Mohon tunggu...
Tapa Shidiq
Tapa Shidiq Mohon Tunggu... Guru - Belajar mentuturkan gagasan lewat tulisan.

Seorang guru matematika di Kabupaten Serang Banten. Meski bakat menulis masih belum mumpuni tapi ingin menjadi bagian dari pejuang-pejuang literasi,

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Sajak Maulid

20 Oktober 2021   06:19 Diperbarui: 20 Oktober 2021   08:03 156
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

*MUHAMMAD SAW*
Sebuah Sajak
Oleh : Papah Langit

Kau terlahir diantara ribuan harapan dan kecemasan
Diantara Manusia yang meniti takdir kegelapan jahiliyah
Dan Diantara oase kemanusiaan yang mengering
Serta diantara kesombongan, ketamakan
Penduduk negri latta dan uzza

Pasukan bergajah mengabarkan kedatanganmu
Lewat debu-debu yang bershalawat
Dan Ababil yang bertasbih
Jelas sudah rona merah cinta itu meliputi alam
Saat kau bersimbah dalam dekapan darah Aminah
Larut dalam ratapan kepergian Abdullah
Tangisanmu membuat manusia tersenyum

Wahai Al-amin kau berjalan dengan kejujuran
Kerendahan hatimu membuat Khadijah tersenyum
Keadilanmu membuat pemuka quraisy sepakat
Kau seumpama merjan dalam cahaya temaram jahiliyah
Wahai Al-amin tahukah kau?
diam-diam langit menyimpan rahasianya untukmu, wahai kekasih Allah

hatimu gelisah menyaksikan kejahiliahan yang bertambah-tambah
penduduk negri yang menguburkan putri-putrinya hidup-hidup
para pemakan bangkai yang berjalan seraya menenggak kebodohan
berhala-berhala yang diam membisu menambah kesesatan yang nyata
dan untaian bendera-bendera wanita pencari lelaki, siap dizinahi

Kau habiskan hari-hari
dalam senyapnya gulita,
gua hira menjadi saksi
kau merenungi kehidupan manusia yang begitu menghimpit jiwamu
tiba-tiba dirimu tersentak oleh kehadiran sesosok makhluk
"bacalah" bacalah wahai muhamad dengan nama Rabb mu
"Bacalah" wahai muhamad dengan nama Rabbmu
....
Itulah wahyu pertama yang Allah turunkan padamu
Sebagai jawaban kegelisahan hatimu terhadap masyarakat yang semakin jahil
Juga sebagai awal dari perjuanganmu
Perjuangan yang harus kau bayar dengan darah dan air mata
Dengan kelaparan dan luka yang menganga

Kupanggil kau kini dengan sebutan Rasulullah saw, wahai Al-amin!
Wahai manusia yang tak pernah kenyang
Wahai manusia penuh kasih sayang
Kau biarkan penduduk thaif melemparimu dengan batu
Darah Bercururan
Seruanmu Mereka anggap bualan.
Malaikat Aksabain menghampirimu.
Mintalah kepada Rabb mu untuk membalikan dua gunung ini.
Ditengah rasa perih dan sedih
Kau menjawab
"Tidak,  sesungguhnya mereka adalah kaum yang tidak mengetahui..."
"Aku berharap dari sulbi mereka lahir generasi yang taat kepada Rabb nya"

Wahai kekasih Allah tahukah betapa dirimu kurindukan.
Seperti kupu-kupu merindukan harum bunga
Seprti mentari merindukan senja
dan seperti air yang merindukan lautan
Ulurkan tengan mu wahai Rasul,
baiatlah aku seperti kau membaiat para mujahid badar
Biarkan aku larut dalam denting pedang yang beradu
Dan cipratan darah dari kepala yang terpenggal
Biarkan aku menjemput syahadah bersama teriakan takbir Hamzah.

Islam yang kau bela kini telah sempurna
"telah Ku sempurnakan untukmu agamamu...."
Begitulah wahyu terakhir yang kau emban
Dalam haji wada yang penuh kemenangan dan kenagan.

Senja turun, menyisakan kegelapan hari
Desiran angin dan
Debu-debu yang beterbangan
Seluruh alam terdiam
Tertunduk haru dalam cemas umar bin kahattab
"wahai Aisyah ambilah dinar yang tersisa dari hartaku dan bagikanlah ia hingga taktersisa Kepada kaum fakir yang membutuhkan"
Izrail datang malu-malu, mengucapkan salam kepada Nabi shallalahu alihi wasalam
Tak ada yang tugas yang paling berat baginya selain mencabut nyawa sang kekasih
"Lakukanlah wahai izrail, biarkan kematian mempertemukan aku dengan-Nya"
Mungkin itu makna tatapanmu,
Ummati...., ummati....!
Kutahu kau begitu mencemaskan umatmu saat itu.
Ummati..., ummati...!
Kutahu kau begitu mencintai ummatmu
Meski kami banyak berkhianat padamu
Meski kami banyak mengabaikan sunnahmu
Wahai rasul kami rindu,
Meski kami tak pernah menatap wajahmu
Meski angin takpernah mengabarkan kemuliaan mu
Kami cinta
meski dirimu telah pergi
hanya syafaat yang kami harap menanti
mungkin kau kecewa
kami terperdaya oleh dunia
hingga kami seperti buih di lautan
atau seperti seonggok daging yang siap dimangsa anjing-anjing yang lapar
kebanyakan dari kami begitu cinta dunia
dan takut akan kematian,
sehingga tak ada pedang yang berdenting dan darah yang terciprat dari kepala yang terpenggal untuk membela Din ini.
kami biarkan islam dihina dan terhina
wanita-wanita dilecehkan
anak-anak ditembaki
mesjid mesji di hanguskan
pemuda-pemuda kami asyik bermaksiat
wanita-wanita kami tak malu membuka auratnya
para orangtua kami melalaikan shalat
para ibu kami menangisi takdir kehidupan yang menyakitkan.
Kami tak berdaya saat sosokmu diolok.
Digambar dan dinistakan.
"Allah ampuni kami,
Atas kelamahan kami
biarkan Rasul hidup dalam hati para mujahid,
biarkan semangatnya membnjiri ruang-ruang perjuangan mereka.
Wahai Allah jadikan pemuda-pemuda kami sekuat para pasukan badar.
ya Rabb ajarilah kami cara untuk menang, melawan makar-makar kaum yang Dzalim"

Pasar sirih, 12 Rabiul awwal 1443H.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun