"Enggeh Pak," jawabku dengan ketakutan
"Mana surat pernyataannya? Sudah dikumpulkan?" Sahut Pak Nur
"Itu Pak, suratnya ketinggalan dirumah,tinggal tanda tanga kepala sekolah saja, Pak." Jawabku sambil mencari alasan.
"Besok harus dikumpulkan ya" Jawab Pak Nur dengan tegas.
"Enggeh Pak, insyaAllah." Jawabku dengan suara lirih.
Sepulang sekolah aku bergegas mencari surat tersebut yang entah kuletakkan dimana, mungkin terselip di tumpukan beberapa buku yang ada dimeja belajarku. Setelah sekian lama aku mencarinnya kutemuan surat tersebut, ternyata ada di laci meja belajarku. Sembari aku menunggu Ibu datang, aku terus menerus melihat surat itu. Dan saat itu air mataku mulai jatuh. Aku memberanikan untuk menyerahkan surat tersebut ke orang tuaku. Ternyata dugaanku salah, orangtuaku tidak memarahiku melainkan menasehatiku. Dan hatiku terasa sangat legah.
        Sejak saat itulah aku takut saat bertemu pak Nur. Takut Pak Nur menanyakan  kembali surat tersebut. Jangankan bertemu, mendengar namanya pun aku takut (wkwkwk alay :v). Karena aku berniat untuk tidak memberikan surat pernyatannya ke Pak Nur. Dan lama kelamaan Pak Nur lupa dengan surat tersebut. Akhirnya aku biasa saja saat bertemu dengan Pak Nur, karna Pak Nur sudah lupa surat pernyataan yang seharusnya dikumpukan heuheuheuheu..
        Dari pengalaman tersebut aku tersadar bahwa aku memang harus berubah.