Mohon tunggu...
Tarmidinsyah Abubakar
Tarmidinsyah Abubakar Mohon Tunggu... Politisi - Pemerhati Politik dan Sosial Berdomisili di Aceh
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Penulis adalah Pemerhati Politik dan Sosial Berdomisili di Aceh

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Sentimen, Warnai Politik Pemberontakan Daerah, sehingga Banyak Daerah yang Gagal Merdeka

2 Januari 2021   08:03 Diperbarui: 2 Januari 2021   08:05 328
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar : pexels image

Sementara pada masyarakat diwilayah tersebut, akan diwarnai dengan politik sosial yang diwarnai secara kental dengan sentimen-sentimen dan emosional yang senantiasa menegaskan sikap mereka yang berlawanan dengan negara. Dalam kehidupan sehari-hari warga masyarakat tetap saja mengumpulkan berbagai issu politik yang dinilai merugikan negara dan melemahkan negara. Harapan itu adalah sebagai materi pembicaraan yang memuaskan dan pengganti melawan dengan perang yang telah dihentikan dan tidak berizin baik oleh pimpinan perang maupun pimpinan politik pemberontakan tersebut.

Kecenderungan ini sulit berhenti, apalagi setelah masa-masa damai sebahagian besar mengalami kekecewaan, apalagi sulit memperoleh kemandiriannya dan memperoleh lapangan pekerjaan. Sementara para pimpinannya dimasa perang tentu akan lebih mudah dalam hidupnya karena fasilitas dan perhatian pemeruntah kepada mereka meski keahliannya tidak berbeda dengan pengikutnya.

Politik yang diwarnai sentimen secara total hanya menghasilkan stagnasi dalam politik, solusinya hanya adu fisik, adu kekuatan, adu senjata (perang) yang sesungguhnya sudah keluar atau mengalami jalan buntu (kehabisan akal dan ilmu) dalam politik. Jadi menurut pandangan penulis perang adalah wujud nyata dari kelemahan pemimpin politik dalam mengimplementasikan politiknya. Karena seorang pemimpin politik sesungguhnya tidak akan kehabisan akal dalam politiknya, apalagi harus menyerah dengan melakukan kekerasan dan perang.

Lalu, kenapa pemberontakan daerah sering mengalami kegagalan dan hanya menyisakan korban nyawa masyarakat dan kemudian jika terjadi damai maka dampaknya hanya bermanfaat secara politik jangka pendek para pimpinan politik yang mengendalikan perang. 

Manfaat itupun hanya sebatas jabatan-jabatan dalam negara induk, yang posisinya dalam tanda tanya yang mempertanyakan kredibilitas pejuang itu sebagai pemimpin atau pecundang. Dalam perspektif kelompok perjuangan masyarakat juga akan menyisakan pertanyaan besar, apakah mereka sebagai pejuang atau pengkhianat rakyatnya.

Karena perang selalu beresiko pada kematian yang banyak maka pemimpin akan menempuh jalur diplomasi politik, perang sebenarnya tidak pernah berhenti selama pimpinannya belum menyerah atau ditaklukkan dan ditawan, tetapi yang perlu dihindari adalah intensitas pertempuran bersenjata yang beresiko tinggi. Jika politik masih mengandalkan kekerasan dan perang, maka sesungguhnya mereka yang melakukannya tidak mampu menempatkan diplomasi politik, demokrasi dan kesetaraan lintas warga bangsa, pada dasarnya mereka yang dijajah dan menjajah sesungguhnya juga berciri mentalitas penjajah karena jurus pamungkasnya mengandalkan perang atau kekerasan.

Jika kita golongkan politik yang dilakukan oleh para politisi yang senjatanya berupa ancaman, teror, perang dan ancaman kekerasan maka dapat digolongkan sebagai sentimen politik atau berpolitik hanya menagndalkan sentimen, mereka tidak sampai pada politik yang sesungguhnya. Karena kecenderungan pembebasan wilayah hanya sebatas mengeksploitasi emosional masyarakat yang dibungkus dengan alat politik sebangsa atau sesuku bangsa, baik yang terdhalimi atau merasa unggul sehingga tidak ingin dipimpin oleh kelompok lainnya.

Sumber masalah yang dapat digali untuk alasan pemberontakan dalam politik adalah :
Sistem negara,
Bentuk negara,
Sistem kepemimpinan negara otoriter,
Sistem pemilihan yang tidak adil,
Pemerintah korup,
Sistem kekuasaan yang arogan,
Lapangan pekerjaan terbatas bagi pribumi,
Penguasaan sumber daya alam oleh pusat dan sebagainya.

Secara garis besar, sesungguhnya timbulnya berbagai pemberontakan baik terhadap pemerintah untuk memperbaiki negara, maupun pemberontakan daerah terhadap pusat tidak lain disebabkan oleh sistem kepemimpinan yang otoritarian dan bertentangan dengan sistem demokrasi. Oleh karena pemimpin otoriter maka politikpun mengalami stagnasi diplomasi.

Dalam kepemimpinan yang demokratis dan aspiratif tertutup peluang lahirnya perang, bahkan langka sekali dalam kepemimpinan yang demokratis mengandalkan perang dan kekerasan. Lalu memaksakan kehendak itu adalah bunga-bunga sistem kepemimpinan otoriter yang berpotensi memecahbelah sesama warga.

Sekian
*****

Sumber gambar : pexels image
Sumber gambar : pexels image

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun