Mohon tunggu...
Almira Tatyana
Almira Tatyana Mohon Tunggu... Freelancer - Hanya Mahasiswa

Seorang terpelajar harus sudah adil sejak dalam pikiran maupun tindakan

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen| Pada Lembar Ketiga Puluh

5 Agustus 2018   07:22 Diperbarui: 5 Agustus 2018   08:22 515
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Bisa ditebak bagaimana reaksi keluargaku- setelah sempat  hampir depresi dan akhirnya mengaku dibantu pskiaterku- terutama ayahku yang murka luar biasa sampai bersumpah demi nama Tuhannya ingin melenyapkan lelaki itu. Aku hanya bisa diam, malu dengan diriku, terlebih kecewa dengan calon pilihan Ayah yang langsung bubar seribu langkah setelah mendengar kabar itu. Mungkin kalau lelaki itu tidak bersedia bertanggung jawab dan  menikahiku maka nyawanya sudah dikejar kejar dendam seorang Ayah. Aku tidak bersedia pun tidak menolak,aku lagi lagi hanya diam.

Kopi yang aku pesan hampir terlihat sepahnya ketika aku melihat lelaki itu memasuki pintu kayu jati yang dulu aku usulkan dan pesankan langsung dari Jepara. Aku menunduk, pura pura tidak mengenal apalagi melihat serta tetap menjamah makananku.

"Aku tau kamu ada disini" ujar Lelaki itu

Sesaat aku hanya diam, sengaja tidak mau mendengar.

"Aku tahu kopi favoritmu juga tidak pernah kau ganti"

Pernyataan ini membuatku penasaran

"Bagaimana kau tahu?"

"Karena aku juga selalu datang kesini"

Meskipun aku terkejut dengan jawabannya namun pada kenyataanya aku tidak sanggup lagi untuk mempercayainya

Lelaki itu melanjutkan "Aku selalu datang kesini setiap hari mencari kedamaian, sehabis jam  kantor usai dan penatku sedang dipuncak puncaknya, aku selalu melihatmu duduk disini, dengan tempat dan pesanan yang sama seperti dulu, dan aku selalu takut untuk mendatangimu, lalu ketika kau pulang aku akan mengikuti dari belakang sejauh mungkin, hanya memastikan kau baik baik saja selama perjalanan kembali ke tempat yang kutahu tak pernah kau sudi bilang rumah"

"Apa yang kau inginkan?" kataku tajam, tanpa babibu

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun