Mohon tunggu...
Tarmidinsyah Abubakar
Tarmidinsyah Abubakar Mohon Tunggu... Politisi - Pemerhati Politik dan Sosial Berdomisili di Aceh
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Penulis adalah Pemerhati Politik dan Sosial Berdomisili di Aceh

Selanjutnya

Tutup

Politik

Penulis, Pemimpin, Politisi, dan Lima Sebab Demokrasi Mati

25 Februari 2021   09:28 Diperbarui: 2 Mei 2021   11:54 176
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Gambar : Pexels

Oleh : Tarmidinsyah Abubakar

Menjadi seorang penulis yang merupakan salah satu profesi dalam kehidupan masyarakat di negara kita dimana indeks membacanya sudah optimal. Biasanya negara dengan tingkat membaca rakyatnya sudah baik pasti negara tersebut sudah jauh lebih maju. Demikian pula daerah yang indeks membaca masyarakatnya kurang pastilah daerah tersebut lebih tertinggal daripada daerah yang indeks membacanya lebih tinggi.

Di negara dengan kualitas politiknya berkatagori baik sudah pasti para politisinya berkemampuan menawarkan ide, gagasan dan konsep pembangunan melalui tulisannya. Masyarakat memahami kualitas personal pemimpin dan politisi justru melalui tulisannya berupa artikel-artikel dan buku yang bersumber dari pemikirannya. Tetapi bukan penulis berita peristiwa yang lebih cenderung sebagaimana profesi wartawan.

Penulis juga butuh sikap yang idealis, ia tidak akan menulis dan mengarahkan masyarakat untuk berpikir ke arah yang salah. Tentu penulis yang baik tidak akan terjebak dalam perspektif politik sempit, apalagi sebatas politik pragmatis yang karya tulisnya dapat di order oleh para politisi kelas demagog.

Penulis tidak membutuhkan harus dikenal, karena mereka mengutamakan tulisannya menjadi bacaan publik dan mengutamakan pemikirannya menjadi pemikiran normatif pada sebahagian warga masyarakat. Oleh karena itu seorang penulis tidak boleh didikte oleh misi dukungan politiknya sebagaimana dukungan kepada kontestan politik.

Memang pada dasarnya penulis lebih mudah mempengaruhi dukungan pemilih melalui tulisannya. Maka politisi di negara maju menggunakan ilmu tersebut menjadi bahagian dari ilmu politik karena ia bisa mengajak semua orang untuk berpikir sebagaimana konsepsinya terhadap sesuatu obyek.

Lalu, bagaimana dengan penulis di kalangan politisi kita?
Wah,,,,kalau ini menjadi syarat pada politisi kita, maka sedikit dari politisi kita yang lulus seleksi dalam persyaratan normatifnya. Karena apa?

Karena politisi di negeri kita masih jauh dari harapan tersebut, mengapa?

Jawabnya karena rakyat masih terbatas dalam membaca, berpolitik masih didominasi kalangan preman yang mengandalkan power politik, sehingga membaca menjadi sesuatu yang berpengaruh dalam politik. Oleh karena prilaku dan daya pikirnya yang masih kasar maka outputnyapun adalah power, pressure politik dan arogansi kekuasaan yang jauh dari pemikiran dan rasionalitas.

Lantas, apa yang kita saksikan dalam kompetisi politik kita selama ini?

Tidak lebih dari adu fasilitas, adu uang, adu alim, adu faktor lahir, adu kebangsawanan, adu orang tua, adu pangkat dan jabatan pendukung, adu keturunan. Jika kurang yakin berpikir dan bayangkanlah apa yang menjadi materi jualan dalam politik kita. Saya yakin semua alat yang dijual dalam politik kita masih dalam lingkup mentalitas korup, konspiratif dan harapan korup pemilih serta belum memenuhi persyaratan normal dalam politik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun