Mohon tunggu...
HMJ Tadris Matematika UINMLG
HMJ Tadris Matematika UINMLG Mohon Tunggu... Guru - HMJ Tadris Matematika UIN Maulana Malik Ibrahim Malang

https://tadrismatematika-uinmalang.blogspot.com/

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

TM-NEC | Bebaskan Suara Rakyat

31 Oktober 2020   08:59 Diperbarui: 1 November 2020   09:28 388
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Oleh: Maulana

Pemerintah Indonesia seakan menutup telinga akan suara rakyat. Ketika rakyat melakukan demonstrasi lewat media massa tidak digubris, aksi demo terjun ke lapangan malah ditangkap, memviralkan kata-kata yang melemahkan pemerintah langsung dipenjara. 

Di zaman yang semakin canggih ini, sudah menjadi hal biasa jika penyampaian aspirasi tidak dilakukan secara langsung. Tapi dengan memanfaatkan teknologi yang ada. Melalui aplikasi-aplikasi yang dengan mudah dapat diakses oleh semua orang. Hal itupun bahkan mengurangi resiko kejahatan fisik, urakan dan lain sebagainya yang merugikan masyarakat. Namun, mudahnya mendeteksi sumber penyebarannya membuat aparat semakin jeli dalam mengusutnya.

Hukum di Indonesia yang tumpul ke atas dan tajam ke bawah semakin membebani rakyat. Kejahatan yang dilakukan oleh petinggi kelas kakap akan sangat mudah hilang dari media. 

Sudah banyak yang mulai mengkritik tindak tanduk pemerintah yang dirasa kurang profesional ini. Tapi, semakin masalah ini dibesarkan, sekelompok oknum semakin terpojokkan, masyarakat semakin banyak menyuarakan, semakin bergegas pula hal tersebut dibisukan. 

Seperti kisah yang dikutip dari laman tempo.co bahwa seorang remaja di Medan, MFB alias Ringgo, divonis 18 bulan penjara oleh Pengadilan Negeri Medan pada Januari 2018 karena dianggap menghina presiden dan Kapolri.

Setahun sebelumnya, Pengadilan Negeri Lubukbasung, Kabupaten Agam, Sumatera Barat, memvonis Ropi Yatsman dengan hukuman 15 bulan penjara dengan dakwaan sama. 

Dan pada hari Jumat, 13 Maret lalu, puluhan personel Kepolisian Daerah Jawa Tengah menggerebek kamar kos mahasiswa Universitas Muhammadiyah Surakarta, Mohammad Hisbun Payu, di kawasan Laweyan, Kota Surakarta. Dia langsung ditahan dengan tuduhan melanggar pasal ujaran kebencian dalam Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) gara-gara satu unggahannya di media sosial. 

Apa ini sistem demokrasi Indonesia? Pemerintah dan rakyat adalah satu kesatuan untuk membangun Indonesia. Pemerintahan dari, oleh, dan untuk rakyat sudah semestinya mempertimbangkan penuh suara rakyat. Kebebasan dalam berpendapat yang diatur undang-undang sepertinya kalah dengan Pasal 27 ayat 3 UU ITE tentang penghinaan dan pencemaran nama, serta Pasal 28 ayat 2 UU ITE tentang ujaran kebencian.

75 tahun Indonesia merdeka, masih belum selesai juga tatanan negara. Apalagi di masa pandemi covid-19 sekarang ini, bisa dibilang semakin amburadul. Pendidikan pemuda pemudi bangsa tak terurus, ekonomi bisa dinyatakan dalam situasi resesi, sosial budaya tidak terarah lagi. 

Sudah saatnya Indonesia mendengar suara rakyat yang kritis, bukan untuk melawan pemerintah tapi untuk membantu membangkitkan Indonesia. Menampung aspirasi rakyat sebagai usaha untuk membangkitkan perekonomian bangsa. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun