Utang Sehat
Memiliki utang atau cicilan sebenarnya tidak dilarang. Selama dikelola dengan baik, kredit bank atau perusahaan pembiayaan bisa dijadikan sebagai salah satu solusi untuk memiliki aset, mendapatkan modal usaha dan/ atau mengembangkan usaha.
Sejumlah aset seperti laptop, motor, mobil, dan rumah yang saya peroleh melalui kredit. Semata-mata atas izin Allah SWT disertai kedisiplinan dalam mengelola utang, kami berhasil memiliki aset-aset tersebut.
Berikut ini adalah langkah-langkah yang saya ambil dalam mengelola utang. Pertama, berutang hanya dalam kondisi mendesak dan butuh.Â
Memetakan kebutuhan dasar dan menentukan skala prioritas adalah langkah awal yang saya ambil dalam mengelola utang.
Selain rumah dan kendaraan, biaya pendidikan masuk dalam skala prioritas yang layak diperjuangan dengan utang. Jika tak ada dalam daftar prioritas atau kebutuhan, "haram" hukumnya berutang meski ada tawaran menggiurkan. Â Â
Bagi kreditur, utang adalah barang dagangan dengan bunga sebagai keuntungannya. Tak salah jika mereka merayu dengan iming-iming bunga rendah, cicilan nol persen, atau bebas provisi. Kuncinya mutlak ada pada kita, mau atau tidak menerima tawarannya.Â
Kedua, tidak besar pasak daripada tiang. Cara ini dilakukan dengan memastikan rasio utang terhadap penghasilan masih dalam zona aman sebelum berutang.
Alasan inilah yang membuat kami memutuskan tidak membeli mobil dan rumah dalam kondisi baru. Harapannya tentu agar cicilannya tidak membebani kondisi keuangan karena harga relatif lebih murah.
Para ahli perencana keuangan menyarankan rasio utang tidak lebih dari 30% dari pendapatan. Sisanya dialokasikan untuk kebutuhan sehari-hari dan tabungan atau investasi.
Rasio ini sejatinya tak mutlak tapi penting untuk dijadikan rujukan. Hal ini demi meminimalisir risiko denda bunga dan kehilangan aset akibat telat atau gagal bayar.Â