Mohon tunggu...
Tarmidinsyah Abubakar
Tarmidinsyah Abubakar Mohon Tunggu... Politisi - Pemerhati Politik dan Sosial Berdomisili di Aceh
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Penulis adalah Pemerhati Politik dan Sosial Berdomisili di Aceh

Selanjutnya

Tutup

Politik

Kredibitas dan Kualitas Politisi, Antara Power Politik Tradisional dan Modern Menentukan Hasil

26 Desember 2020   10:37 Diperbarui: 26 Desember 2020   10:44 253
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pelaku politik, seseorang yang menjadi anggota partai atau memilih tidak menjadi anggota partai, namun menguasai panggung politik dengan mempengaruhi pembuat-pembuat keputusan politik atau yang mempengaruhi politik untuk tujuan sebagaimana yang diinginkan oleh pribadi, kelompok maupun yang menguntungkan rakyat.

Seorang politisi sudah pasti dipandang sebagai seseorang yang dapat mengganggu kenyamanan posisi orang lain dalam suatu jabatan politik. Kalau anda politisi perempuan, sementara para politisi lain masih melihat kemolekan dan feminimisme anda maka sesungguhnya anda belum tergolong politisi dimata teman dan lawan anda.

Demikian anda yang lelaki, ketika teman dan lawan politik anda belum menganggap anda bisa mengganggu kenyamanan posisi jabatannya tentu anda belum dianggap politisi yang mumpuni. Maka dalam politik tradisional, power politik itu diukur dengan jumlah orang yang berada dibelakang anda. Namun dalam politik yang modern power politik itu diukur berdasarkan daya ungkit politik atau potensi yang bisa mempengaruhi politik sosial secara luas.

Mereka yang sudah berkesadaran dalam menjalankan pemikiran-pemikirannya dalam politik tentu akan anti dengan power politik tradisional yang sebatas dukung mendukung buta sekedar hegemony, jika rakyat masih bisa terbodohkan mereka menang, jika masyarakat sudah melek tentu mereka akan memilih politik cerdas yang hemat dan bermanfaat bagi pembangunan rakyat yang utama.

Perbedaannya itu sungguh signifikan, termasuk dalam tinjauan aspek yang menguntungkan rakyat dan negara, perbedaannya kira-kira sebagai berikut :

Pertama,
power politik tradisional itu berkorelasi dengan jumlah uang untuk memanage jumlah orang yang banyak sebagai pendukung, maka cenderung boros guna membiayai orang-orang yang ikut dalam jaringan tersebut. Mereka terlepas dipersatukan dengan pemikiran tapi berdasarkan pengalaman mereka yang mensupport power politik tradisional ini lebih kepada orang yang mencari pekerjaan, atau cari makan, atau mencari kesibukan, atau ikut dengan Tuan yang baik hati.

Melihat pengalaman politik, bangunan power politik tradisional ini dibangun dengan berbagai sumber uang, terutama kapitalizem, maka ketika ada pilkada ada juga donatur yang kemudian kompensasinya pada arah kebijakan yang menguntungkan mereka. Berikutnya terjadi berbagai korupsi oleh kalangan politisi akibat manajemen politik pada diri dan partainya terutama tim dan pekerja politik dibelakangnya membutuhkan biaya rutin dalam pemeliharaan keberadaan mereka. Maka politik menjadi semacam kelompok mafia atau kerajaan kecil yang menyurupai industri yang wajib menghasilkan uang.

Justru karena tradisi politik tradisional ini ranah politik kita di dominasi pragmatisme buta bahkan brutal dalam kacamata ilmu politik yang normal. Maka tidak jarang anda akan menemukan banyak para anggota parlemen dan senator di negara ketiga adalah mereka yang berasal dari dunia hitam (haram) yang banyak menghasilkan uang kemudian mencuci dirinya dengan menjadi anggota dewan terhormat.

Kenapa mereka mudah mendapatkan kursi jabatan masyarakat? Tentu karena idealisme masyarakat negara ketiga masih lemah, akibat tekanan biaya hidup. Maka sikap politik masyarakat masih berstandar barter dengan kebutuhan primernya, sehingga sembako menjadi andalan bagi politisi untuk pemenangan kursi gubernur, bupati, kursi parlemen bahkan juga dalam pemenangan kursi presiden.

Karena ilmu politik lemah dan kondisi sosial korup maka ketika pasca pemilihan presiden, terdapat bank bangkrut, perusahaan ansuransi tutup, dan berbagai macam dampak dan resiko kepada pensupport biaya kampanye salah kaprah dalam politik masyarakat.

Lalu, rakyat berharap pembangunannya yang utuh, sementara kesadaran dan kapahaman dalam politik tidak pernah diubah, tentu semua itu akan berakhir dengan kekecewaan sosial atau apatisme masyarakat dalam kebijakan publik negara, karena semua urusan politik dan negara dianggap sandiwara kecuali berpeluang memperoleh bantuan kepadanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun