tapi mencumpetkan pikiran. Bukan untuk saling mengakrabkan, tapi menambah dalam jurang kebencian yang selama ini tercipta. Bukannya mempererat persatuan, tapi lebih memilih perpecahan. Yang kebodohan ini entah kenapa selalu saja terulang setiap lima tahun sekali.

Namun, semua itu juga tidak berpengaruh sama sekali bagi manusia seperti saya yang suka membolos. Apalagi hanya demi sebuah perdebatan yang diawali dengan sebuah presentasi, lalu akhirnya hanya untuk menentukan siapa yang menang atau kalah. Apakah ada Bapak Terhormat Calon Presiden yang mau saya ajak bolos nanti malam? Kalau Bapak mau saya ajak bolos, mungkin saya akan memikirkan lagi untuk memilih Bapak. Daripada ngumbar janji gak jelas. ^^

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun