Mohon tunggu...
HMJ Tadris Matematika UINMLG
HMJ Tadris Matematika UINMLG Mohon Tunggu... Guru - HMJ Tadris Matematika UIN Maulana Malik Ibrahim Malang

https://tadrismatematika-uinmalang.blogspot.com/

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

TM-NEC | Mesin Waktu

30 September 2019   12:47 Diperbarui: 30 September 2019   12:57 29
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Pixabay.com

Malam yang mencekam,  seakan dunia telah berubah arah dari sebelumnya. Kini malam gelap yang  tak lagi terasa dingin, malam justru terasa begitu panas. Malam tidak lagi gelap dengan ditemani oleh sinar purnama yang dikelilingi beribu-ribu bintang, melainkan malam cukup terang bagaikan siang yang dipenuhi dengan cahaya kehangatan. Itulah duniaku, dunia yang kini kau berada di sana. Dunia yang memunculkan sisi berbeda dari masa sebelumnya. Dunia modern yang sangat kau bangga-banggakan.

Canggih. Mungkin untuk saat ini dan nanti, kata tersebut adalah kata yang paling sesuai dengan kondisi kehidupan yang kita jalani saat ini. Ya, kita berada di generasi yang dengan berjuta-juta teknologi. Kami mengatakan bahwa diri kami adalah generasi milenial. Generasi  yang kaya pengetahuan akan semua kecanggihan sebuah teknologi.

Remang-remang mataku mulai terbuka. Aku mulai menatap semua yang ada disekelilingku. Begitu sejuk nan indah. Rindang dengan penuh pepohonan , udara yang terasa yang menyejukkan badan, semilir angin malam yang masih mampu membelai lembut kulitku hingga menyusup masuk bagai pencuri ke dalam pori-pori.

Aku adalah seorang wanita paruh baya dengan rambut panjang terurai yang melambai-lambai dan terombang-ambing dipermainkan oleh semilir angin malam. Mataku sayu, dengan tubuh kurus dan tinggi yang sesuai dan proposional. Aku sedikit menggigil merasakan dingin yang menggetarkan kaki dan tanganku. Aku menarik kedua tanganku ke depan dan mulai terduduk dari tidurku.   

Kini aku mulai sepenuhnya tersadar dari tidurku, aku mulai membuka mataku. Mengumpulkan semangat dalam diriku agar aku terbangun dan memulai perjalanan baru menyusuri lika-liku dunia yang penuh dengan misteri. Butuh energi yang kuat dalam bagiku untuk memahami dunia yang tak kumengerti.

Aku tak mengingat apapun, yang aku ingat hanyalah ketika terakhir kali aku berada di depan sebuah mesin besar yang sangat luas. Kemudian aku mulai menekan salah satu tombol terbesar berwarna merah dari puluhan tombol yang disediakan, aku menekannya dengan penuh keyakinan dan kesadaran. Kemudian entah apa yang terjadi, aku tak mengingat apapun. 

Saat ini, aku berada di sebuah tempat  asing yang tak aku ketahui dimana kah sebenarnya diriku. Memang ada banyak orang di sekitarku, tapi tak seorangpun yang aku kenal, mereka sangat asing. Bahkan dimana aku? Tempat manakah ini? Pertanyaan ini seakan menggoyahkan hatiku untuk lebih. Aku ingin menelusurimu lebih dalam.

Lagi-lagi, banyak orang yang ada disini, mereka berpenampilan sederhana sama sepertiku. Mereka duduk beramai-ramai dibawah pohon beringin rindang yang ditemani sebuah obor kecil diatasnya. Terasa sangat seru dan menyenangkan, namun aku tak tertarik pada mereka. Meski terlihat ramah. Aku lebih tertarik mengelingingi alam yang rindang dan sangat menakjubkan.

Hingga aku mulai berdiri di atas dua kakiku. Kupandadangi dengan mata telanjang apa yang ada disekelilingku, sungguh menentramkan jiwaku. Mungkin kalian akan merasakan hal yang indah, jika kalian juga berada disini bersamaku. Bahkan ribuan kata indah takkan mampu mendefinisikan betapa indahnya dunia saat ini di depan mata kalian. Bibir kalian akan selalu menebarkan sebuah senyum meski tak bercanda dengan siapapun. Mata kalian akan terpejam sejenak sembari merasakan aliran udara yang merambat pelan melewati aliran darah dalam tubuh kerimping kalian. tak kan bosan kelima indera ini menikmati indahnya udara disekeliling kalian yang menebarkan aroma kelembutan alam yang indah. Mata kalian akan tetap bisa merasakan indahnya dunia walau terpejam sekalipun.

Akupun mulai berjalan mengelilingi rerimbunan pepohonan seorang diri. Kemudian mataku terpaku pada sebuah gerbang yang besar dan menjulang tinggi. Aku menengadahkan kepalaku menatap ujung pintu yang seakan hendak menyentuh langit.  Bagaikan akan menyibak awan menembus langit tak terbatas.

"Waw". Itulah satu-satunya kata yang keluar dari mulutku ketika aku terkesima memandangi pintu besi  nan gagah yang ada dihadapanku. Aku berada sekitar jarak 3 meter dari gerbang yang rapat tertutup. Ketika kaki ini mulai melangkah satu dengan kaki kananku, terdengar sebuah gerakan yang membuatku terkejut. Suara yang berasal dari gerbang besi berwarna gelap itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun