Mohon tunggu...
Tarmidinsyah Abubakar
Tarmidinsyah Abubakar Mohon Tunggu... Politisi - Pemerhati Politik dan Sosial Berdomisili di Aceh
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Penulis adalah Pemerhati Politik dan Sosial Berdomisili di Aceh

Selanjutnya

Tutup

Politik

Penjajahan Mental Rakyat dan Punahnya Otonomi

30 November 2021   10:33 Diperbarui: 30 November 2021   10:47 182
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Lalu,  bagaimana posisi kedudukan kepala daerah provinsi dan kabupaten/kota dalam manajemen pemerintahan Republik Indonesia ketika sistem sentralistik ini terus dipraktekkan secara berulang dalam sejarah pembangunannya? Tentu tidak perlu cerdas memahami fenomena  tersebut meski sedikit orang yang berani berbicara sebagaimana mestinya. Jawabannya adalah kepala daerah tidak lebih hanya sebagai atasan birokrat daerah dan sekaligus anak buah atau lebih tepatnya "Jongos" pejabat dipulau Jawa (pusat).

Kenapa demikian? Hal ini adalah logika dari hukum dan rumus kehidupan di negara yang terdiri berbagai pulau dan daerah yang luas jika tidak berlaku otonomi daerah yang sesungguh-sungguhnya. 

Ataupun jika penerapan otonomi daerah sebatas kamuplase untuk sekedar meredam pemberontakan daerah sebagaimana pernah terjadi di Aceh, Papua, Maluku, Makasar, Riau dan lain-lain.

Jika hukum ini terus berjalan maka rakyat hanya dibutuhkan sebatas untuk legalitas pemenuhan persyaratan untuk keabsahan keberadaan negara, sementara rakyatnya dapat disejajarkan dengan suatu elemen pelengkap penderita yang bahkan bisa tidak dianggap ketika proses dalam tahapan pencapaian tujuan penjajahan tertutup. 

Kemudian pemimpin pemerintahan dapat berkonspirasi untuk kepentingan ekonominya, kepentingan politik dalam negerinya, kepentingan memperkuat posisinya dalam kekuasaan dengan berkonspirasi dengan negara lain yang kuat. Jika semua cara dilakukan maka akan tiba pada satu kepentingan yakni menguasai dan mengendalikan rakyat sepenuhnya.

Karena itulah timbul kecenderungan pada sistem kepemimpinan otoriter yang dibalut dengan demokrasi seringkali ada kebijakan membiayai kaum miskin untuk sebatas kebutuhan pokoknya dengan tujuan menguasai lapisan rakyat akar rumput untuk membungkam pembunuhan lawan-lawan politik pelaku kekuasaan absolut tersebut sehingga tidak menimbulkan image,  gejolak dan gelombang gerakan moral yang pro dan kontra dari lapisan bawah.

Lalu,  apakah masih kita anggap hal ini sebagai pembangunan bangsa? Silakan jawab dalam hati masing-masing dan yang perlu diingat kembali bahwa bangsa ini pernah dijajah hampir empat abad bahkan masih menggunakan senjata, sekarang tanpa senjata dapat saja dilakukan penjajahan baik oleh pemimpin bangsa lain dan pemimpin kita sendiri baik disengaja atau tidak, misalnya dengan "Penjajahan Mental"

Salam

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun