Mohon tunggu...
Tarmidinsyah Abubakar
Tarmidinsyah Abubakar Mohon Tunggu... Politisi - Pemerhati Politik dan Sosial Berdomisili di Aceh
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Penulis adalah Pemerhati Politik dan Sosial Berdomisili di Aceh

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Tanpa Membaca, Masa Depan Rakyat Sulit Berubah

16 Desember 2020   08:29 Diperbarui: 16 Desember 2020   08:31 131
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto : Tarmidinsyah Abubakar

Nasib suatu masyarakat tidak akan berubah bila mereka sendiri tidak bekerja keras untuk merubahnya. Dalam terminology ilmu ekonomi masyarakat yang terbelenggu itu disebut sebagai masyarakat yang terperangkap dalam lingkaran setan (caught in a vicious circle).

Sejak tahun 1998, masyarakat Indonesia telah melangkah dalam kehidupan yang demokratis, maka setiap, wilayah, daerah, organisasi,  dan individu warga masyarakat sudah seharusnya bertanggung jawab dalam membangun budaya demokratisasi dalam hidupnya diberbagai bidang.

Apalagi para kepala pemerintahan, baik presiden, gubernur, bupati dan para wakil serta stakeholders yang membantu tugas-tugasnya sudah masanya menitikberatkan kebijakannya untuk berjalan di depan guna mengarahkan rakyat pada muara hidup yang demokratis sebagaimana konstitusi negara.

Bila mereka masih membawa nilai-nilai dan prinsip yang bertentangan dengan itu, maka mereka dapat dikatagorikan sebagai penghambat kemajuan bangsa atau keberadaan mereka dapat disebut sebagai pembawa kehidupan bangsa dan rakyatnya untuk mundur kebelakang.

Jika para pimpinan pemerintahan sudah mampu menjalankan fungsi dan perannya dengan benar, tentu saja rakyat dengan sendirinya akan mengarah pada pola kehidupan yang lebih mengarah pada pembelajaran dan penanaman budaya hidup lebih terarah dan terbuka.

Namun sebaliknya jika para pimpinan pemerintahan berkontradiksi dengan tujuan pembangunan masyarakat yang demokratis, tentu saja kondisi sosial akan bertolak belakang dengan harapan tersebut. 

Untuk mengetahui elemen yang tidak berfungsi sebagaimana mestinya, maka perlu beberapa pertanyaan untuk memudahkan membuka dan mengupas masalah tersebut.

Pertama, apakah kebijakan publik yang dibuat oleh para pemimpin pemerintahan salah kaprah? Kemudian jika salah, apakah secara sengaja atau tidak sengaja karena ketidakpahamannya?

Jika tanpa sengaja maka dapat dipastikan para pimpinan pemerintahan tersebut perlu belajar dalam hidup berdemokrasi. Namun bila disengaja maka mereka termasuk perusak pembangunan dan penjahat konstitusi atau pengkhianat bangsa.

Lalu, bagaimana seharusnya rakyat bisa mengawal kehidupan bernegara secara demokratis, Bila peran pemerintah lemah atau justru menjadi penghalang?

Tentu saja rakyat melalui wakilnya diparlemen dapat membuat peraturan yang menjadi ukuran untuk menentukan kemampuan pemimpin pemerintahan dalam peran dan fungsinya yang berpihak pada tujuan pembangunan kedaulatan rakyat.

Bila peraturan ini sudah disediakan oleh wakil rakyat maka peran pimpinan pemerintahan untuk rakyat tentu dapat dilihat dalam dua arah yaitu :
Membangun rakyatnya atau melakukan pembodohan terhadap rakyatnya. 

Indikator ini dapat dilihat secara nyata, bahwa di daerah yang pimpinan daerahnya cerdas, maka masyarakatnya pasti lebih terarah, terbuka dan produktif, sebaliknya di daerah kepala daerahnya tertinggal maka masyarakatnya juga tertutup dan terperangkap dalam pembodohan yang berkepanjangan.

Kemudian, bagaimana jika wakil rakyat juga berkonspirasi dengan pemerintah yang output kerjanya hanya menekan rakyat? Tentu rakyat yang memiliki wawasan dan pengetahuan akan melakukan upaya protes sosial, baik secara lunak melalui saran dan tulisan. Namun bila berlanjut tentunya akan dilakukan secara paksa misalnya dengan people power.

Lalu, bagaimana indikasi suatu masyarakat dapat dikatagorikan berubah dan memahami bernegara? Gampang saja menilainya, mereka tidak lagi menilai pemimpinnya dengan kacamata tradisional yakni sebatas "Baik atau Buruk" dengan sentimen tanpa ukuran. Selanjutnya mereka tidak diam dalam belenggu pembodohan sosial.

Semestinya kala konstitusi suatu negara sudah demokratis, maka seharusnya tidak ada lagi hak-hak rakyat dalam politik yang dibelenggu oleh pemerintah, apalagi mereka saling berhadapan membela kepentingan masing-masing. Jika hal ini masih menjadi fenomena dalam negeri kita, tentunya ada yang keliru dalam memahami pengelolaan negara dengan konstitusinya.

Karena sesungguhnya negara demokrasi semestinya bermuara pada negara kesejahteraan (welfare state) yang intinya adalah model negara yang memberi hak-hak rakyat secara total dalam bernegara atau sering disebut dengan kedaulatan rakyat.

Salah satu ukuran mendasar perubahan masyarakat dalam membangun performannya pada negara demokrasi adalah aktivitas mereka dalam membaca (iqra') yang semakin meningkat, persentase penuntut ilmu semakin meningkat, semakin besar jumlah mereka yang mumpuni dalam memahami hak-haknya dalam bernegara.

Apabila indeks membacanya tinggi tentu saja rakyat akan bangkit dengan pemikiran sosialnya dan membangun perubahan bagi dirinya serta paham untuk menentang segala bentuk penghambat atau kebijakan pemerintah yang tidak mendukungnya. Jika mereka masih lemah pemikirannya maka mereka akan diam dan ketakutan karena kebodohan, biasanya dibangun oleh hegemony kekuasaan otoritarian yang dibungkus dengan sampul demokrasi.

Dalam realita sejarah politik dan bernegara, perubahan masyarakat senantiasa mendapat hambatan dari pemerintahnya sendiri. Hal ini sering diistilahkan dengan status quo. Apabila wawasan rakyat sudah pada tahapan yang normal tentu saja rakyat tidak akan menerima hidup dan kesejahteraannya berkesenjangan dengan pemerintah sebagai pelayannya.

Justru karena itu ketika wakil rakyat dan pemerintah tidak berfungsi sebagaimana mestinya maka rakyat sendiri yang harus turun tangan untuk membangun people power baik untuk suatu reformasi maupun revolusi sosial disuatu negara guna merubah masa depannya. Jika hal ini tidak dilakukan maka rakyat akan terus terpuruk dan hidup untuk tumbal pemerintah dalam waktu yang lama dan rakyat akan semakin lenah dan tertinggal.

Sekian
*****
Oleh : Tarmidinsyah Abubakar

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun