Mohon tunggu...
Tarmidinsyah Abubakar
Tarmidinsyah Abubakar Mohon Tunggu... Politisi - Pemerhati Politik dan Sosial Berdomisili di Aceh
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Penulis adalah Pemerhati Politik dan Sosial Berdomisili di Aceh

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Siapa Sesungguhnya M Amien Rais bagi Indonesia?

8 November 2020   17:23 Diperbarui: 15 November 2020   21:30 1336
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Oleh : Tarmidinsyah Abubakar

Politik di Republik ini cenderung mengikuti isu-isu sosial yang cenderung disetir dengan kepentingan para pihak yang mementingkan kekuasaan sebagaimana kekuasaan raja dimasa lalu yang pernah mewarnai sistem kehidupan masyarakat di seantero wilayah dari Sabang hingga ke Mauroke.

Sebelum Indonesia merdeka masyarakat nusantara dipimpin oleh raja-raja yang memimpin secara feodal. Jika kita berkaca ke negeri lain seperti Mesir bahkan kekuasaan raja menjadi absolut sehingga pada saat klimaks mereka akan dipuja menyerupai dewa atau tuhan oleh masyarakat karena kehidupannya bergantung penuh kepada kebijakan kerajaan itu.

Dalam sejarah hal ini diketahui oleh masyarakat dunia seumpama Firaun. Dengan kekuasaan yang absolut itu firaun dan pengikut setianya akan mempengaruhi pemikiran masyarakat untuk tunduk dan patuh kepadanya. Maka bisa kita bayangkan bagaimana kharisma Firaun kala itu. Jangankan anak dan anggota keluarganya maka sendal jepitnyapun akan disanjung dan disegani oleh rakyat.

Dengan model kekuasaan itulah rakyat secara mental menjadi budak manusia lain yang berkuasa. Karena jika berbeda pendapat maka dianggap sebagai musuh negara. Karena itu kelompok-kelompok masyarakat yang memiliki ilmu pengetahuan sungkam dan tidak berani menyampaikan pendapatnya. Karena mereka diam maka rakyat tidak pernah tercerahkan meski jalan kekuasaan itu sudah pada tahapan yang tidak wajar.

Lalu dampaknya adalah proses pembodohan masyarakat akan berlangsung dalam waktu yang lama hingga ke generasi-generasi mendatang bahkan pembodohan itu dari masa kanak kanak masyarakat itu sendiri. 

Ilustrasinya begini, ada lembaga pendidikan dasar yang disekolah itu muridnya anak atau cucu raja. Lalu guru bertanya dikelas, siapa yang tahu gajah? Anak raja menjawab bahwa gajah itu bisa terbang. Lalu anak masyarakat biasa yang pintar membantah dan mengatakan bahwa gajah itu badannya besar, kakinya besar ada belalainya dan ada gadingnya. Lalu anak raja menangis kemudian melaporkan kepada kepala sekolah. 

Kepala sekolah yang jabatannya bergantung penuh pada kerajaan, memanggil guru yang mengajar tentang gajah. Kemudian menanyakan kepada guru tadi dengan nada membentak, Gajah bisa terbang atau kamu yang terbang?

Guru sambil menunduk dan menjawab secara pelan dengan kata gajah aja yang bisa terbang pak. Kemudian ia kembali ke kelas untuk selanjutnya mengajarkan ilmu bahwa gajah bisa terbang (elephants can fly).

Demikianlah proses pembodohan kepada masyarakat sehingga sebahagian besar akan ada dalam pengetahuan yang standar itu, jika murid salah menjawab pertanyaan saat ujian maka ia tidak akan lulus.

Sejarah berikutnya masyarakat nusantara terdidik dalam mentalitas masyarakat terjajah oleh bangsa lain yakni Belanda, Jepang, Portugis dan lainnya dalam waktu yang lama. Lalu pertanyaan ringkasnya adalah, apa yang diajarkan oleh bangsa penjajah kepada rakyat?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun