Mohon tunggu...
Tarmidinsyah Abubakar
Tarmidinsyah Abubakar Mohon Tunggu... Politisi - Pemerhati Politik dan Sosial Berdomisili di Aceh
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Penulis adalah Pemerhati Politik dan Sosial Berdomisili di Aceh

Selanjutnya

Tutup

Politik

Penjajahan Mental Rakyat dan Punahnya Otonomi

30 November 2021   10:33 Diperbarui: 30 November 2021   10:47 182
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Oleh : Tarmidinsyah Abubakar

Pilkada langsung secara formal sesungguhnya menunujukkan berlakunya sistem demokrasi dalam suatu ranah politik. Secara formalitas sejak reformasi seluruh elemen berdemokrasi dalam negara ini telah berlangsung secara baik. 

Namun kita lupa bahwa esensi demokrasi adalah memberikan penghargaaan dan hak rakyat dalam berbangsa dan bernegara bagi segenap rakyat. Terutama adanya pengakuan dan penghargaan hak-hak rakyat dalam membuat keputusan untuk pengelolaan negara demi kepentingan rakyat itu sendiri, sementara pemerintah adalah murni sebagai pelayan rakyat.

Secara ideal suatu negara yang berlaku demokrasi sebagaimana mestinya tentu saja indikatornya, presiden, gubernur, bupati dan walikota tidak lebih berkuasa dari Dewan Perwakilan Rakyat. Hal ini dapat dilihat bagaimana terjadi pengunduran diri presiden Spanyol yang baru terpilih karena parlemen tidak menyetujui rencana anggaran yang diajukannya.

Lalu apa yang salah dengan sistem demokrasi di negeri kita yang pelaksanaan pemerintahan terjadi berbagai centang perenang dan sistem yang berjalan justru kontra dengan demokrasi itu sendiri. Ada semacam kesan bahwa pemerintah mengajak rakyat berdemokrasi sementara sumber kehidupannya yang penting justru dikelola secara kolonialialisme yang sentralistik oleh pemerintah.

Jika hal ini kita sebatas mencurigai tentu hanya menimbulkan swasangka negatif terhadap kepercayaan (distrust) yang tidak baik terhadap pemerintah yang telah dipilih langsung oleh rakyat.  Tetapi satu yang perlu selalu harus diingat oleh rakyat Indonesia bahwa bangsa Indonesia dijajah selama hampir 400 tahun oleh bangsa asing bahkan dengan senjata. Kenapa perlu diingat? karena selama itu rakyat kita juga hidup dalam sistem penjajahan dan tentu dahulu para nenek moyang kita beranggapan, bahwa begitulah adanya sebuah negara.

Penulis tidak berani menyatakan, apakah pemerintah melakukan pengelolaan negara yang banyak bertentangan dengan hak rakyat sebagai suatu kesengajaan atau memang karena ketidakpahamannya. Kenapa demikian? Tentu mengingat sejarah bangsa ini yang pernah terjajah dalam waktu yang lama,  bukankah dahulu bangsa ini juga tidak sadar atau tidak paham dalam kondisi terjajah atau barangkali nenek moyang kita tidak cukup pengetahuannya dalam urusan berbangsa dan bernegara.

Lantas bagaimanakah kondisi pengelolaan negara kita saat ini dalam manajemen pemerintahan terutama dalam keberadaan daerah dan masyarakatnya sebagai elemen yang paling penting dalam pembangunan secara merata, adil bagi kepentingan seluruh rakyat Indonesia.

Di negara persepmakmuran kedudukan masyarakat daerah bahkan dianggap sebagai negara bagian, mereka diposisikan sejajar dengan rakyat yang berdomisili di Ibukota negara atau wilayah utama dalam pemerintahan.

Desentralisasi merupakan hal pokok atau sangat urgen dalam membangun negaranya, sehingga rakyat dalam kedudukan pembangunan tidak dipisahkan oleh kekhususan pulau  domisilinya, atau zona utamanya yang terpusat sebagaimana pulau Jawa yang dibedakan dengan pulau lain dalam prioritas perhatian pemerintah.

Karena sistem pembangunan rakyat yang tidak adil dan terkesan hanya mengkoloni pulau atau tanah daerah lain maka rawan terjadinya berbagai pemberontakan daerah sepanjang riwayat adanya negara tersebut.

Lalu,  bagaimana posisi kedudukan kepala daerah provinsi dan kabupaten/kota dalam manajemen pemerintahan Republik Indonesia ketika sistem sentralistik ini terus dipraktekkan secara berulang dalam sejarah pembangunannya? Tentu tidak perlu cerdas memahami fenomena  tersebut meski sedikit orang yang berani berbicara sebagaimana mestinya. Jawabannya adalah kepala daerah tidak lebih hanya sebagai atasan birokrat daerah dan sekaligus anak buah atau lebih tepatnya "Jongos" pejabat dipulau Jawa (pusat).

Kenapa demikian? Hal ini adalah logika dari hukum dan rumus kehidupan di negara yang terdiri berbagai pulau dan daerah yang luas jika tidak berlaku otonomi daerah yang sesungguh-sungguhnya. 

Ataupun jika penerapan otonomi daerah sebatas kamuplase untuk sekedar meredam pemberontakan daerah sebagaimana pernah terjadi di Aceh, Papua, Maluku, Makasar, Riau dan lain-lain.

Jika hukum ini terus berjalan maka rakyat hanya dibutuhkan sebatas untuk legalitas pemenuhan persyaratan untuk keabsahan keberadaan negara, sementara rakyatnya dapat disejajarkan dengan suatu elemen pelengkap penderita yang bahkan bisa tidak dianggap ketika proses dalam tahapan pencapaian tujuan penjajahan tertutup. 

Kemudian pemimpin pemerintahan dapat berkonspirasi untuk kepentingan ekonominya, kepentingan politik dalam negerinya, kepentingan memperkuat posisinya dalam kekuasaan dengan berkonspirasi dengan negara lain yang kuat. Jika semua cara dilakukan maka akan tiba pada satu kepentingan yakni menguasai dan mengendalikan rakyat sepenuhnya.

Karena itulah timbul kecenderungan pada sistem kepemimpinan otoriter yang dibalut dengan demokrasi seringkali ada kebijakan membiayai kaum miskin untuk sebatas kebutuhan pokoknya dengan tujuan menguasai lapisan rakyat akar rumput untuk membungkam pembunuhan lawan-lawan politik pelaku kekuasaan absolut tersebut sehingga tidak menimbulkan image,  gejolak dan gelombang gerakan moral yang pro dan kontra dari lapisan bawah.

Lalu,  apakah masih kita anggap hal ini sebagai pembangunan bangsa? Silakan jawab dalam hati masing-masing dan yang perlu diingat kembali bahwa bangsa ini pernah dijajah hampir empat abad bahkan masih menggunakan senjata, sekarang tanpa senjata dapat saja dilakukan penjajahan baik oleh pemimpin bangsa lain dan pemimpin kita sendiri baik disengaja atau tidak, misalnya dengan "Penjajahan Mental"

Salam

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun