Mohon tunggu...
Tatan Tawami
Tatan Tawami Mohon Tunggu... Lainnya - Penulis Pemula

Belajar menulis untuk mengekspresikan ide dan membahasakan citra mental

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Segitiga Kania (Selesai)

21 September 2022   10:20 Diperbarui: 21 September 2022   10:26 294
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Aku minta maaf untuk semua hal yang tak pernah bisa kuusahakan, Kania. Aku kehabisan kata" Jawab Jaka pendek dan terbawa suasana. Kania yang tidak punya rencana lain selain Jaka kini menjadi sangat bingung.

"Kalo kamu punya istri dua gimana, Jaka" tanya Kania tiba-tiba. Pertanyaan ini semata-mata hanya ingin mencari tahu alasan kenapa ayahnya bisa seperti itu. Iya dia tahu bahwa dalam Islam diperbolehkan bagi seorang laki-laki untuk beristri lebih dari satu dan dibatasi hingga empat. Sebuah ketetapan yang hanya bisa diikuti oleh ketaatan, bukan perasaan. Karena ketaatan tertinggi adalah ketaatan pada aturan. Dia tidak menentang aturan ini, tapi dia hanya tidak mau dihadapkan pada kondisi di mana aturan ini harus diikutinya, dia tidak mau berdosa menentangnya namun belum memiliki kuasa untuk menerimanya. Kalau aturan harus mengikuti perasaan, tidak perlu ada hukuman bagi pencuri yang kelaparan. Mendengar pertanyaan ini, Jaka terkesiap. Tidak tahu harus berkata apa. "Bukankah dalam Islam, menikahi dua perempuan dengan niat ibadah bisa meninggikan derajat wanita tersebut juga, Jaka. Apa kamu ga pengen?" Kania melanjutkan pertanyaannya. Jaka menatap agak jauh ke arah lalu lalang kendaraan sambil minum bandrek susu pesanannya lalu kembali menatap Kania.

"Maaf sebelumnya jika kata-kataku nanti ada yang menyinggung idealismemu, tidak tertata dengan baik, tidak sesuai dengan harapanmu. Ini bukan masalah pengen atau tidak, Kania. Ini tentang tanggung jawab. Tanggung jawab pada ibu dan keluargaku, pada istriku, pada keluarga istriku, pada anak-anakku, terutamanya pada Allah. Sesungguhnya pernikahan itu harus bisa membawa kedamaian bagi pihak-pihak terkait. Aku tidak merasa yakin bisa mengambil tanggung jawab itu, bagaimana aku meyakinkan semuanya bahwa aku bisa membuat kedamaian dengan pilihan yang aku ambil, bagaimana anak-anaku akan paham dengan kondisi tersebut nanti sedangkan pada saat yang sama aku belum tentu berhasil membuat mereka mengenal Tuhannya, sekarang mereka harus terlibat dalam dinamika yang rumit ini. Ini tanggung jawab yang teramat besar, Kania. Tanggung jawab besar akan membuat hisabku semakin besar nanti jika tidak bisa memenuhinya".

Kania terdiam, merasa makin bangga dengan jawaban yang diberikan Jaka. "kamu sudah sedemikian matang menjadi seorang pria, Jaka. Sungguh beruntung kamu, Dyah" gumamnya dalam hati. "lalu misalnya saja, jika kedua istri rela berbagi tanggung jawab untuk meringankan bebanmu, gimana?" Tanya Kania kemudian menelisik lebih jauh.

"Tak ada yang benar-benar bisa legawa pada rasa yang dibagi dalam segitiga. Sementara pada setiap titiknya ada orang-orang lain di belakangnya. Lantas, bagaimana kedamaian akan benar-benar tercipta. Ini tanggung jawab yang besar bagi semua yang terlibat di dalamnya dan lebih besar bagi suami yang menjalankannya". Jawab Jaka pasti.

"Terima kasih, Jaka. Kamu memang selalu membanggakan" Jawab Kania penuh sukacita dan sekilas hilang sudah sedihnya.

Sabar itu berserah dengan doa dalam semua usaha, syukur itu menikmati bagian hidup kita dan menebar kebaikan atasnya, ikhlas itu melepas dengan doa lantas berbahagia.

Filosofi hidup baru yang kini dimiliki, Kania, seketika. Jaka tak kalah gembira dengan perubahan suasana hati Kania, seolah Kania adalah orang baru dengan keyakinan yang makin bertambah. Sisa hari mereka berakhir dengan bahagia. Nostalgia semasa kuliah adalah romansa yang akan terkenang selamanya. Kania berbagi semua cerita dan rencananya tentang pindah ke Bandung di masa mendatang. Bertukar nomor dan saling mengikuti di media sosial. Mereka berdamai dengan hidupnya masing-masing meski kenangan mereka akan bertahan selamanya di kepala masing-masing.

"Besok aku balik ke Jakarta, Jaka. Istrimu tahu kalo ayahnya adalah ayahku juga?" Tanya Kania.

"Insha Allah kamu makin sukses, Kania. Hmm...ini yang mengganggu. Dia tak pernah tahu. Ayahnya yang ayahmu juga tidak ingin dia tahu dinamika ini. Dia selalu berdalih bahwa pada setiap hari kerja, dia harus bekerja di luar kota karena terikat kontrak kerja jangka panjang. Dan itu semua baik-baik saja baginya toh ayahnya selalu bisa pulang di akhir pekan" jawab Jaka berpanjang lebar.

"kontrak kerja jangka panjang" jawab Kania ketus dengan senyum sinis". Sore itu berakhir tak sesuai rencana bagi Kania, tapi dia bahagia telah bertemu Jaka dan melihatnya sebagai orang yang sama dan lebih baik meski hidup mungkin tak begitu baik baginya nanti. Menjelang malam mereka pulang dan Jaka mengantarkan Kania pulang ke rumahnya. "Ini akhir pekan, ayahnya tak akan ada di rumahnya karena sedang ada di rumah istriku" gumam Jaka yang tahu sedari kemarin sore ayah mertuanya menginap di rumahnya. "Bertemu Kania juga tidak selalu setiap saat dan tidak etis rasanya membiarkan dia pulang sendirian" gumamnya lagi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun