Mohon tunggu...
Tarmidinsyah Abubakar
Tarmidinsyah Abubakar Mohon Tunggu... Politisi - Pemerhati Politik dan Sosial Berdomisili di Aceh
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Penulis adalah Pemerhati Politik dan Sosial Berdomisili di Aceh

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Kepala-kepala Daerahku yang Lucu, Bagaimana Mungkin Nasib Rakyat Berubah?

19 Februari 2021   20:48 Diperbarui: 19 Februari 2021   21:01 330
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: Aliexpress.com

Sebagai operatorpun kita harus tetap belajar karena sedikit saja sistem operasinya berbeda dapat menyebabkan kesalahan yang fatal. Apalagi harga teknology yang tidak murah. Begitulah gambaran jika kita menyalahkan sistem, padahal kita sendiri yang tidak memiliki kemampuan melakukannya.

Berikutnya tidak sedikit kita temui berbagai kecurangan yang luar biasa dalam pemilihan rakyat. Misalnya penggelembungan suara, jual beli suara, memanipulasi jumlah suara, belum lagi dalam hal prosesi pengamanan dan kenyamanan pemilu yang bermotto bebas rahasia. Parahnya suara rakyat sama sekali tidak berarti, penyelenggara dan kontestan berkonspirasi membuang suara rakyat dan mengatur dengan suara hantu.

Begitulah ilustrasi pelaksanaan demokrasi pada sistem politik kita. Lalu kita menyebut mereka wakil rakyat, padahal suaranya pengantar ke kursi itu adalah suara haram yang tidak sah. Mereka yang memiliki kapasitas dan kemampuan politik dan melakukan langkah politik yang benar akan ditinggal diluar ring, sementara para badut akan menjadi bahagian dari sistem dalam dinamika perpolitikan kita, terutama di daerah-daerah nyaris sempurna.

Kemudian rakyat berpengharapan untuk merubah kondisi hidupnya, tentu saja menjadi sesuatu yang mustahil jika melalui paran pemerintahan. Karena kesalahannya bukan pada pihak lain tetapi pada masyarakat itu sendiri. Namun sebahagian masyarakat setelah mereka juga adalah elemen korup malah mereka pula yang memgharapkan parlemen berfungsi untuk melakukan perubahan masa depan rakyat. Hasilnya anggota parlemen akan tertawa sebagaimana kambing diberi minum bandrek.

Perubahan itu seringkali dilakukan oleh seorang pemimpin dengan kunci-kunci sosial yang dipahaminya. Pemimpin tersebut kemudian membuat berbagai aturan dan batasan dengan Undnag-Undang dan peraturan pemerintah sehingga warga masyarakat hidup dan tujuannya bernegara menjadi terarah.

Oleh karena itu kepala negara, kepala daerah adalah pemimpin rakyat, mereka bukan sebatas penyelenggara administrasi negara dalam pengelolaan uang negara. Kepala pemerintah harus hadir sebagai pencerah, pembawa ajaran-ajaran hidup yang memudahkan rakyat. Setiap perkataan dan prilakunya adalah kebijakan publik yang akan ditiru dan diikuti rakyatnya.

Maka mereka adalah para suri tauladan rakyat. Sebagai pemimpin mereka harus merelakan jiwa raganya untuk mengabdi kepada rakyat, bangsa dan negaranya. Tidak bisa sebagaimana prilaku demagog, yang penting demi kepentingan dan popularitasnya sehingga mereka dianggap paling perhatian pada rakyat.

Jika kita menyaksikan kepala pemerintahan di negeri kita, rasanya bisa dihitung dengan jari dimana mereka yang memang layak sebagai pemimpin rakyat. Sebahagian besar hanya pelaku bisnis bahkan hanya menguasai suara rakyat mengamankan kursi kepala daerah dan menghitung rugi laba sebagaimana produksi pabrik narkoba. Kalau tertangkap dalam penyalahgunaan kewenangan artinya bisnis itupun berakhir dan sebagai resiko bisnis.

Politik dan pemerintahan membutuhkan kematangan dalam penyelenggaraannya, terutama perlu berorientasi pada ilmu yang sesungguhnya. Tidak cukup dengan meniru, apalagi ada yang beranggapan asal bisa tanda tangan.

Inilah persepsi-persepsi yang telah menyebabkan pembodohan rakyat dalam bernegara. Sehingga semua orang merasa bisa menjadi pemimpin tanpa sedikitpun meragukannya karena mereka sudah dipilih rakyat. Padahal jika kita evaluasi kepribadiannya jangankan menjadi kepala daerah untuk kepala keluarga saja tidak cukup tanggung jawabnya.

Kalau kita memantau secara seksama sebahagian besar mirip pemimpin khusus pada gaya dan tampilan tapi isi dalam kita tentu sudah memahaminya. Maka jangan heran kehidupan masyarakat tidak pernah berubah, yang berubah hanya nasib pemimpin itu sendiri. Kalau dulu orang susah saat menjabat jadi orang senang, kalau dulu kurang dermawan saat menjabat jadi orang kaya dermawan. Itulah status pemimpin rakyat kita baik bupati, gubernur ataupun pemangku jabatan yang setara.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun