Mohon tunggu...
Tardi Setiabudi
Tardi Setiabudi Mohon Tunggu... Wiraswasta - Rendah Hati Motivasi Diri

Tardi Setiabudi, berasal dari salah satu desa di Kabupaten Lebak Provinsi Banten.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Pengalaman Hidup

7 Mei 2021   14:39 Diperbarui: 7 Mei 2021   21:17 125
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Saya Tardi Setiabudi. Saat ini saya bekerja di salah satu Pemerintahan Desa tepatnya di Pemerintahan Desa Kandangasapi Kecamatan Cijaku Kabupaten Lebak -Banten sebagai Pelayan Publik. Selain itu, saya juga sebagai pengajar tidak tetap di salah satu Kampus swasta di Daerah Rangkasbitung Kabupaten Lebak. Dari aktifitas yang saya jalani saat ini, tentunya saya sangat menikmati dan bersyukur kepada Allah SWT sudah menitipkan semua ini kepada saya.

Saya lahir di Lebak pada tanggal 26 januari 1987 tepatnya di Kampung Kandangsapi Desa Kandangsapi Kecamatan Cijaku Kabupaten Lebak-Banten. Kampung tersebut merupakan kampung yang saya cintai dan dibanggakan, Karena jauh dari keramaian dan kemacetan kendaraan. Sehingga sampai sekarang masih nyaman untuk di tempati. Berbeda dengan daerah perkotaan, mungkin tidak akan cocok dengan cara hidup saya karena tidak terbiasa dengan keramaian dan kemacetan kendaraan yang tidak pernah usai.

Orang Tua saya mempunyai dua orang anak, keduanya seorang laki-laki. Saya merupakan anak yang pertama dari Orang Tua saya. Waktu kecil saya sering bertengkar dengan adik saya hanya merebutkan sebuah mainan seperti tembak-tembakan dan mobil-mobilan. Berebutan permainan disebabkan, kedua Orang Tua saya hanya mampu membelikan satu mainan saja, berharap bisa akur atau bergantian antara kaka dengan adiknya dalam menggunakan mainan tersebut, ternyata tidak. Saya baru menyadari setelah dewasa, betapa sulitnya Orang Tua saya pada waktu itu untuk membelikan permainan yang diinginkan anak-anakanya demi menyenangkan hatinya.

Orang tua saya kesehariannya hanyalah seorang buruh pekerja untuk memenuhi keluarganya. Pekerjaannya pun tidak menetap, kadang bekerja kadang juga tidak bekerja. Misalkan, pekerjaan itu ada Jika ada yang membutuhkan tenaganya, dan sebaliknya jika belum ada yang membutuhkan maka harus menunggu sampai ada yang membutuhkannya. Pekerjaan yang tidak menetap, tempat pekerjaannya pun tidak menetap, di mana ada pekerjaan di situlah tempatnya. Berbeda dengan seseorang yang punya penghasilan tetap atau gajih, sudah dipastikan bisa mengukur kebutuhan hidupnya baik setiap harinya atau setiap bulannya, selain itu sudah jelas tempat atau alamat pekerjaannya.

Dari kecil sampai sekarang saya masih tinggal di tempat atau di Kampung yang sama. Tempat yang indah nyaman dan tidak jauh dari keluarga. Tentunya selalu memberikan kebahagiaan dan kehangatan tersendiri untuk saya dan keluarga saya. Misalkan bertemu setiap hari dengan keluarga di rumah, dan sering ketemu dengan kedua Orang Tua saya. Selain itu bisa saling mengingatkan jika ada kesalahan baik dari saya atau dari keluarga saya secara langsung.

Pada saat saya berumur 7 tahun, di mana sudah memasuki bangku Sekolah Dasar (SD) dan sampai diumur 18 tahun lulus Sekolah Lanjut Tingkat Atas (SLTA). Banyak sekali pelajaran yang saya pelajari, namun semuanya tidak begitu banyak ilmu yang saya dapatkan, artinya hanya biasa-biasa saja. Semua itu terjadi, karena saya kurang rajin belajar bukan karena guru-guru saya yang tidak bisa memberikan pemahaman kepada saya. Dalam pikirkan saya hanyalah, yang penting saya lulus Sekolah, mendapatkan ijazah, setelah itu bekerja untuk mencari uang. Ternyata ilmu dan pengetahuan tidak bisa berbohong. Setelah lulus Sekolah saya merasa gelap, apa dan bagaimana saya bisa menghasilkan uang, sedangkan saya minim keahlian dan kemampuan diri, apalagi pengalaman. Dari peristiwa itulah saya mulai kritis berfikir, bagaimana saya harus bertahan dalam menghadapi kehidupan ini dan menjadi lebih baik dari sebelumnya. Semua sudah saya lakukan dan Alhamdulillah proses yang saya lakukan membuahkan hasil walaupun tidak sebesar yang diharapkan. Kalau peristiwa itu di ingat, mungkin sebuah pengalaman yang buruk bagi saya sebenarnya. Tetapi saya tidak boleh egois, bahwa keburukan yang saya jalani pada waktu itu adalah pelajaran yang berharga agar menjadi sebuah antisipasi kepada anak-anak saya kelak.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun