Mohon tunggu...
Tatan Tawami
Tatan Tawami Mohon Tunggu... Lainnya - Penulis Pemula

Belajar menulis untuk mengekspresikan ide dan membahasakan citra mental

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Segitiga Kania

20 September 2022   08:30 Diperbarui: 21 September 2022   09:56 148
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

DELAPAN

Melihatmu…mengingatkanku pada mimpi-mimpi di masa lalu, menggebu, terlalu, dan kadang tanpa pemandu. Melihatmu…mengingatkanku akan janji yang tetap membisu, ragu, dan seringnya terpaku. Melihatmu...aku rindu namun ragu, seringnya seperti itu. 

 

Wawancara selesai dan hanya menjadi formalitas saja. Keduanya masih tertahan setelah obrolan formal ihwal pekerjaan. Reputasi Kania sebagai juru bahasa di Jakarta sudah mengatakan segalanya. Meski, ada kebingungan pada Jaka. Kantornya perlu orang-orang seperti Kania yang punya segudang pengalaman, namun bagaimana dampaknya kepada Jaka secara pribadi masih menjadi misteri. Di tengah diam Kania lantas membuka suara.

“Punya waktu untuk berbicara sekarang, Jaka? Jika tidak merepotkan.” Tanyanya yakin tanpa tanpa basa-basi.

“Iya, Insha Allah ngga merepotkan. Udah lama ga ketemu dan ngobrol juga” Jawab Jaka sedikit berpanjang lebar selain tidak ingin mengecewakan jika hanya menjawab singkat, namun memang karena dia juga ingin banyak bercerita meski entah tentang apa. “Ngobrolnya di Café sebelah kantor aja, yu. Menunya banyak menu kesukaan kita” Lanjut Jaka tanpa sadar membuka kisah lama.

“Emang ada makanan apa aja, A?” Tanya Kania memberanikan diri memanggil dengan panggilan yang biasa mereka sebut, Aa untuk Jaka dan Teteh untuk Kania, disertai tawa.

“Biasa, teh. Makanan tradisional yang hampir punah karena sudah tidak ada peminatnya selain lidah kita yang konvensional” Jawab Jaka dengan penekanan pada kata “teh” sebagai bukti bahwa Jaka tak pernah lupa itu semua. Selain itu, tentu saja untuk menyamakan frekuensi pikiran dan suasana agar tidak terjebak dalam kekakuan seperti di awal wawancara. Setelah memilih tempat duduk yang agak sepi agar tidak mengundang banyak keramaian dan memesan makanan serta minuman, mereka memulai obrolan. Jaka berinisiatif membuka percakapan.

“Gimana di Jakarta? Udah kerja buat NGO mana aja?”

“Jakarta, gitu aja panas. Dinamika kerjaan mah banyak kalo mau diceritain satu satu. Ngobrol yang lain aja ya” Jawab Kania menutup arah percakapan.

“Oke-oke, teh. Siap mau ngobrol apa pun” Timpal Jaka diiringi senyum lebar seperti mengiyakan keinginan Kania.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun