Mohon tunggu...
Taofik Roby
Taofik Roby Mohon Tunggu... -
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Impor Pangan Akibat Alih Fungsi Lahan

21 Januari 2019   17:17 Diperbarui: 21 Januari 2019   17:24 114
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


Tidak selamanya kubu beda haluan politik itu saling berseberangan. Kondisi itu tampak pada efek pasca debat calon presiden pekan lalu. Baik kubu pendukung calon presiden petahana, Joko Widodo, maupun kubu pendukung calon presiden penantang, Prabowo Subianto, sama-sama menyoroti kinerja pertanian kita yang kedodoran sehingga harus impor produk pertanian.

Kubu pendukung Joko Widodo yang diwakili oleh Johnny G. Platte asal partai Nasdem berpendapat bahwa impor pangan saat ini terjadi karena konversi lahan pertanian yang mencapai 30 persen.

Di kubu penantang, Mardani Ali Sera dari Partai Keadilan Sejahtera menilai bahwa kinerja sektor pertanian masih memprihatinkan. Menurut dia, program swasembada pangan belum terwujud, bahkan luas lahan pertanian terus mengalami penyusutan. Sorotan tambahan dari kubu oposisi adalah gagalnya target swasembada pangan, buruknya manajemen penyaluran pupuk bersubsidi, dan kesejahteraan petani belum terangkat sepenuhnya.

Merdeka.com

Fenomena unisono koalisi dan oposisi terkait kinerja pertanian ini patut diapresiasi. Karena kedua belah pihak sama-sama terlihat concern terhadap sektor pertanian kita. Terlepas dari apa pun latar belakang keberpihakan politik mereka masing-masing.

Konversi atau penyusutan lahan ini dianggap sebagai biang kerok yang diam-diam menggerus produktivitas sektor pertanian kita. Dalam jangka panjang, bila produksi pangan terus berkurang dan kebutuhan naik maka harga produk pangan di pasaran akan tinggi.

alih fungsi lahan (meme olah pribadi)
alih fungsi lahan (meme olah pribadi)
Penyusutan lahan pertanian memang sudah jadi ancaman nyata di negara ini. Pengumuman Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) terkait luas lahan pertanian kemarin memang tidak enak didengar. Pada 2018 kemarin, BPN menyatakan bahwa terjadi pengurangan 7,1 juta hektare lahan pertanian. Ngerinya lagi, laju pengurangan itu tidak akan melambat, melainkan akan terus bertambah. Diperkirakan, rata-rata terjadi pengurangan luas lahan pangan sebesar 120 hektare per tahun.

Presiden Joko Widodo juga sudah berupaya mengerem dan melawan alih fungsi lahan ini. Tahun 2015 lalu, ia memerintahkan Kementerian Pertanian (Kementan) untuk menggiatkan program cetak sawah. Sayangnya, hingga akhir tahun 2017 sawah yang tercetak baru sebesar 160 ribu hektare. Masih sangat jauh dibandingkan dengan target dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015---2019 sebesar 1 juta hektare di luar pulau Jawa.

Ketidakmampuan Menteri Pertanian (Mentan) Amran Sulaiman dalam program cetak sawah ini, kemungkinan besar, menjadi penyebab utama dari membesarnya impor berbagai komoditas pangan belakangan ini. Seperti yang baru-baru ini terkabarkan, bahwa Mentan Amran mengajukan lagi ijin impor jagung sebesar 30 ribu ton untuk memenuhi kebutuhan pakan ternak.

Tanpa ada kemajuan signifikan dari program cetak sawah Kementerian Pertanian, sepertinya kita akan terus tersandera impor pangan. Bila kemarin Kementan sudah mengajukan impor jagung, bukan tidak mungkin ke depannya mereka akan mengajukan impor komoditas pertanian lainnya.

ga sanggup ya nganggur (meme olah pribadi)
ga sanggup ya nganggur (meme olah pribadi)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun