Mohon tunggu...
Taqyuddin Ibnu Syafii
Taqyuddin Ibnu Syafii Mohon Tunggu... Guru - Penulis

penulis

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Literasi, Budaya Ilmuwan Lintas Generasi

30 November 2020   15:18 Diperbarui: 30 November 2020   15:20 91
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Suatu ketika seorang dosen di kampus kami pernah melontarkan kalimat yang begitu menghunjam, yakni jika kau hendak mengenal dunia maka membacalah, namun jika dunia ingin mengenalmu maka menulislah. 

Kata-kata ini seolah menjadi falsafah hidup seorang penuntut ilmu bahwa jalan hidup mereka hanya ada dua : membaca dan menulis. Dengan menulis buku, seseorang sudah mendaftarkan diri pada sang waktu untuk hidup abadi.

Islam amat menganjurkan umatnya untuk belajar, belajar, dan belajar. Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bahkan menegaskan bahwa barang siapa yang bepergian menuntut ilmu maka dia berada fii sabiilillah (di jalan Allah) sampai dia kembali pulang. 

Kata fii sabiilillah yang notabene sering dipakai dalam konteks jihad fisik ternyata disandingkan dengan konteks menuntut ilmu. Sehingga maknanya menjadi luas yang awalnya hanya bermakna berperang secara fisik untuk mempertahankan agama Allah, menjadi jihad yang meliputi segala pergerakan dan segenap usaha yang dikerjakan karena Allah dan semata mengharap keridhaan-Nya.

Dari konteks yang lebih universal itulah, orang-orang muslim terdahulu berlomba-lomba untuk mencapai grade tertinggi dalam tingkatan keilmuan. Semangat itulah yang menjadikan mereka imam-imam terkenal: Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Asy-Syafi'i, dan Imam Ahmad menjadi rujukan utama umat muslim sekarang. 

Semua itu tidak lain karena banyak karya-karya mereka yang tertuang dalam kitab-kitab dari berbagai macam funun bidang-bidang ilmu seperti: Hadits, Fiqih, Ushul Fiqh, dan  lainnya, baik kitab yang ditulis sendiri maupun yang ditulis oleh murid-murid mereka. 

Maka pantas kalau para ulama disebut sebagai waratsatul anbiya, yaitu mereka yang mewarisi ilmu-ilmu kenabian dan menjadi penghubung antara generasi periode awal (salaf) dengan generasi periode akhir (khalaf).

Literasi bagi para ulama tidak hanya menjadi media dakwah bagi kaum muslimin saja, tetapi juga kepada agama-agama lain. Para cendekiawan muslim seperti Al-Ghazali, Ibnu Sina, Ibnu Khaldun, Ibnu Rusyd ternyata sangat menginspirasi bangsa barat ketika itu. 

Banyak dari mereka yang dijadikan tokoh-tokoh keilmuan di bidang kedokteran, filsafat, sosiologi, dan bidang lainnya, sehingga membantu sarjana-sarjana barat untuk membangun peradaban mereka yang tengah terpuruk sampai kepada kemajuan hebat yang mereka rasakan sekarang.

Melalui literasi seluruh hasil gagasan, karya, dan peristiwa dapat dilestarikan. Betapa mudahnya seseorang terpengaruh dengan sebuah ideologi hanya karena membaca buku. 

Betapa mudah kita berwisata lintas waktu dengan hanya menelaah buku-buku sejarah dan sirah nabawiyah di masa lalu. Kapanpun dan dimanapun kita bisa membaca. 

Sehingga, buku menjadi guru paling baik karena tidak pernah jemu menggurui kita dengan sabar dan melayani pembacanya tanpa terikat waktu dan tempat.

Maka hendaknya seiring dengan perkembangan dinamika keilmuan dalam islam yang tak bisa dilepaskan dari budaya literasi membaca dan menulis, sudah selayaknya hal ini dipertahankan sebagai fondasi sejak dini. 

Penanaman budaya membaca di masa kanak-kanak akan semakin menumbuhkan kepercayaan mereka dalam menulis di masa mendatang. Seiring dengan perkembangan gadget, tangan mereka sangat jarang bahkan hampir tidak pernah sama sekali memegang buku. 

Inilah yang menjadi PR utama para orang tua dan pendidik supaya anak-anak sekarang menjadi lebih berminat membaca melalui pendekatan-pendekatan yang inovatif seperti mengefektifkan kembali perpustakaan sebagai salah satu ruang belajar siswa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun