Mohon tunggu...
Taslim Buldani
Taslim Buldani Mohon Tunggu... Administrasi - Pustakawan di Hiswara Bunjamin Tandjung

Riang Gembira Penuh Suka Cita

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Cerdas Hadapi Gempuran Krisis dengan SIGAP

30 Juni 2020   20:52 Diperbarui: 30 Juni 2020   20:55 136
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: lomboktraveling.com

BI berharap insentif ini dapat memperlambat tren penurunan perekonomian dan mengembalikan pada jalur pertumbuhan. Harapannya perekonomian Indonesia tidak terjerumus pada jurang resesi. 

Dalam acara Nangkring Webinar Bank Indonesia yang diadakan Kompasiana secara live di YouTube, Direktur Departemen Kebijakan Makroprudensial Bank Indonesia Ita Rulina menyebut kebijakan semacam ini sebagai kebijakan countercyclical. Kebijakan yang bertujuan meredam fluktuasi siklus ekonomi.

Kebijakan Makroprudensial

Dalam kesempatan yang sama, Ita juga menjelaskan tentang perbedaan kebijakan makroprudensial dan mikroprudensial. BI memegang otoritas kebijakan makroprudensial, sedangkan mikroprudensial berada dalam wewenang Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Secara sederhana Ita menganalogikan sistem keuangan sebagai sebuah hutan. Kebijakan mikroprudensial diibaratkan kebijakan yang fokus pada pohon per pohon, sedangkan kebijakan makroprudensial fokus pada pengawasan ekosistem hutan secara keseluruhan. 

Ilustrasi Mikroprudensial VS Makroprudensial (Foto: 8villages/cristalino jungle lodge)
Ilustrasi Mikroprudensial VS Makroprudensial (Foto: 8villages/cristalino jungle lodge)
Kebijakan mikroprudensial fokus pada pengawasan institusi lembaga jasa keuangan dan pasar modal dalam menjalankan bisnis. Contohnya pengawasan tata kelola lembaga jasa keuangan, penilaian tingkat kesehatan bank, penilaian kemampuan dan kepatutan pihak utama lembaga jasa keuangan. 

Sedangkan kebijakan makroprudensial fokus pada seluruh elemen sistem keuangan yang terdiri dari bank, industri keuangan non bank, korporasi, rumah tangga, infrastruktur keuangan dan pasar keuangan dengan melibatkan variabel makroekonomi dan moneter. Variabel tingkat inflasi dan fluktuasi nilai tukar rupiah misalnya.

Ita mencontohkan salah satu kebijakan makroprudensial BI adalah penetapan rasio Loan to Value (LTV) dalam Kredit Pemilikan Rumah (KPR). Jika rasio LTV ditetapkan sebesar 70% itu berarti calon debitur harus mengeluarkan uang muka sebesar 30%.

Kebijakan rasio LTV bisa dilonggarkan bisa juga diperketat. Pelonggaran LTV bertujuan mendukung pertumbuhan ekonomi nasional dalam siklus penurunan pertumbuhan ekonomi. Dalam kondisi ini industri keuangan biasanya mengerem laju ekspansi secara berlebihan (over pessimistic).

Sedangkan pengetatan LTV bertujuan untuk mengerem laju pertumbuhan siklus keuangan yang tumbuh secara berlebihan (over optimistic). Jika dibiarkan dikhwatirkan terjadi "ledakan" dan berpotensi menimbulkan risiko sistemik.

Menurut Ita, pengetatatan LTV pertama kali dilakukan BI pada tahun 2012 ketika ekonomi Indonesia sedang booming. Ketika itu sektor properti menyerap 30% - 40% kredit perbankan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun