Mohon tunggu...
Tarawansi Tumanggor
Tarawansi Tumanggor Mohon Tunggu... Lainnya - pendidikan anak usia dini

Tarawansi Tumanggor pearaja, 05-03-1994 jln. flamboyan Gg. arumdalau ctx 10 A - santren RT/RW 008/002 KEL: catur tunggal Kec :depok agama Katolik

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Pengaruh Pola Asuh Otoriter terhadap Emosi Anak

22 Januari 2021   09:44 Diperbarui: 22 Januari 2021   09:55 369
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Penelitian ini menemukan bahwa orang tua dari anak paud Taman Bangsa selalu memaksa anak untuk menuruti kehendaknya, dan tidak memberikan kebebasan dan mengemukakan keinginanya anak. 

Orang tua juga membentak dan memarahi anak ketika melakukan suatu kesalahan. Perlakuan yang diberikan orang tua dalam mendisplinkan anak, membentuk perilaku negatif yang dimunculkan oleh anak yaitu menagis berlebihan dan harus dibujuk oleh gurunya, anak tidak mau mengalah sehingga timbul pertengakaran dan anak takut kehilangan dan merasa tersaingi tidak mendapat kasih sayang dari orang tua maupun gurunya.

Berdasrakan karakteristik perilaku yang dimunculkan oleh anak tersebut, teori Hurlock (1991) memandang bahwa factor yang mempengaruhi perkembangan emosi anak pada anak usia dini bersumber dari lingkungan anak. Golemon (1995) juga menyatakan bahwa tingkah laku yang yang dimunculkan seseorang ditentukan oleh lingkungan, apa yang dialami anak dan dipelajari dalam kehidupan sehari-hari lebih menentukan tingkah laku dan pola tanggapan emosi anak. Sebagaimana dinyatakan dalam teori Hurlock (1991) bahwa proses belajar dalam mengembangkan emosi dibagai menjadi dua yaitu tiral dan error dimana individu akan belajar dengan cara meniru, belajar mengindentifikasi, belajar melalui pembiasaan dan pelatihan.

Dalam kaitanya dengan penelitian pengaruh pola asuh otoriter pada kecerdasan emosional anak bahwa anak belajar dari orang tua dalam mengekspresikan dan meluapkan emosinya kedalam bentuk perilaku. Perilaku yang yang dimunculkan oleh anak diatas yaitu menangis berlebihan dan harus dibujuk, tidak mau mengalah dan takut tersaingi. 

Perilaku yang dimunculkan oleh anak dalam mengekspresikan emosinya anak mencoba melupakan emosinya dengan cara yang pernah terekam dalam memorinya yaitu meniru cara orang tua. Kemudian anak mencoba mengekspresikanya ketika anak merasa kesal, marah, dan sedih, maka pada saat anak mendapat perlakuan yang sesuai dengan yang diharapkan yaitu mendapat respon dari orang lain maka anak belajar dari pengalaman tersebut.

Pada penelitian yang kedua dalam hubungan pola asuh otoriter pada emosi anak semakin diperdalam bahwa pola asuh otoritatif pada anak dapat menimbulkan gejala perilaku agresif pada anak. 

Berdasrkan hasil analisis korelasi Spearman yang dilakukan diperoleh nilai signifikansi sebesar 0,000 yang mana berada dibawah 0,05 (p<0,05). Nilai signifikansi yang berada dibawah 0,05 (0,000<0,05) menunjukkan bahwa Ha dalam penelitian ini diterima dan H0 ditolak, maka disimpulkan adanya hubungan yang signifikan antara kecenderungan pola asuh otoriter dengan gejala perilaku agresif pada remaja. 

Sebagaimana dinyataan oleh Sarwono (Ni Putu A.R, dkk 2016:114) menyatakan bahwa Pengasuhan otoriter yang memberikan batasan kepada anak  serta memberikan hukuman berupa hukuman fisik ketika anak tidak mampu memenuhi standar yang ditetapkan oleh  orang tua akan membuat anak marah dan kesal kepada orang tua tetapi tidak berani mengungkapkan kemarahannya sehingga anak akan melampiaskan kemarahan tersebut kepada orang lain dalam bentuk perilaku agresif pada anak.

Hal yang sama juga pada penelitian skripsi pengaruh pola asuh otoriter pada tingakat agresivitas anak usia 4-6, pola asuh otoriter memberikan pengaruh terhadap tingkat agresivitas anak usia 4-6 tahun sebesar 54,9%. Tingkat agresivitas anak disebabkan orang tua terlalu banyak memberikan tuntutan dan mengekang anak, sehingga anak melupakan emosinya melalui agresivitas. 

Dalam dampak pola asuh otoriter pada anak, Santrock menyatakan bahwa orangtua yang menghukum anak dengan cara berteriak, menjerit atau memukul, justru memberikan contoh yang tidak baik kepada anak dimana anak dapat mencontoh perilaku tersebut menjadi agresif dan kehilangan kendali.

Teori Alberth Bandura juga menyatakan bahwa anak mengembangkan perilakunya melalui proses modelling yang terdiri dari 4 hal yaitu attention, retention, motor reproduction, dan motivation. Pada kasus sikap agresivitas anak dapat dipengaruhi melalui modelling dari lingkungnya yaitu orang tua anak, dengan melihat, mengingat, mencoba dan termotivasi dalam melakukan atau memperagakan tindakan perilaku tersebut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun