Mohon tunggu...
Tarmidinsyah Abubakar
Tarmidinsyah Abubakar Mohon Tunggu... Politisi - Pemerhati Politik dan Sosial Berdomisili di Aceh
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Penulis adalah Pemerhati Politik dan Sosial Berdomisili di Aceh

Selanjutnya

Tutup

Politik

Gawat, Negara Terdegradasi Berhadapan dengan Ormas FPI

18 Desember 2020   08:59 Diperbarui: 18 Desember 2020   11:29 637
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pengelolaan negara memang sangat bergantung pada kualitas sumber daya pemimpinnya. Sulit kita bayangkan suatu negara dengan perangkat politik yang paling kompleks dapat terdegradasi sejajar dan berhadapan dengan organisasi masyarakat yang seharusya hanya sebagai binaanya.

Berita media hari ini sebahagian besar dipenuhi oleh berita ketua organisasi masyarakat yang hampir dapat dipastikan terposisikan sebagai musuh pemerintah saat ini. Ilustrasi ini dapat disaksikan oleh semua orang dalam perspektif intelektual, organisator, bahkan dalam perspektif awam.

Lalu, kenapa organisasi FPI berubah wujud dari ormas menjadi alat politik yang terkesan melebihi partai politik yang mampu membuat sibuk seluruh pengelola politik dan negara?  

Jawabnya hampir sebahagian besar bergantung pada manajemen politik pemerintah dalam menghadapi organisasi dan personal pimpinan organisasi atau tokoh masyarakat. 

Ada empat faktor yang mempengaruhi ketika masalah politik berubah wujudnya dari masalah biasa menjadi masalah negara yang fenomenal  bila dikaji dari perspektif manajemen politik dan tanggung jawab pengelolaan negara.

Pertama, Ketakutan, kekuatiran pengelola negara terhadap organisasi dan tokoh pemimpin yang menggerakkan protes atau bersikap berbeda pendapat dengan pemerintah, karena dapat mengancam sebahagian atau secara total kepercayaan masyarakat terhadap kekuasaannya.

Terutama ketika organisasi pergerakan tersebut mengintervensi pada sisi yang dianggap berpeluang membobol sistem pertahanan kekuasaan dengan ideology atau pola pergerakan dengan jenis organisasi atau jenis tokoh secara personal pimpinan organisasi. 

Kedua, Pengelola negara terjebak pada kekeliruan dalam langkah penanganan tindakan terhadap orang atau organisasi akibat politic positioning, misalnya terlanjur menempatkannya orang atau organisasi sebagai musuh pemerintah, sehingga ormas yang sedianya adalah wadah aspirasi masyarakat yang membutuhkan pembinaan, kordinasi dengan negara justru menjadi sebaliknya.

Penempatan musuh dalam politik seringkali di perparah kualitasnya oleh pendukung buta dalam politik, misalnya orang yang mendukung pemimpin atau orang-orang yang diberi jabatan oleh pemimpin dengan cara-cara yang istimewa.

Mereka yang disekeliling kekuasaan akan cenderung menempatkan lawan politik pimpinan sehingga mereka berpeluang melakukan aktivitas politik untuk mengamankan kekuasaan secara berlebihan yang bermanfaat bagi dirinya agar diposisikan sebagai pahlawan (hero).

Ketiga, Arogansi atas perangkat kekuasaan negara yang dianggap power full untuk membenam lawan politik atau kelompok yang berpotensi mengurangi kekuasaan pemerintah terhadap negara. Sikap arogansi ini cenderung terjadi akibat penempatan pimpinan pengelolaan alat kekuasaan secara subyektif, misalnya kepala tentara atau kepala polisi adalah produk yang dihasilkan atas kuasa pimpinan pemerintahan atau partai politiknya secara absolut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun